Peninggalan

Hasna hanya bisa chat menanyakan kabar anak-anaknya pada Zahira. Dia ingin melakukan hal video call tapi itu akan memperkeruh suasana. Anak-anak yang kecil akan menangis jika melihat ibunya sedang di rawat. Sementara dengan Puput, Hasna terus berkomunikasi secara terpisah.

"Sedang chat sama anaknya?" tanya Raden yang tiba-tiba datang.

"Eh, Pak? Saya kira bapak pulang bareng sopir tadi."

"Saya nunggu di depan karena takutnya ibu gak nyaman ada saya di sini."

"Emang agak aneh ya, Pak. Selain kita ini bukan muhrim, kita juga tidak saling mengenal. Maksudnya baru kenal."

"Saya kembali ke depan saja kalau begitu."

Hasna melihat keluar jendela, di luar sedang hujan cukup besar.

"Gak apa-apa, Pak. Di sini saja."

Raden membalikkan badan. "Bener gak apa-apa?"

Hasna mengangguk pelan.

"Maaf, Pak. Kepala saya sakit, saya tinggal tidur, ya."

"Oh, iya. Silakan, silakan. Saya duduk di sini saja."

Hasna membalikkan badan saat berbaring. Menutup tubuhnya dengan selimut hingga menutup hampir seluruh wajahnya, hanya menyisakan mata dan kepala.

Air mata Hasna kembali menetes.

Mas, andai saja yang menjagaku adalah kamu, mungkin rasanya akan berbeda. Aku akan meminta kamu mengusap-usap kepalaku yang sakit. Aku akan minta kamu menyuapiku karena aku pusing kalau duduk. Aku juga akan meminta kamu mengambilkan wash untuk aku pipis karena kakiku sakit kalau berjalan. Tapi, sekarang aku harus melakukan semuanya sendiri. Aku bahkan harus terlihat baik-baik saja. Mas ... aku kangen sama kamu.

Meski tidak bersuara, namun Raden bisa melihat gerakan tubuh Hasna dibalik selimut. Pundaknya bergerak tapi tidak sesuai dengan nafasnya. Turun naik dengan tempo yang sedikit lebih cepat.

Apa dia sedang merindukan suaminya yang baru meninggal? Itu sudah pasti. Dia kesakitan tapi aku sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain menemani dan memastikan dia tidak sendiri.

Raden kembali melihat layar ponselnya. Melihat berita, YouTube, dan juga media sosial lainnya. Entah apa yang sedang dia cari. Hanya melihat-lihat tanpa tujuan yang pasti.

"Besok bawa Bi Juriah ke sini."

Chat itu pun dia kirimkan.

"Baik, Pak."

Balasan chat itupun datang tidak sampai satu menit.

Setidaknya Bi Juriah bisa membantunya di sini.

Raden menyimpan ponselnya. Dia membaringkan tubuhnya di atas sofa kecil yang ada di ruangan itu. Matanya yang lelah mulai terpejam.

"Kenalkan, ini Bi Juriah. Dia sudah lama bekerja pada saya." Raden mengenalkan pembantunya pada Hasna saat matahari sudah muncul meski dia terlihat malu-malu dan bersembunyi di balik awan yang agak hitam.

Hasna tersenyum ramah.

"Bi, saya harus pulang karena ada urusan pekerjaan. Tolong jaga dia untuk saya, ya. Bibi bantuin dia barang kali butuh apa-apa. Dan ini ...."

Raden mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Ini uang untuk bibi atau Bu Hasna ingin membeli sesuatu. Nanti saya kembali sore hari."

"Ini kebanyakan kalau untuk sampai sore, Pak."

"Gak apa-apa, takutnya Bu Hasna ingin sesuatu."

Hasna tersenyum samar pada Raden.

"Oke, ya. Gak ada apa-apa lagi bukan? Saya permisi dulu."

Hasna mengangguk. Raden pun pergi.

"Bu, ada yang bisa saya lakukan? Mau saya pijit?"

"Enggak, Bi. Saya gak butuh apa-apa. Saya cuma ingin cepet sembuh karena sudah kangen sama anak di rumah."

"Iya, iya. Mau minum barang kali?"

Hasna menggelengkan kepala pelan-pelan.

Hasna dan Bi Juriah tampak berbincang. Mereka terlihat akrab meski baru saja bertemu. Hasna tidak lagi diam seperti saat ada Raden.

"Permisi."

Bi Juriah dan Hasna menoleh ke arah pintu. Muncul seorang wanita dan satu orang laki-laki.

"Ibu?"

Bu Sari mendekati Hasna.

"Ini kamu ngambil kamar VIP? Apa gak mahal bayarnya? Kalau bisa bayar rumah sakit sebagus ini, kamu bayar aja keperluan tahlilan suami kamu. Gak harus ibu dan sodara suami kamu yang bayar. Oh, iya, ibu denger perusahaan juga ngasih uang bela sungkawa, mana uangnya? kamu pake buat apa?"

"Bu, selama tahlilan kan memang aku yang bayar semua. Ibu dan yang lainnya hanya ngasih sekedarnya bukan?" jawab Hasna sopan.

"Terus, itu uang belasungkawa dari perusahaan mana? Kamu pakai apa? Adik kamu Widia mau bayar uang praktikum."

"Bu, Mas Azam kan udah gak ada, masa biaya kuliah Widia masih harus aku yang nanggung? Uang dari perusahaan gak seberapa dan itu aku simpan buat tabungan anak-anak. Mereka juga masih harus sekolah."

"Ya kan nanti kalau anak kamu sekolah, bisa ibu bantu?"

Hasna hanya bisa diam mendengar ucapan mertuanya.

"Uang tabungan kamu dan Azam pasti banyak kan? Setidaknya bagi ke sodara Azam, mereka juga berhak."

"Hak? lalu siapa yang akan menjamin anak-anak mas Azam, Bu? Kami masih harus menjalani hidup. Puput, Nay, dan Shaki masih harus sekolah, harus makan dan jajan."

"Kamu itu memang pelit sejak azam hidup."

Bu Sari pergi begitu saja meninggalkan Hasna. Wanita menundukkan kepala. Air matanya menetes entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Bu ...." Bi Juriah mendekati Hasna. Mengusap pundaknya dengan lembut. Meski tidak menjelaskan apa-apa, Bi Juriah bisa memahami apa yang sedang terjadi pada Hasna.

"Maaf, ya, Bi. Bibi harus melihat ini semua?"

"Gak apa-apa, Bu. Saya mengerti kok. Ibu sudah benar, pertahankan peninggalan suami ibu untuk anak-anak. Saya rasa kalaupun nanti uangnya ibu kasih, kalau anak-anak ibu sekolah pasti gak akan dibantu. Kalau niat bantu ya jangan lah minta uang tabungan peninggalan suami ibu."

"Makasih, Bi."

"Kalau mau nangis, nangis aja gak apa-apa."

Hasna yang selama ini selalu memendam segalanya, sudah tidak punya tenaga untuk tetap diam. Dia menangis sejadinya.

Tangisan pilu Hasna terdengar oleh Raden yang sejak tadi ada di luar.

Terpopuler

Comments

Nusa thotz

Nusa thotz

bagus...bahasa n logikanya sejauh ini 👍🏽👍🏽👍🏽

2025-01-16

0

lihat semua
Episodes
1 Pergi
2 Air mata yang tumpah
3 Rumah sakit
4 Peninggalan
5 Doa
6 Terzalimi
7 Awal yang baru
8 Bioskop
9 Kecelakaan
10 Beban
11 Cerita lain
12 Siuman
13 Senyum Puput
14 Rasa yang pernah ada
15 Dilabrak.
16 Julid
17 Sidang
18 Kesempatan
19 Fakta menyakitkan
20 Ketulusan hati
21 Pindah
22 Brankas
23 Kunjungan
24 Penjara suci
25 Lelah
26 Kecewa
27 Dia yang kembali
28 Langit malam
29 Pertemuan
30 Tawaran aneh
31 Tanda cinta
32 Peringatan warga
33 Rezeki tak terduga
34 Kesedihan Akhtia
35 Sadar
36 Someone
37 Perkenalan
38 Penerimaan di atas penderitaan
39 Meminta restu
40 Lamaran
41 Lunch
42 Amarah
43 Rujuk
44 Fakta yang terbongkar
45 Pancingan
46 Pesta
47 Luka
48 Batal
49 Bertukar posisi
50 Pembatal kontrak
51 Keputusan akhir
52 Maaf
53 Raja tapi Namrud
54 Interview
55 Pelukan kerinduan
56 Kram perut
57 Kecurigaan
58 Tatapan jijik Hasna
59 Perasaan Wartono
60 Benci dan Rindu
61 Ternyata
62 Jebakan
63 Siapa orang itu?
64 Sang Owner
65 Berita mengejutkan
66 Kepercayaan Hasna
67 Resign-nya mira
68 Keputusan Raden
69 Pak mahmud
70 Kepergian Pak Mahmud
71 Menginap
72 Hilangnya rekaman cctv
73 Keterkejutan Puput
74 First Day
75 Ada apa?
76 Transfer
77 Akad
78 Andai saja ....
79 Inner child
80 Sup ayam
81 Salah faham
82 Pilihan
83 Selamat tinggal
84 Jatuh cinta
85 Kehangatan
86 Ojol?
87 Satu rasa beda arti
88 Cemburunya Akhtia
89 Ditembak
90 Situasi yang memanas
91 Siapa yang salah
92 Dealova
93 Terbongkarnya identitas Puput
94 Terungkapnya sang pemerkosa
95 Penjelasan yang membuka rahasia
96 Lamaran untuk Puput
97 Berita
98 Terjaga
99 Tidak adanya restu
100 Pecah ketuban
101 Akhir perjalanan cinta
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Pergi
2
Air mata yang tumpah
3
Rumah sakit
4
Peninggalan
5
Doa
6
Terzalimi
7
Awal yang baru
8
Bioskop
9
Kecelakaan
10
Beban
11
Cerita lain
12
Siuman
13
Senyum Puput
14
Rasa yang pernah ada
15
Dilabrak.
16
Julid
17
Sidang
18
Kesempatan
19
Fakta menyakitkan
20
Ketulusan hati
21
Pindah
22
Brankas
23
Kunjungan
24
Penjara suci
25
Lelah
26
Kecewa
27
Dia yang kembali
28
Langit malam
29
Pertemuan
30
Tawaran aneh
31
Tanda cinta
32
Peringatan warga
33
Rezeki tak terduga
34
Kesedihan Akhtia
35
Sadar
36
Someone
37
Perkenalan
38
Penerimaan di atas penderitaan
39
Meminta restu
40
Lamaran
41
Lunch
42
Amarah
43
Rujuk
44
Fakta yang terbongkar
45
Pancingan
46
Pesta
47
Luka
48
Batal
49
Bertukar posisi
50
Pembatal kontrak
51
Keputusan akhir
52
Maaf
53
Raja tapi Namrud
54
Interview
55
Pelukan kerinduan
56
Kram perut
57
Kecurigaan
58
Tatapan jijik Hasna
59
Perasaan Wartono
60
Benci dan Rindu
61
Ternyata
62
Jebakan
63
Siapa orang itu?
64
Sang Owner
65
Berita mengejutkan
66
Kepercayaan Hasna
67
Resign-nya mira
68
Keputusan Raden
69
Pak mahmud
70
Kepergian Pak Mahmud
71
Menginap
72
Hilangnya rekaman cctv
73
Keterkejutan Puput
74
First Day
75
Ada apa?
76
Transfer
77
Akad
78
Andai saja ....
79
Inner child
80
Sup ayam
81
Salah faham
82
Pilihan
83
Selamat tinggal
84
Jatuh cinta
85
Kehangatan
86
Ojol?
87
Satu rasa beda arti
88
Cemburunya Akhtia
89
Ditembak
90
Situasi yang memanas
91
Siapa yang salah
92
Dealova
93
Terbongkarnya identitas Puput
94
Terungkapnya sang pemerkosa
95
Penjelasan yang membuka rahasia
96
Lamaran untuk Puput
97
Berita
98
Terjaga
99
Tidak adanya restu
100
Pecah ketuban
101
Akhir perjalanan cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!