Air mata yang tumpah

Setelah menjadi seorang ibu, banyak hal yang berubah pada seorang wanita. Bagaimana cara mereka bersikap dan berpikir akan cenderung berubah secara signifikan, terutama jika menyangkut urusan anak-anak.

Meski hati sedang terluka parah, tubuhnya harus tetap kuat seolah semuanya baik-baik saja.

Anak-anak sudah kehilangan sosok ayah yang mereka cintai. Mereka akan semakin terpuruk jika harus kehilangan sosok ibu yang masih Allah beri kesempatan untuk bernafas.

Hasna harus kuat demi anak-anaknya. Dia tidak ingin terlihat rapuh dan sedih di hadapan mereka karena itu akan membuat mereka ikut bersedih. Perjalanan mereka masih panjang, dan belum sampai di pertengahan jalan.

"Sarapannya dihabiskan ya. Sebentar lagi kita berangkat sekolah."

"Kenapa pagi banget, Bun? Kan aku sekolahnya agak siang." Shaki mengeluh.

"Bunda akan anter kalian sekaligus biar gak bolak-balik. Kamu nunggu sebentar kan gak apa-apa."

"Tapi aku masih ngantuk, Bun."

"Biasanya dong, Sha. Kan sebentar lagi juga kamu masuk SD. Orang lain mah subuh juga, kamu bangun doang pake acara ngeluh."

Hasna sedikit terkejut mendengar ucapan putri sulungnya. Tidak biasanya dia berbicara dengan nada yang agak tinggi.

"Ya sudah, kalian makan saja. Jangan banyak bicara nanti kegigit."

"Iya, Bun."

Meski berusaha keras menutupi kesedihannya, tidak semua anggota tubuh Hasna melakukan hal yang sama. Tangannya bergetar setiap dia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Bahkan sendok nya pun jatuh sebanyak dua kali.

Puput menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu jika ibunya hanya berusaha untuk tegar.

Menahan tangis saat makan adalah hal yang paling menyakitkan. Menelan makanan seperti menelan bongkahan batu besar. Sangat menyiksa.

Hasna tidak ingin keluar dari rumah, tapi apa daya dia harus mengantar anaknya sekolah. Butuh waktu 25 menit dari rumah menuju sekolah.

Jika hari biasanya Hasna akan turun dan mengantarkan anaknya hingga depan kelas, terutama yang TK. Namun, kali ini Hasna hanya mengantar depan gerbang.

"Pak Tara, titip Shakira ya tolong anterin ke kelasnya," ucap Hasna pada satpam yang berjaga di depan.

"Iya, Bu. Bu, turut berduka cita ya. Ibu yang sabar dan kuat."

Hana tersenyum getir. "Terimakasih, Pak."

"Ayo, Shakira. Kita masuk ke kelas." Satpam memegang tangan Shakira dan membawanya masuk ke dalam.

Baru saja Hasna ingin menaikkan jendela mobil, seseorang membunyikan klakson dari sebrang. Nampak seorang wanita melambaikan tangan. Dia memberi isyarat pada Hasna untuk masuk ke parkiran khusu orang tua.

"Apa kabarnya kamu, Na?"

Tapa berkata sepatah katapun, Hasna langsung berhambur ke dalam pelukan Zahira, sahabatnya.

Mereka saling memeluk dengan erat. Tangisan yang selama ini dia sembunyikan, tumpah ruah dalam pelukan Zahira.

"Kamu pasti kuat. Kamu itu wanita hebat dan tangguh, aku percaya sama kamu. Sabar ya kesayangannya aku."

Zahira mencoba menenangkan sahabatnya meski dia sendiri bercucuran air mata.

"Aku rindu sama mas Azam, Ra. Aku kangen pengen ngobrol berdua. Aku kangen, Ra."

Zahira hanya bisa mengangguk samar sambil membelai punggung Hasna.

Cukup lama Hasna menangis, dia butuh waktu untuk bisa kembali tenang setelah menumpahkan rasa sesak di dalam dadanya.

"Aku harus segera balik. Masih masa Iddah soalnya."

"Kenapa gak minta bantuan sodara aja, sih?"

"Siapa?" tanya Hasna seolah mempertegas sesuatu.

"Aaah, iya. Aku lupa. Jangankan sekarang Azam udah gak ada, dia masih ada aja kan ...."

"Ra ...."

"Iya, iya. Aku gak akan ngomong apa-apa. Ya udah buruan balik."

Zahira turun dari mobil Hasna, melambaikan tangan dengan perasaan cemas pada sahabatnya itu.

"Hmm, aku yakin kamu pasti bisa, Na. Kamu wanita kuat." Zahira berbisik dalam hatinya.

Zahira dan Hasna bersahabat sejak Puput dan Kayla -- anak Zahira-- bersekolah di tempat yang sama. Rumah mereka berdekatan, hanya beda desa.

Setelah sampai rumah, Hasna menyibukkan dirinya dengan pekerjaan rumah. Dia mulai dari memasak, setelah selesai memasak, dia mulai merapikan rumah. Pakaian yang ada di mesin cuci, dia ambil untuk dia jemur.

Pekerjaan rumah selesai, Hasna menjemput anak bungsunya di rumah keponakan yang mungkin bisa di bilang hanya dia yang menjadi sodara Hasna satu-satunya di sini.

"Nay ...."

"Bunda."

Nay berlari ke pelukan Hasna.

"Gimana, Mba? Udah selesai pekerjaan rumahnya?"

"Udah, Ti. Makasih ya udah jagain Nay."

"Sama-sama, Mba. Kalau perlu apa-apa, kasih tau aja."

"Iya. Makasih, ya. Aku pamit mau mandiin Nay dulu."

Siti mengangguk.

"Main apa tadi sama Riki?" tanya Hasna pada Nay saat mereka mandi.

"Aku main bola, Bun. Seru banget."

"Waaah, emang Nay bisa? Kan main bola haru lari-lari."

"Bisa, tapi aku jatuh. Ha ha ha."

Hasna ikut tertawa.

Setelah mandi dan rapi, Hasna mulai mengemas makanan untuk makan siang Puput. Puput sekolah di SDIT, full day school. Dia pulang pukul 16.20, sementara Shaki pulang pukul 11.45

Sesampainya di depan sekolah, Hasna kembali meminta bantuan satpam untuk menyimpan kotak makan ke loker milik Puput, sekaligus menjemput Shakira ke kelasnya.

"Makasih, ya, Pak." Hasna menyelipkan amplop sebagai rasa terimakasih pada satpam itu.

"Bun, mau es krim."

"Shaki mau es krim? Tapi take away aja ya. Soalnya bunda gak boleh main di luar."

"Nanti ayah dari surga marah, ya?" tanyanya polos.

"Iya. Nanti ayah marah kalau bunda lama di luar," ucap Hasna gemetar. Terbayang di pikirannya bagaimana saat Azan cemburu karen Hasna terlalu lama menjemput anak-anak. Dia merengek kayaknya anak kecil yang minta dibelikan oleh-oleh tapi tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Episodes
1 Pergi
2 Air mata yang tumpah
3 Rumah sakit
4 Peninggalan
5 Doa
6 Terzalimi
7 Awal yang baru
8 Bioskop
9 Kecelakaan
10 Beban
11 Cerita lain
12 Siuman
13 Senyum Puput
14 Rasa yang pernah ada
15 Dilabrak.
16 Julid
17 Sidang
18 Kesempatan
19 Fakta menyakitkan
20 Ketulusan hati
21 Pindah
22 Brankas
23 Kunjungan
24 Penjara suci
25 Lelah
26 Kecewa
27 Dia yang kembali
28 Langit malam
29 Pertemuan
30 Tawaran aneh
31 Tanda cinta
32 Peringatan warga
33 Rezeki tak terduga
34 Kesedihan Akhtia
35 Sadar
36 Someone
37 Perkenalan
38 Penerimaan di atas penderitaan
39 Meminta restu
40 Lamaran
41 Lunch
42 Amarah
43 Rujuk
44 Fakta yang terbongkar
45 Pancingan
46 Pesta
47 Luka
48 Batal
49 Bertukar posisi
50 Pembatal kontrak
51 Keputusan akhir
52 Maaf
53 Raja tapi Namrud
54 Interview
55 Pelukan kerinduan
56 Kram perut
57 Kecurigaan
58 Tatapan jijik Hasna
59 Perasaan Wartono
60 Benci dan Rindu
61 Ternyata
62 Jebakan
63 Siapa orang itu?
64 Sang Owner
65 Berita mengejutkan
66 Kepercayaan Hasna
67 Resign-nya mira
68 Keputusan Raden
69 Pak mahmud
70 Kepergian Pak Mahmud
71 Menginap
72 Hilangnya rekaman cctv
73 Keterkejutan Puput
74 First Day
75 Ada apa?
76 Transfer
77 Akad
78 Andai saja ....
79 Inner child
80 Sup ayam
81 Salah faham
82 Pilihan
83 Selamat tinggal
84 Jatuh cinta
85 Kehangatan
86 Ojol?
87 Satu rasa beda arti
88 Cemburunya Akhtia
89 Ditembak
90 Situasi yang memanas
91 Siapa yang salah
92 Dealova
93 Terbongkarnya identitas Puput
94 Terungkapnya sang pemerkosa
95 Penjelasan yang membuka rahasia
96 Lamaran untuk Puput
97 Berita
98 Terjaga
99 Tidak adanya restu
100 Pecah ketuban
101 Akhir perjalanan cinta
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Pergi
2
Air mata yang tumpah
3
Rumah sakit
4
Peninggalan
5
Doa
6
Terzalimi
7
Awal yang baru
8
Bioskop
9
Kecelakaan
10
Beban
11
Cerita lain
12
Siuman
13
Senyum Puput
14
Rasa yang pernah ada
15
Dilabrak.
16
Julid
17
Sidang
18
Kesempatan
19
Fakta menyakitkan
20
Ketulusan hati
21
Pindah
22
Brankas
23
Kunjungan
24
Penjara suci
25
Lelah
26
Kecewa
27
Dia yang kembali
28
Langit malam
29
Pertemuan
30
Tawaran aneh
31
Tanda cinta
32
Peringatan warga
33
Rezeki tak terduga
34
Kesedihan Akhtia
35
Sadar
36
Someone
37
Perkenalan
38
Penerimaan di atas penderitaan
39
Meminta restu
40
Lamaran
41
Lunch
42
Amarah
43
Rujuk
44
Fakta yang terbongkar
45
Pancingan
46
Pesta
47
Luka
48
Batal
49
Bertukar posisi
50
Pembatal kontrak
51
Keputusan akhir
52
Maaf
53
Raja tapi Namrud
54
Interview
55
Pelukan kerinduan
56
Kram perut
57
Kecurigaan
58
Tatapan jijik Hasna
59
Perasaan Wartono
60
Benci dan Rindu
61
Ternyata
62
Jebakan
63
Siapa orang itu?
64
Sang Owner
65
Berita mengejutkan
66
Kepercayaan Hasna
67
Resign-nya mira
68
Keputusan Raden
69
Pak mahmud
70
Kepergian Pak Mahmud
71
Menginap
72
Hilangnya rekaman cctv
73
Keterkejutan Puput
74
First Day
75
Ada apa?
76
Transfer
77
Akad
78
Andai saja ....
79
Inner child
80
Sup ayam
81
Salah faham
82
Pilihan
83
Selamat tinggal
84
Jatuh cinta
85
Kehangatan
86
Ojol?
87
Satu rasa beda arti
88
Cemburunya Akhtia
89
Ditembak
90
Situasi yang memanas
91
Siapa yang salah
92
Dealova
93
Terbongkarnya identitas Puput
94
Terungkapnya sang pemerkosa
95
Penjelasan yang membuka rahasia
96
Lamaran untuk Puput
97
Berita
98
Terjaga
99
Tidak adanya restu
100
Pecah ketuban
101
Akhir perjalanan cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!