Dengan menyeret langkah kakinya, Dalfi meninggalkan area kantor.Bersiap berdesakan dengan para pengedara lainnya untuk berlomba pulang kerumah.Dalfi mengemudikan mobil menuju kawasan perumahan elite.
Melewati gerbang pintu masuk perumahan, Dalfi sudah disambut para security yang berjaga didepan pintu masuk utama perumahan.Tidak lupa mereka memberikan hormat. Nampak rumah mewah berderet sepanjang jalan menuju rumahnya. Lampu taman dengan berbagai bentuk berkedap kedip menghiasi setiap halaman rumah yang dilewatinya.
Tin
Setelah sampai didepan pagar rumahnya,Dalfi membunyikan klakson mobilnya. Nampak Pak Bas menyembulkan kepalanya dari dalam pos security.Melihat siapa yang datang bertamu.Agak sedikit heran, dilihatnya mobil Tuan Muda nya yang jarang pulang.Bergegas Dia berlari membuka pintu gerbang dan memberikan salam.
"Selamat malam, Bos! " ucap pak Basuki sambil menganggukan kepala.
"Terima kasih,Pak Bas!" melirik sebentar kemudian berlalu masuk.
Didalam gerbang itu terdapat halaman yang luas dengan sebuah gazebo dan suara gemericik air mancur. Empat buah kursi taman dan meja bulat tertata rapi tidak jauh dari air mancur. Tidak lupa beberapa tanaman bunga yang tumbuh terawat.
Pelayan yang mendengar ada suara mobil langsung membuka pintu.
"Selamat malam,Tuan!" ucap Bibi.
"Hemm! Dimana ayah dan ibu? ".
"Tuan dan Nyonya sedang makan malam! ".
" Bagaimana kabar anda,Tuan?,Sudah Lama tidak berkunjung kesini!" ucap Bibi basa basi.
Dalfi hanya tersenyum menjawab pertanyaan Bibi. Menyerahkan tas dan jas kerjanya kepada pelayan,kemudian pergi menemui orang tuanya. Bu Rini yang mengetahui kedatangan putranya langsung berdiri menyambut dengan pelukan.
" Sayang, kenapa tidak bilang kalau mau pulang! Ibu kan bisa menyuruh Bibi masak makanan kesukaanmu" sambil mencium kedua pipi putra semata wayangnya.
"Duduklah! sudah lama kita tidak makan bersama seperti ini" Bu Rini melanjutkan perkataannya.
Ayah yang melihat interaksi kedua ibu dan anak itu hanya menyunggingkan senyum tipisnya. Bibi yang sudah siap menyiapkan piring,berlalu kembali ke dapur.
"Bagaimana lukamu? Apakah masih sakit?" Ibu bertanya sembari mengambilkan nasi dan menuangkan lauk ke piring Dalfi.
" Sudah mendingan, Bu. Aku baik-baik saja.Ibu tidak perlu mengkhawatirkan Aku!" menjawab sambil menyuapkan makanan kemulut. Perutnya yang sedari tadi siang belum diisi, seakan meronta-ronta minta jatah.
"Sementara ini, Kamu tinggal disini saja, Sayang!Sampai lukamu benar-benar sembuh, baru kembali apartemen. Iya kan ,Yah? " Bu Rini mencoba meminta pendapat suaminya.
Ayah yang sedari tadi diam akhirnya berkomentar. Sembari mengunyah makanannya."Jangan terlalu dimanjakan anakmu itu! Biarkan saja Dia,Lukanya tidak seberapa parah dibandingkan korbannya!".
Dalfi hanya diam saja mendengar Ayahnya berbicara.
"Sudah, jangan dengarkan Ayahmu itu! Ayo,lanjutkan makannya! " mengambil telur dan menaruh di piring dalfi.
"Ehem! ,Ayah.. Ibu,setelah makan,Aku ingin berbicara dengan kalian".
" Kenapa tidak sekarang saja! disini! "ucap Pak Andre sinis.
" Ayah..! "timpal Ibu.
Ibu tahu, sebenarnya suaminya masih merasa kesal dengan Dalfi.Jadi,sebisa mungkin Ia harus menjadi penengah agar tidak terjadi perdebatan lagi.
" Kita habiskan dulu makanannya, Kita masih punya banyak waktu untuk mengobrol" lanjut ibu.
Terlihat Dalfi mengambil nafas panjang. Sudah bersiap menghadapi reaksi ayahnya. Diletakkan sendoknya diatas piring.
" Aku.... Aku akan menikah dalam waktu dekat ini! "ucap Dalfi agak ragu.
" Hah! Menikah?Kamu tidak menghamili anak orang kan?Sebenarnya apa ada hal yang sedang kamu sembunyikan? " Ibu yang sempat kaget,lalu bertanya penuh selidik.
Ternyata Ibu lebih antusias dengan perkataan Dalfi.
"Jangan bilang kalau kamu akan menikahi Vania! Sampai kapanpun,Ibu tidak akan pernah merestui!" nada bicara Ibu sudah naik satu oktaf.
Ibu sudah terlanjur emosi bila berkaitan dengan Vania. Walaupun dulu, Dia sangat menyetujui hubungan anaknya.Akan tetapi,setelah mendengarkan penjelasan sekretaris Kim,sayangnya langsung berubah menjadi benci.
Ayah hanya diam saja mengamati. Menunggu Dalfi melanjutkan kata-kata nya.
"Lisa! Namanya Khalisa Almira. Ayah dan Ibu,sudah pernah menemui nya. Dia gadis yang Aku tabrak kemarin! Aku akan menikah dengannya!" dengan tenang Dalfi menjawab Ibunya.
Ibu mengernyitkan alisnya.Ibu tahu betul bagaimana perangai anaknya. Pasalnya Dalfi bukanlah orang yang bisa serta merta jatuh cinta. Apalagi ini sampai menikah.
Brak
Ayah berdiri menggebrak meja makannya
" Ayah tidak pernah mengajarimu untuk tidak menghargai wanita! lalu apa ini, Hah!" bentak Ayah.
Suara ayah menggelegar di seluruh ruangan. Ibu dan para pelayan dirumah itu ikut tersentak.
" Lelucon apa yang tengah Kau mainkan,Dalfi!!" melempar sendok kewajah dalfi.
Tringg
Sendok jatuh terpental entah kemana.Dalfi berhasil menghindari lemparan ayahnya. Beruntung piring tidak ikut melayang.
"Aku serius dengan ucapanku, Yah! dan gadis itu juga menyetujuinya" Dalfi berusaha menyakinkan orang tuanya. Dia juga terpaksa berbohong jika ide itu keluar dari kepalanya.
Ibu buru-buru berdiri menghampiri suaminya. Memegangi tangan dan mengelus pundaknya. Berusaha menenangkan suaminya. Ibu takut jika suaminya nanti terkena serangan jantung.
" Pernikahan itu bukan permainan! itu berhubungan langsung dengan Tuhanmu!Tanggung jawab dunia akhirat,lahir dan batin" Ayah kembali duduk dengan satu tangan yang masih digenggam Ibu.
Ayah menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan.Mencoba mengontrol emosinya yang mendadak meledak.
"Tidak, Yah! Aku tidak pernah ingin bermain api" ucap Dalfi mantap.
Karena aku,sekarang Lisa tidak punya orang tua.Aku akan bertanggung jawab atas kesalahan ku dengan menikahinya.
"Apakah Ayah dan Ibu merestui?" sejenak menatap orang tuanya kemudian melanjutkan ucapan nya
"Aku sudah menemui gadis itu dirumah sakit. Dia setuju tidak memperpanjang masalah insiden kemarin. Dan dia juga setuju jika Aku menikahinya" Dalfi melanjutkan kata-katanya.
Ayah nampak berpikir sejenak. Merenungkan ucapan anaknya. Toh disini tidak ada yang dirugikan. Tidak ada pemaksaan juga pikirnya.
"Semua keputusan ada padamu!. Ayah hanya berharap jangan sampai kau kecewakan gadis itu. Ingat pesan Ayah! Jika sampai itu terjadi, Kau akan berhadapan dengan Ayah! "nasihat sekaligus ancaman dari ayahnya.
Dalfi melirik ibunya.
" Semua terserah padamu,Nak! Kau pasti tau dengan pilihanmu. Semoga ini yang terbaik!" Ibu tersenyum melihat Dalfi.
"Ibu percaya padamu!".
Sudah sejak lama Ibu merindukan suara tawa anak kecil. Rumah sebesar ini terasa sepi jika hanya dihuni oleh dua orang dan beberapa pelayan. Dulu ibu sangat berharap Dalfi menikah secepatnya dengan Vania.Tapi semuanya tidak sesuai harapan.
"Terima kasih Ayah, Ibu!" senyumannya mengembang seperti anak kecil yang dibelikan mainan. "Malam ini,Aku akan tidur dirumah. Badanku rasanya sakit semua" mengeliat dan menarik tangannya keatas.
"Aku kekamar dulu!" berlalu setelah memberikan ciuman untuk ibunya.
Ternyata tidak sesulit itu meminta restu Ayah dan Ibu. Padahal dalam benaknya tadi, Dalfi sudah membayangkan akan mendapatkan pukulan dari Ayahnya.
Sesampainya dikamar, Dalfi langsung merebahkan tubuhnya ke kasur.Dibukanya ikatan dasi yang terasa mencekik lehernya.Ditatapnya langit-langit kamar,sekilas bayangan lisa berputar dikepalanya. Senyumannya menempel kuat diingatan.
Ahhh...!! kenapa jadi gadis itu yang aku pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments