Semanjak pertemuannya kemarin dengan Aisha, membuat Iqbal tak bisa tidur semalaman. Bayangan wajah cantik Aisha terus memenuhi pikirannya. Sekarang Iqbal bertekad untuk bisa memiliki Aisha. Aisha terlihat sholeha, jadi Iqbal berniat mengimbanginya agar pantas bersanding dengan Aisha.
Iqbal menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata sebentar lagi memasuki waktu dzuhur. Sebuah senyuman terukir di udut bibir Iqbal. Dia merencakana sesuatu yang bisa membuat Aisha kagum kepadanya. Jadi Iqbal berniat untuk adzan dimasjid pesantren.
Dengan berpakaian yang sudah rapi, kini Iqbal melangkah pergi menuju ke masjid. Di tengah jalan dia berpapasan dengan KIyai Ahmad.
''Nak Iqbal mau kemana?'' tanya KIyai Ahmad.
''Saya mau ke masjid, Yai.'' jawabnya.
''Subhanallah, kamu taat sekali, Nak.'' pujinya. Kiyai Ahmad senang karena Iqbal pergi lebih awal ke masjid. Tidak seprti kemarin yang selalu terakhir datang ke masjid.
''Sedikit-sedikit saya mau berubah, Yai.''
''Syukurlah, saya senang mendengarnya, Nak.''
''Kalau begitu saya permisi dulu, Assalamu'alaikum.''
''Waalaikum'salam.'' jawab Kiyai Ahmad.
Hanya berjalan kaki lima menit dari kamar, kini Iqbal sudah sampai di masjid. Pertama-tama dia berduwhu dulu, lalu masuk ke masjid untuk menunggu waktu adzan.
Iqbal menghidupan michrophone masjid. Lalu mengambil ponsel miliknya dari dalam saku celana. Iqbal memutar sebuah rekaman orang yang sedang adzan. Suaranya begitu indah saat di dengar.
Di luar masjid, banyak oraang yang tertegun mendengar suara adzan yang begitu indah. Sebelumnya mereka belum pernah mendengar suara itu di masjid pesantren. Suara yang begitu indah membuat mereka kagum, dan tentunya penasaran dengan sosok lelaki pemilik suara itu.
Ustadz Malik menyapa Kiyai Ahmad yang baru keluar dari ruangannya. ''Assalamu'alaikum, Kiyai. Apa kiyai mau shalat dzuhur juga? Kalau begitu saya ikut,'' ucap Ustadz Malik.
''Waalaikum'salam. Benar saya mau ke masjid.''
''Maaf sebelumnya, apa Kiyai tahu siapa yang sedang adzan di masjid?'' Ustadz Malik bertanya karena merasa begitu penasaran dengan pemilik suara indah itu.
''Iqbal, dia yang adzan.''
''Apa? Itu tidak mungkin,'' Ustadz Malik sama sekali tidak percaya jika suara Iqbal seindah itu.
''Tapi itu kenyataannya. Tadi saya lihat dia mau pergi ke masjid. Bahkan dia pergi lebih awal jadi kalau bukan dia yang adzan siapa lagi?''
Ustad Malik merasa sulit untuk percaya. Namun, untuk memastikan kebenarannya, lebih baik langsung saja pergi menuju ke masjid. Dengan langkah cepat, akhirnya Ustadz Malik sampai juga di depan masjid. Saat hendak masuk, tercengang mendengar suara musik dangdut yang begitu nyaring.
Iqbal buru-buru mematikan ponselnya karena suara adzan dari ponselnya sudah selesai, dan malah berganti dengan musik dangdut. Niat Iqbal ingin di puji Aisha sang pujaana hati, jika begini yang ada dia dapat hukuman lagi dari Ustadz Malik.
''Astaghfirullah'aladzim. Sudah saya duga, jika suara orang adzan yang saya dengar tadi bukan suara kamu, Iqbal. Saya tidak menyangka kamu berulah seperti ini di pesantren,'' Ustadz Malik geleng kepala dengan tingkah Iqbal yang setiap hari semakin konyol saja.
''Maaf, Ustadz. Sebenarnya saya tidak bisa adzan.''
''Kalau tidak bisa adzan sebaiknya kamu belajar dulu, bukannya kamu putar suara adzan dari ponsel biara semua orang kagum kepadamu. Iqbal, setelah shalat dzuhur, kamu ikut saya ke lapangan.''
''Ngapain ke lapangan ustadz?''
''Ya mau di hukum, memangnya mau apa lagi?''
Iqbal hanya bisa menunduk pasrah menunggu hukuman apa yang akan di berikan oleh Ustadz Malik. Namun, hukuman tak merubah rasa malu yang sekarang Iqbal rasakan. Pasti nanti dia di bicarakan oleh semua santri karena tingkah konyolnya itu.
Usai shalat dzuhur, semua santri mengaji secara bergantian. Memang itu jadwalnya sampai menjelang ashar nanti. Kebetulan Iqbal mendapat bagian pertama mengaji, karena setelah ini dia harus ke lapangan.
Terlihat Iqbal dengan lesu menghampiri Ustadz Malik di lapangan. Bahkan dia harus menahan malu karena di perhatikan oleh santri lainnya. Bahkan beberapa dari mereka menertawakannya mengingat tingkahnya yang bikin ngakak.
''Ustadz, jadi saya suruh ngapain?'' tanya Iqbal.
''Sekarang kamu berlari memutari lapangan selama 50 kali,'' ucapnya.
''Yang benar saja? Ustadz mau bikin saya pingsan?''
''Menurut atau hukuman saya tambah!'' ancamnya.
Seketika Iqbal diam, karena dia tidak mau jika hukumannya di tambah. Lari 50 putaran saja pastinya sudah capek sekali. Belum tentu dia akan kuat menjalaninya.
Para santriwati sejak tadi memperhatikan Iqbal yang sedang berlari. Penampilan Iqbal yang sangat rapi membuat mereka mengecapnya sebagai pangeran pesantren. Apalagi ketampanan Iqbal di atas rata-rata. Hanya ada satu santriwati yang tidak tertarik untuk memperhatikan Iqbal. Dia adalah Aisha yang merupakan santriwati terpintar di pondok pesantren itu.
''Aisha, lihatlah lelaki itu! Dia sangat tampan. Apa kamu tahu namanya?'' salah satu teman Aisha yang bernama Nisa menepuk bahu Aisha sambil bertanya.
Aisha langsung menoleh ke arah pandang Nisa, ''Oh itu Iqbal namanya,'' jawab Nisa.
''Kamu diam-diam udah tahu cowok tampan itu. Atau jangan-jangan kamu ingin mendahului kita untuk berkenalan dengannya,'' ucap Nisa dengan sedikit curiga. Begitu juga dengan ke dua teman lainnya yang merupakan geng mereka.
''Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa kalian takut tidak kebagian jodoh?''
''Bukan takut nggak kebagian jodoh, tapi kita takut kalau calon imam yang berparas tampan habis di embat santriwati lain,'' kata Nisa.
Aisha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisanya temannya risau akan jodoh yang sudah di tentukan oleh sang pencipta. Lagian di pesantren itu banyak lelaki, jadi seharusnya mereka tidak risau akan jodoh.
''Ya kalau Nisa sih takutnya Iqbal keburu ada yang embat. Kalau sama santri lain sih tidak tertarik. Karena Nisa tertariknya hanya dengan Iqbal seorang,'' Nisa berucap sambil senyum-senyum membayangkan wajah tampan Iqbal.
''Jodoh itu sudah ada yang mengatur. Jika memang Iqbal itu jodoh kamu, pasti nanti juga bisa di dekatkan denganmu,'' ucap Aisha yang tak mau ambil pusing.
Tak lama, Nisa dan teman-temannya sudah selesai mengaji. Mereka bergegas kembali ke kamar, namun Nisa malah melangkah duluan melewati jalan dekat lapangan. Sengaja dia lewat sana karena ingin melihat Iqbal secara dekat. Mau tidak mau Aisha mengikuti Nisa yang sedang di mabuk asmara. Takutnya Nisa malah nyamperin Iqbal dan itu salah satu hal yang di larang di pesantren. Laki-laki dan perempuan tidak di perbolehkan untuk berbaur.
Iqbal melihat Aisha dan beberapa temannya lewat di pinggir lapang. Sejak tadi Iqbal melempar senyum kepada Aisha. Namun, Aisha bersikap biasa saja. Malah Nisa yang mengira jika Iqbal itu tersenyum kepadanya.
'Apa dia juga mengagumiku,' gumam Nisa dalam hati.
Nisa hendak mendekati Iqbal karena ingin menyapanya, namun Aisha menarik tangannya pergi dari sana. Bisa jadi masalah jika aksi Nisa itu di lihat oleh Ustadz Malik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments