Mengendarai mobil sport miliknya, Aditya keluar dari halaman rumah besar dan mewah bak istana itu. Dia melajukan mobilnya menuju salah satu gedung apartemen mewah yang menjadi salah satu hunian sahabatnya, Juno.
Sedangkan Alex sudah sejak tadi malam menginap di apartemen itu.
Persahabatan yang sudah berusia hampir 9 tahun sejak SMA itu masih terjalin dengan baik, walaupun terhalang jarak lantaran kuliah terpisah di negara yang berbeda-beda.
"Hey Bro.!! Makin keren aja kamu." Alex yang membukakan pintu langsung memuji penampilan Aditya. Laki-laki yang memakai barang branded dari ujung kaki sampai kepala itu.
"Bisa aja." Sahut Aditya seraya merangkul sekilas pundak Alex dan menepuk pelan punggungnya.
"Bagaimana kabarmu.?" Aditya menyelonong masuk. Alex bergegas menutup pintu dan mengikuti langkah sahabatnya itu.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja." Jawabnya. Dia ikut duduk saat melihat Aditya duduk di sofa ruang tengah.
"Jadi bagaimana.? Kapan kita bisa memulai bisnisnya.?" Alex mulai membuka obrolan tentang bisnis yang akan mereka geluti bertiga.
Rencananya mereka akan memulai bisnis kecil lebih dulu dengan membuka sebuah tempat yang sedang di gemari anak muda untuk menghabiskan waktu luang ataupun berkumpul. Yaitu sebuah cafe dengan nuansa milenial di daerah PIK Jakarta.
"Kita survei dulu tempatnya." Sahut Aditya. Dia harus memastikan tempat yang akan mereka sewa nanti harus ramai. Tapi melihat perkembangan tempat itu media sosial, sepertinya tempat itu yang paling di minati oleh anak muda dengan kalangan menengah ke atas.
"Sudah 1 minggu ini setiap malam aku datang kesana, tempatnya ramai." Tutur Juno yang baru saja keluar dari kamarnya dan ikut bergabung.
Laki-laki itu terlihat baru selesai mandi.
Ekspresinya biasa saja saat melihat keberadaan Aditya, karna selama mereka berada di luar negeri, keduanya intens berkomunikasi dengan panggilan vidio.
"Setiap malam.? Ngapain aja kamu.?" Aditya menyeringai seraya menatap sahabatnya itu dengan penuh selidik.
Pasalnya di PIK bunya hanya tersedia kafe dan restoran saja, tapi banyak hiburan malam disana.
"Tidak usah di tanya Dit, begitu kalau orang habis putus cinta." Celetuk Alex. Dia meledek sahabatnya yang baru saja di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Yang lebih mengenaskan lagi, kekasih Juno sudah hamil oleh laki-laki yang kini menjadi suaminya itu.
"Apa tidak ada topik pembicaraan lain." Ketus Juna dengan wajah masam. Sejujurnya hatinya sedang hancur berkeping-keping saat ini, tapi dia harus bangkit dan menyembuhkan luka hatinya dengan melupakan wanita yang selama 4 tahun mengisi hatinya.
Sungguh kenyataan pahit bagi Juno saat dia kembali ke Indonesia dan mendapatkan kabar bahwa kekasihnya akan menikah dengan laki-laki lain karna sedang mengandung.
...*****...
"Yakin tidak mau ikut.?" Di seberang sana Mauren masih berusaha untuk membujuk sahabatnya agar bersedia makan siang di salah satu restoran di kawasan PIK.
"Kamu mau membuatku iri.?" Ujar Elia dengan bibir yang mencebik. Meskipun tau Mauren tak akan melihat ekspresi wajahnya saat ini karna mereka hanya melakukan panggilan suara saja.
"Ya ampun El, aku dan Viona justru mau menghiburmu." Ucap Mauren penuh ketulusan. Dia sudah mendengar cerita dari Elia bahwa gadis itu masih belum di ijinkan untuk memiliki kekasih.
"Kalau kalian mau menghiburku, harusnya jangan bawa Edgar dan Nik.!" Gerutu Elia yang semakin mencebikkan bibir.
Kalau kedua sahabatnya membawa pasangan masing-masing, sama saja itu akan membuatnya semakin terlihat menyedihkan karna hanya akan menjadi nyamuk di antara kedua pasangan itu.
"Ya ampun princess Elia, kamu pasti akan senang kalau ikut." Mauren terus membujuk Elia. Sahabatnya yang dia juluki sebagai princess itu lantaran kehidupannya benar-benar bak princess karna terlalu banyak aturan dan larangan. Seperti di dalam sebuah kerajaan.
"Edgar mengajak teman laki-lakinya, dia bilang akan mengenalkan temannya itu padamu."
Ucapan Mauren seketika membuat Elia mengukir senyum lebar.
"Kamu serius.?" Tanyanya memastikan.
"Untuk apa aku bohong. Cepat kamu siap-siap, sampai ketemu di sana. Bye,, byee,," Mauren memutuskan sambungan telfonnya sepihak.
Sebelum bersiap, Elia keluar dari kamarnya dan menghampiri sang Mama di dapur. Dia akan meminta ijin lebih dulu pada sang Mama untuk pergi ke PIk.
"Mama sedang apa.?" Elia memeluk Davina dari belakang. Gadis itu tampak begitu manja dengan sang Mama.
"El,, untung saja Mama tidak kaget." Davina menoleh sekilas pada putrinya sebelum kembali fokus pada pekerjaannya yang tengah membuat kue.
Sejak putra dan putrinya beranjak dewasa, Davina tak punya kesibukan apapun selain berkumpul dengan teman-temannya, melakukan kegiatan sosial dan olahraga. Jadi dia sering menghabiskan waktu luangnya untuk membuat kue ataupun cemilan sehat lainnya.
"Mama sedang membuat kue kesukaan Kakak mu." Jawabnya kemudian.
"Ada apa El.?" Tanyanya. Davina sudah tau kebiasaan Elia, jika sudah menempel padanya seperti itu, pasti ada yang di inginkan oleh putri cantiknya.
"Mauren dan Viona mengajakku makan siang di luar. Apa aku boleh ikut.?" Dengan nada bicara memelas, Elia menatap memohon. Dia tau kelemahan Davina yang tidak akan pernah tega melihat putrinya bersedih.
"Hanya Mauren dan Viona saja.? Tidak ada yang lain.?" Tanya Davina dengan tatapan menelisik. Dia sampai menghentikan kegiatannya dan menatap putrinya itu.
Elia mengangguk cepat.
"Seperti biasa aku akan menelfon Mama kalau sudah sampai." Elia berusaha meyakinkan Davina. Dia tau sudah melakukan kesalahan karna membohongi sang Mama, tapi dia juga ingin merasakan kehidupan seperti anak-anak remaja di luar sana. Yang terpenting dia tak akan melupakan nasehat kedua orang tuanya untuk selalu menjaga diri dan kehormatannya.
"Ya sudah, tapi jangan pulang terlalu sore." Davina akhirnya mengijinkan lantaran tidak tega menahan putrinya tetap berada di rumah, sedangkan sekarang adalah hari libur.
"Aaaa,,, terimakasih Mama ku yang paling cantik sedunia." Ucap Elia seraya memeluk dan mencium pipi Davina penuh cinta.
"Aku mau siap-siap dulu Mah." Elia melepaskan pelukannya dan beranjak dari dapur.
Davina tampak tersenyum dengan menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya yang menggemaskan itu. Walaupun usia Elia sudah 18 tahun, tapi di mata Davina, Elia tetaplah gadis kecilnya.
"Maafkan Mama karna belum bisa berkata jujur pada mu El." Mata Davina berkaca-kaca. Sampai detik ini dia belum berani mengatak pada Elia bahwa Elia bukanlah putri kandung mereka.
Davina takut Elia akan berubah setelah mengetahui kenyataan itu. Dia tak mau kasih sayang Elia padanya berkurang hanya karna mengetahui bahwa wanita yang merawatnya sejak bayi bukanlah orang tua kandungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Little Peony
Hi Othor, semangat! Salam dari Somebody Does Love ❤️!
2023-06-10
3
🌼 Pisces Boy's 🦋
nanti dipik ketemu Aditya tuh
2023-05-26
0
Dien Elvina
nanti pas nyampe di PIK ketemu sama Aditya yng lagi janjian sama teman nya..
2023-04-21
2