Karena pernyataan itu, Jaka pun mendadak jadi bingung harus mengatakan alasan apa. Karena sejujurnya, bukan soal persiapan yang dia cemaskan. Tapi, soal hatinya yang masih bimbang. Itu yang membuat dia reflek langsung berucap kata tidak barusan.
"Nak Jaka." Papa Meta langsung memanggil Jaka karena Jaka masih tidak bergeming.
"Iy-- iya, Om."
"Katakan alasan kamu, Nak. Apa bagi kamu, itu terlalu? Jika iya, maka om akan pertimbangkan lagi keputusan om barusan. Mungkin, kita bisa mengadakan pernikahan satu bulan setelah pertunangan ini. Bagaimana? Apa kamu setuju dengan hal itu?" Papa Meta kembali berucap dengan nada lemah lembut.
Tentu saja Jaka merasa sangat bersalah akan hal tersebut. Tapi, meskipun begitu, dia langsung menyetujui apa yang calon papa mertuanya itu katakan.
Keputusan yang telah kedua belah pihak sepakati pun dibuat. Pernikahan Jaka dan Meta akan diadakan satu bulan lagi. Dengan begitu, Jaka bisa leluasa meyakinkan diri untuk menjadikan Meta sebagai istri.
Karena pernikahan itu bukanlah sebuah permainan. Ada tanggung jawab besar di dalamnya. Karena itu, Jaka ingin punya banyak waktu agar hatinya benar-benar yakin, kalau keputusan yang telah ia ambil, itu adalah keputusan yang benar dan tidak akan membuat hidupnya merasa menyesal.
....
"Kak Jaka kenapa menunda pernikahan hingga satu bulan ke depan? Apa dia masih tidak yakin untuk menikah dengan aku?"
Meta yang mendengar kabar itu tentu merasa tidak enak hati. Bagaimana tidak? Dia yang sangat berharap dinikahkan secepatnya, eh ... malah mendapat penundaan dari calon suaminya sendiri. Tentu saja Meta merasa kalau Jaka masih bimbang dengan keputusan yang dia ambil.
"Aku akan bicarakan nanti dengan kak Jaka. Semoga ada penjelasan yang bisa membuat hati ini lebih tenang." Meta berucap sambil menarik napasnya dalam-dalam.
Cincin emas tersemat dengan indah di tangan Meta saat ini. Hatinya yang gundah bisa sedikit terobati saat melihat cincin yang cantik itu.
"Huft. Semoga penundaan itu kak Jaka ambil karena memang dia ingin menyiapkan dirinya dengan baik. Aku juga merasa gugup sebenarnya. Jadi, kak Jaka juga pasti merasakan hal yang sama. Maka dari itu, dia menunda pernikahan yang seharusnya terjadi minggu depan, jadi bulan depan."
Meta lagi-lagi berkata pada dirinya sendiri. Sebisa mungkin, dia meyakinkan dirinya, kalau penundaan itu adalah cara agar hubungan mereka semakin lebih baik lagi ke depannya.
Satu minggu pun berlalu. Kesempatan Meta untuk bicara dengan Jaka sepertinya belum bertemu saat yang pas. Karena Meta sekarang masih juga belum bertanya tentang maksud penundaan Jaka saat hari pertunangan mereka terjadi.
Entah karena persiapan pernikahan yang banyak. Atau mungkin karena Meta memang tidak ingin bertanya soal itu. Yang jelas, Meta masih belum tahu apa alasan Jaka menunda pernikahan mereka waktu itu.
Sekarang, mereka sudah ingin mencoba baju yang mereka pesan di butik. Butik mewah, milik keluarga ternama. Tentunya atas rekomendasi dari keluarga si adik angkat Jaka.
Meta dan Jaka tidak pergi bersama-sama. Karena Jaka ada urusan terlebih dahulu. Jaka pergi buat jenguk mamanya yang kini masih berada di rumah sakit jiwa. Sementara Meta, karena ada hal mendadak, dia tidak bisa ikut dengan Jaka.
Ketika Meta keluar dari rumah untuk pergi ke butik. Dia langsung berpas-pasan dengan seorang perempuan.
Sepertinya, perempuan itu datang dari desa. Terlihat sekali dandanan dan pakaiannya yang masih alami dengan gaya khas pedesaan yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat yang kental. Seperti, tidak terlalu norak ketika memakai alat-alat kosmetik. Juga tidak memperlihatkan aurat secara semena-mena.
"Ee ... permisi, Mbak. Maaf, saya mau nanya, apa ini benar alamat rumah Mas Jaka?"
Perempuan itu bertanya dengan nada yang sopan dan suara yang lemah lembut pada Meta.
Tentu saja Meta yang memang gadis yang baik langsung menanggapi pertanyaan itu dengan sopan pula. Dia pun langsung menghampiri perempuan tersebut.
"Iya, mbak. Ini rumah kak Jaka. Tapi, dia sedang tidak ada di rumahnya sekarang."
"Oh, dia tidak ada di rumahnya ya," ucap perempuan itu dengan nada agak melemah. Terdapat raut kecewa di wajah si perempuan saat tahu Jaka sedang tidak ada di sana.
"Mm ... apa mbak tahu dia ke mana? Eh, maksud saya ... apa ... dia pulang ke sini biasanya?" Perempuan itu bertanya lagi. Kali ini, dia sedikit gugup. Mungkin karena merasa telah salah menjatuhkan pertanyaan.
Meta yang melihat perempuan tersebut gugup, langsung mengukir senyum.
"Saya tahu ke mana dia pergi, Mbak. Kak Jaka sedang berada di rumah sakit jiwa untuk mengecek keadaan mamanya."
Sontak, ucapan itu langsung membuat si perempuan memasang wajah terkejut. Dengan mata yang melebar, dia melihat ke arah Meta.
"Rumah ... sakit jiwa? Mama ... mama mas Jaka berada di sana? Kok ... kok bisa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments