Satu bulan, dua bulan, dan waktu terus bergulir. Kini, Shakira sudah duduk di kelas 1 SD, Puput kelas 6 dan Nay masuk TK. Setiap pagi Hasna akan sibuk mengurus anak-anak yang hendak bersekolah. Mengantar dan menjemput anaknya.
Selain bersekolah, anak-anak Hasna juga sibuk mengikuti kegiatan tambahan lainnya. Shakira taekwondo, Puput renang dan Nay mewarnai.
Setiap hari mereka akan begitu sibuk. Setidaknya itu sedikit mengalihkan kesedihan Hasna meski satu tahun sudah berlalu.
"Bun, ini kakak. Bun, tolong anterin buku monitoring ibadah kakak ketinggalan di meja belajar di kamar."
Sebuah chat dari nomor wali kelas Puput, masuk. Hasna yang kebetulan sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, langsung menyiapkan makanan dan pergi kembali ke sekolah. Kali ini dia membawa kendaraan roda dua karena dianggap lebih cepat sampai ketimbang membawa roda empat.
"Na, mau ke mana?" tanya Bu Sari, mertua Hasna.
"Nganterin buku punya Puput, Bu."
"Oh. Oh iya, nanti sore kakak ipar kamu mau pulang."
"Kakak ipar?"
"Iya, Ana mau pulang sama suami dan anaknya."
"Alhamdulillah, setelah tiga tahun gak pulang, akhirnya pulang juga."
"Iya. Kamu jangan lama-lama di sekolah, bantuin ibu masak."
"Iya, Bu."
Setelah obrolannya selesai, Hasna kembali menyalakan motornya dan langsung pergi menuju sekolah.
Diperjalanan dia merasa tidak enak. Hatinya tidak karuan. Berusaha untuk tidak suuzon tapi pikirannya terus saja tertuju ke sana.
Ana, anak kedua Bu Sari yang sudah lama pergi merantau, tiba-tiba akan pulang. Hati hasna tidak tenang karena terakhir Ana datang malah membuat keributan.
Hasna menggelengkan kepalanya berharap pikiran buruknya pada Ana, hilang. Namun, konsentrasi Hasna buyar memikirkan hal-hal yang menakutinya sejak tadi. Dia bahkan tidak sadar saat akan hendak berbelok tidak melihat kanan kiri dan ....
"Eh, kecelakaan!"
"Tolong, tolong."
Beberapa orang yang kebetulan ada di sana, dan aa juga yang sedang lewat berhenti dan menolong Hasna yang tergeletak.
Samar-samar di mendengar orang-orang yang mengerumuninya.
"Tolong bawa, Pak. Saya akan tanggung jawab."
Seseorang menghentikan mobil yang sedang melintas, Hasna dimasukkan ke dalam mobil itu ditemani dua orang, suami istri.
Hasna merasa kepalanya begitu berat. Perlahan dia membuka matanya.
"Aku kenapa?" tanyanya sambil memegang kepalanya yang sakit.
Bagian belakang atas kepala Hasna diperban. Dia merasakan sakit yang luar biasa. Kakinya pun terasa perih dan linu.
"Na, udah sadar?"
Hasna mengenal suara itu.
"Ra, aku kenapa?"
"Ditabrak."
Hasna mengerutkan kening.
"Tadi, aku nelpon ke ponsel kamu. Mau bilang kalau yang jemput anak-anak aku aja karena aku mau bawa mereka ke pizza. Eh, yang angkat telpon malah orang lain, dia ngasih tau kalau kamu kecelakaan. Ya udah, aku di sini sekarang."
"Oh, makasih, Ra. Eh, Ra. Kalau kecelakaan kan gak bisa pake BPJS bukan?" tanya Hasna khawatir.
"Kenapa? Kamu tenang aja, orang yang nabrak kamu akan tanggung jawab sepenuhnya. Tau deh dia ke mana, tadi sih bilangnya mau beli makanan. Tau deh kalau kabur."
"Aku kenapa di ruang inap? Harusnya kan di UGD aja."
"Kamu harus dirawat katanya."
"Kalau aku di rawat, terus--"
"Anak-anak aku yang urus. Kamu tenang aja. Pokonya kamu harus sembuh dulu aja."
"Ra ...."
"Gak usah mewek."
Hasna tertawa getir.
"Permisi." Seseorang masuk.
"Nah, ini dia orang yang nabrak kamu. Lama banget, Pak. Saya kira mau kabur."
"Ish, Ra." Hasna mencubit tangan sahabatnya.
"Saya akan tanggung jawab. Mana mungkin saya kabur begitu saja."
"Syukur deh. Oh, iya, sahabat saya ini sebatang kara, suaminya baru meninggal dan dia tidak punya sodara. Saya akan mengurus anak-anaknya, dan bapak urus ibunya, oke? Kita bagi tugas, Pak."
Nama bicara Zahira terdengar ketus dan memerintah. Tentu saja itu karena dia marah sahabatnya berakhir di rumah sakit.
"Iya, Bu. Saya akan mengurus teman Mba. Saya akan menjaganya di sini. Mba silakan kalau mau pulang."
"Ngusir?"
"Katanya kita bagi tugas, apa mba mau di sini aja dan saya yang ngurus anak-anaknya?"
"Eh, ya enggak lah. Sawan tar anak-anak ketemu bapak."
Hasna merasa tidak enak hati pada pria itu karena ucapan sahabatnya.
"Na, aku pulang dulu. Pokoknya kamu tenang aja di sini, sembuhkan dulu lukanya, aku yang akan menjaga trio kurchil."
"Makasih, ya, Ra."
Zahira mengangguk. Dia pulang setelah memeluk sahabatnya.
"Kenalkan, nama saya Raden." Pria itu mengulurkan tangan.
"Hasna."
"Maaf, ya. Gara-gara saya kamu jadi seperti ini."
"Bukan sih, tadi saya yang agak fokus dan gak lihat-lihat. Emmm, kalau bapak ada keperluan lain gak apa-apa tinggalin aja. Saya bisa sendiri kok."
"Enggak, kok. Kebetulan saya gak sibuk jadi bisa menjaga Bu Hasna di sini."
"Apa boleh begitu?"
"Boleh."
Hasna mengangguk kecil.
"Kalau butuh apa-apa, bilang aja. Ini, makan roti ini dan minum yang banyak. Tadi saya nyari makan di depan tapi sepertinya tidak ada yang enak apalagi sehat. Kita tunggu sebentar aja, orang rumah akan mengantarkan makanan untuk kita."
Hasna menaikkan satu alisnya.
Raden menyimpan roti dan botol minum di nakas kecil yang ada di samping ranjang.
"Ini VIP kenapa ruangannya seperti ini?" Raden mengeluhkan kondisi ruangan yang ditempati Hasna.
"Apa kita pindah rumah sakit saja? Di kota banyak rumah sakit bagus dan nyaman."
"Gak perlu repot-repot, Pak. Ini juga udah bagus. Lebih dari cukup."
Raden terus memperhatikan sekeliling. Dia melihat keadaan rumah sakit itu dengan tatapan kesal dan jijik.
"Pak Raden, saya gak apa-apa di sini sendiri. Bapak bisa pulang. Bapak pasti gak nyaman kan di tempat ini."
"Saya sih oke. Cuma kamu yang sakit apa iya gak apa-apa?"
Hasna menggelengkan kepala.
"Jadi, bapak silakan kalau mau pulang. Saya benar-benar tidak apa-apa."
"Sebentar, ya. Saya angka telpon dulu."
Raden membalikkan tubuhnya dan membelakangi Hasna.
"Supir tanya ruangan. Dia sebentar lagi datang bawa makanan."
Hasna mengangguk pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments