Saat ini sudah pukul sembilan malam, namun para santri masih di masjid mendengarkan tausiah dari Kiyai Ahmad. Fahmi dan Lutfi saling pandang saat mendengar suara orang mendengkur. Mereka menatap ke samping melihat Iqbal yang sedang tidur. Suara dengkuran itu sekarang semakin kras, hingga santri yang lain ikut menoleh ke sumber suara. Lagi-lagi mereka di buat tertawa oleh tingkah Iqbal.
Ustadz Malik memberikan kode kepada Fahmi untuk membangunkan Iqbal. Fahmi menurut, dia mencoba membangunkan Iqbal dengan cara menepuk-nepuk bahunya.
''Copet ... copet ... '' ucap Iqbal cukup nyaring. Spontan dia juga membuka ke dua matanya.
''Ha ha ha .... ''Semua santri menertawakan Iqbal.
Ustadz Malik geleng-geleng kepala melihat Iqbal yang lagi-lagi bertingkah. Santri yang satu ini memang tidak patuh aturan. Bisa-bisanya tidur di saat Kiyai Ahmad sedang memberikan tausiah.
''Sttt ... '' Ustadz Malik meminta para santri untuk diam, karena tidak sopan tertawa di saat Kiyai Ahmad sedang bertausiah.
Setelah tausiah yang di isi oleh Kiyai Ahmad selesai, semua santri berbondong-bondong keluar meninggalkan masjid. Mereka ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun tidak dengan Iqbal, sekarang dia mengikuti Ustadz Malik pergi ke toilet.
''Ustadz, kenapa ajak saya kesini?'' tanya Iqbal.
''Kamu bersihkan semua toilet disini. Ini sebagai hukuman karena kamu sudah lancang tidur di saat santri lain mendengarkan tausiah.''
''Tapi saya mengantuk Ustadz,'' Iqbal menguap di hadapan Ustadz Malik.
''Dasar tidak sopan. Kalau menguap itu mulut di tutup, nanti kalau ada nyamuk atau lalat masuk bisa bahaya,'' ucap Ustadz Malik menasihati.
''Maaf, Ustadz.'' karena tak ingin berdebat dengan ustadz Malik, jadi Iqbal menjawab seperlunya.
Ustadz Malik pergi dari sana, membiarkan Iqbal memulai membersihkan toilet.
''Ah sial sekali sih, hidup Gue di atur-atur berasa di penjara,'' gumam Iqbal.
Iqbal melihat pintu toilet terbuka, menampakkan sosok santri cupu yang baru keluar. Terbesit ide licik di benaknya. Mungkin santri cupu itu bisa dia manfaatkan.
''Hei, cupu. Tunggu!''
Lelaki itu yang bernama Sandi, dia menatap Iqbal yang memanggilnya.
''Ada apa?'' tanya Sandi.
''Lo mau uang nggak?''
Sandi yang memang orang miskin, tentu dia mengangguk setelah mendengar kata uang.
''Saya mau,'' ucapnya.
''Kalau begitu kamu bersihkan semua toilet disini, nanti Gue kasih uang seratus ribu,'' Iqbal mengambil uang seratus ribu dari saku celananya lalu memperlihatkannya kepada Sandi.
Sandi yang hendak mengambil uang itu tahan oleh Iqbal, ''Eits bersihkan dulu toiletnya, setelah itu uang ini baru jadi milik Lo.''
''Baik,'' jawabnya.
''Bagus, Gue mau keliling sekitar sini dulu,'' Iqbal bergegas pergi meninggalkan Sandi.
Iqbal menatap kanan kirinya, karena takutnya ada Ustadz Malik di sekitar sana. Namun ternyata Ustadz Malik tidak ada disana, dan itu membuat hatinya merasa lega. Tak sengaja Iqbal mendengar suara seorang wanita dari arah samping. Dia menatap ke sebuah ruangan yang terlihat seperti dapur. Karena jendela ruangan itu kebetulan tidak tertutup, jadi kelihatan dari luar.
Iqbal menatap ke dalam dapur. Ternyata ada sosok wanita sangat cantik yang sedang memasak air panas. Iqbal sama sekali tak mengalihkan arah pandangnya dari sosok wanita cantik itu. Kecantikannya sungguh membuat seorang Iqbal jatuh cinta pada pandangan pertamanya.
'Siapa dia? Kenapa kecantikannya mengalihkan duniaku?' gumam Iqbal dalam hatinya.
Sedang asyik-asyiknya memandang, tiba-tiba Iqbal merasakan sakit di telinganya. Karena telinganya di tarik oleh seseorang. Iqbal menoleh ke samping, melihat siapa yang berani berbuat seperti itu kepadanya. Orang tuanya saja tidak pernah menarik telinganya, namun kini orang asing dengan berani melakukan itu kepadanya.
''Ustadz apa-apaan sih pakai tarik telinga saya?'' Iqbal terlihat kesal.
''Lagian kamu ngapain berdiri disini sambil ngelihatin Neng Aisha,'' ucap Ustadz Malik sambil menatap ke dapur.
Iqbal menyunggingkan senyumnya saat sudah tahu nama wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Tingkah Iqbal yang senyum-senyum sendiri membuat Ustadz Malik heran. Bahkan saat Ustadz Malik mengibas-ngibaskan tangan di depan Iqbal, ternyata Iqbal tidak menyadarinya.
''Astaghfirullah'aladzim, di ajak bicara malah melamun,'' Ustadz Malik menepuk pelan bahu Iqbal.
''Ada apa lagi sih, Ustadz. Saya lagi sibuk, jangan di ganggu,'' ucap Iqbal yang sejak tadi tidak mengalihkan arah pandangnya dari dapur. Ternyata dia masih memperhatikan Aisha.
''Cepat kembali ke kamarmu! Tidak baik berkeliaran di area santriwati. Dan ingat, besok saya akan berikan hukuman untukmu, karena kamu sudah berani menyuruh orang lain untuk menggantikan membersihkan toilet.”
'Ah sial, Ustadz yang satu ini bikin Gue nggak betah,' batin Iqbal, lalu dia berlalu pergi menuju ke kamarnya.
...
...
Adzan subuh sudah berkumandang sejak lima menit yang lalu. Bahkan semua santri sudah meninggalkan kamar mereka dan bersiap untuk menunaikan ibadah Shalat subuh. Namun tidak dengan Iqbal, dia masih setia meringkuk di bawah selimut. Selama hidupnya, Iqbal tidak pernah bangun sepagi ini.
Prang prang prang
Iqbal terlonjak kaget saat mendengar suara yang begitu nyaring. Spontan dia beranjak dari atas tempat tidur. Iqbal di buat kesal saat melihat Ustadz Malik yang sedang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Di tangannya ada dua tutup panci yang tadi di pakai untuk membangunkan Iqbal.
''Ustadz, ngapain berisik sih? Ini masih pagi loh,'' ucap Iqbal.
''Karena sudah pagi jadi kamu harus bangun, Iqbal. Lihatlah kamar ini sudah kosong. Semua teman kamu sudah pergi ke masjid. Lagian kamu tidur kok nggak bangun-bangun sih?''
''Saya tidak biasa bangun jam segini,'' jawabnya.
''Mulai sekarang harus di biasakan. Kamu harus mengikuti aturan di pesantren ini. Cepat bangun! Katanya kagum sama Neng Aisha, masa bangun saja harus di bangunin. Neng Aisha juga pasti tidak mau kalau di taksir sama lelaki pemalas sepertimu.''
Mendengar kata Aisha membuat rasa kantuk yang Iqbal rasakan seakan menghilang. Dia bergegas bersiap untuk ikut Shalat subuh berjamaah. Pagi ini Iqbal sengaja mengenakan baju koko berwarna putih, kopyah, bahkan sarung. Sengaja dia berpenampilan seperti itu agar terlihat pantas jika bersanding dengan Aisha.
Para santri menatap ke arah pintu masuk saat melihat lelaki tampan yang berpenampilan terlihat berbeda. Jelas Iqbal menjadi sorotan, karena dia tidak lagi berpenampilan serba hitam seperti sebelumnya.
Setelah selesai Shalat subuh, para santri mendengarkan kultum pagi. Namun Iqbal berpamitan kepada Fahmi jika dia akan ke toilet sebentar. Padahal Iqbal akan kembali ke kamar karena masih mengantuk.
Iqbal berjalan sambil menatap kanan kirinya karena takut jika ada yang memergoki. Tak sengaja dia bertabrakan dengan seseorang.
''Aduh,'' pekik seorang wanita yang tak lain adalah Aisha.
Iqbal tak berkedip menatap wanita pujaannya yang saat ini berdiri di hadapannya. Ucapan Aisha menyadarkannya. Sehingga Iqbal menahan tangan Aisha yang ingin pergi dari sana.
''Aisha, bolehkah saya mengenalmu?'' tanya Iqbal.
''Maaf, tolong lepaskan tangan saya! Kita bukan mahram,'' Aisha menepis tangan Iqbal yang memegang tangannya.
''Sorry, tidak sengaja.''
Iqbal menatap Aisha yang berlari kecil menjauhinya. Sebuah senyuman terukir di wajahnya. Bahkan jantungnya berdetak tak menentu saat melihat wajah cantik Aisha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments