Aku Juga Ingin Menikah
Wanita mana yang tidak memiliki keinginan untuk menikah? Tentu semua orang ada keinginan untuk menikah. Terlebih lagi usia sudah cukup matang untuk membina hubungan rumah tangga, hidup di jaman yang semua serba modern, alih - alih sebuah pernikahan pun dianggap sebagai hal yang wajib setiap hari dipertanyakan. "Kapan? dan secepatnya!" kalimat yang seakan menjadi sebuah momok tersendiri. Seakan hal itu jika tidak ditanyakan pada orang yang bersangkutan, akan menjadi sebuah masalah bagi si penanya. Banyak orang yang menjadi depresi karena pertanyaan - pertanyaan ini, padahal bukankah menjadi seorang wanita yang memilih untuk fokus meniti karir adalah sesuatu hal yang lumrah?. Apalagi jika kita mengingat ibu Kartini bahwa emansipasi wanita adalah hak semua wanita. Jadi menunda untuk menikah bukan berarti tidak menikah! Apa salahnya jika sedikit lebih terlambat, bukan kah lebih baik seperti itu asalkan segala sesuatu sudah dipersiapkan dengan baik?.
Dibandingkan dengan menikah hanya karena orang lain yang terus mempertanyakan kapan kita menikah?, padahal dari diri kita sendiri pun masih belum siap, baik finansial maupun mental. Pernikahan itu ibarat sebuah kanvas, apapun yang akan kita lukis dengan warna yang kita mau. jika memang pada suatu hari ditemukan adanya ketidak sesuaian dengan apa yang kita lukis dan harapkan, apakah kita bisa menghapusnya? Mungkin bisa! namun bukankah akan tetap meninggalkan bekas. Di pandang oleh mata pun akan tidak nyaman.
Pernikahan itu sakral dan sebisa mungkin tidak tercerai kan, mungkin hampir semua insan di bumi ini menginginkan pernikahan hanya cukup terjadi sekali. Itulah mengapa harus benar - benar dipersiapkan lahir dan batin.
Agita Naya Prawira, seorang wanita berusia 27 tahun ia bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Kesibukannya di penuhi dengan tumpukan berkas dan berbagai macam agenda yang sudah tersusun dengan rapih. Nathan Alexander, laki- laki yang menjadi peran utama di perusahaan Naya bekerja.
Ia seorang CEO yang memiliki kepribadian perfeksionis dalam segala hal dan disiplin waktu yang diterapkan untuk semua karyawan di perusahaannya. Ia dikenal sebagai seorang pimpinan yang tidak tertarik dengan seorang wanita. Bukan karena ia tidak normal tetapi karena pikirannya saat ini hanya difokuskan untuk bekerja. Lalu bagaimana dengan Naya yang justru menginginkan sebuah pernikahan namun disisi lain ada rasa takut yang menyelimuti dalam dirinya, bukan karena tidak ada pria yang menyukainya. Melainkan karena adanya sebuah masa lalu yang masih menjadi sebuah dinding pembatas, terlebih lagi keterikatan akan sebuah kontrak kerja di atas hitam dan putih.
Bagaimanakah dengan kehidupan percintaan Naya selanjutnya? Akankah sebuah pernikahan akan terjadi pada dirinya?
BAB 1
*Ulang Tahun Naya*
"Bahagiakan mama." Kalimat yang selalu terngiang dipikiran Naya, setiap kali mengingat hal itu matanya menjadi berkaca- kaca. Ada sebuah beban yang ia rasa berat untuk dipikul.
"Nay kapan kamu nikah? Mulai hari ini saya kasih lampu kuning buat kamu." Teringat jelas seorang manajer di perusahaan Naya bekerja. lampu kuning disini artinya sebuah peringatan , untuk Naya harus lebih fokus untuk soal percintaan.
"Nay, usiamu sudah cukup untuk menikah. Kamu cantik, kerjaan juga sudah mapan, apa lagi yang kamu cari?." Teman- teman yang ia kenal di perusahaan pun setiap hari mempertanyakannya.
"Jangan pilih- pilih, kalau ada langsung sikat!." Ujar seseorang yang terlihat begitu semangat.
"Gak perlu seiman, kalau cocok kenapa gak? Jangan terlalu egois kalau memang jodohmu beda iman, masa kamu nolak?."
Kalimat yang membuat Naya gemas mendengarnya, bagi Naya sebuah iman atau kepercayaan itu tidak bisa dicampur adukan dengan sebuah perasaan. Karena iman adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan perasaan adalah hubungan ke dua insan dan tentunya juga harus melibatkan Tuhan di dalamnya. Bukan kah lebih baik satu iman dan se amin? yang terkadang satu frekuensi saja masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan, bagaimana dengan yang tidak.
***
“Selamat pagi mba Naya” sapa salah seorang office boy ketika sedang membersihkan kaca ruangan Naya.
“Pagi, Candra” ucap Naya singkat sambil tersenyum
“mau saya buatkan kopi mba?” Candra berusaha untuk menawarkan kopi karena melihat Naya yang terlihat tidak bersemangat seperti kurang tidur.
“Terimakasih Can, maaf hari ini biasa perut sedang tidak bersahabat lagi." Ucapnya sambil mengoleskan minyak kayu putih.
Sejak ia masuk dalam dunia kerja, jika ia sudah dilanda dengan yang namanya stress, maka sudah menjadi kebiasaan terburuknya adalah bersahabat dengan toilet. Mungkin yang menjadi pemicunya kali ini adalah pertanyaan kapan menikah? seakan menjadi obat pencuci perutnya.
“Baik mba, nanti kalau butuh sesuatu bisa panggil Candra saja ya” ujar Candra sebelum meninggalkan ruangan Naya.
Naya menjadi seperti workaholic sejak ia menginjakkan di kota Metropolitan. Ia yang berusaha untuk selalu memberikan dedikasi yang terbaik untuk perusahaan sumber penghasilannya. Terkadang bekerja dengan waktu 8 jam dalam satu hari lamanya, masih belum merasa cukup sampai bahkan ia meminta untuk lembur pada malam hari dan di hari libur pun ia gunakan untuk bekerja, ia sekalipun tidak mau menyia-nyiakan waktu hanya untuk sekedar melepas lelah dengan rebahan. Hingga pelariannya dengan minum kopi setiap hari yang menurutnya mampu menghilangkan rasa ngantuk ataupun lelah. Alih - alih juga salah satu cara untuk ia menghindar dari orang - orang yang selalu mempertanyakan kapan ia menikah.
[Dering telepon masuk]
“Selamat pagi dengan Naya bisa dibantu?” jawab Naya dengan nada ramah
“Nay bisa tolong ke ruangan saya sebentar, sekalian bawa berkas yang buat meeting nanti siang?” suara dari laki- laki sebrang telepon
Naya segera bergegas menuju ruangan Bramantyo Alexander, direktur utama dari perusahaan Naya bekerja. Dari lantai 5 menuju lantai 8 Naya memilih untuk menaiki tangga darurat karena menunggu lift yang entah kenapa disaat itu lama, karena memang biasanya lift yang dipakai khusus karyawan selalu ramai sedangkan lift khusus jajaran Direksi sedang di lakukan maintenance oleh teknisi.
Sesampainya di lantai 8 tubuh Naya sedikit oleng setelah menabrak sebuah dada bidang datar, seorang laki- laki yang berwajah bagai pangeran tampan berkulit putih, hidung mancung, alis tebal, bertubuh tinggi dan atletis. Disisi lain Naya masih terpesona dengan sosok laki- laki yang baru ia tabrak, tidak sadar bahwa berkas yang ia pegang jatuh berhamburan tepat di depan laki- laki itu.
“Dasar Ceroboh!” kata- kata singkat yang keluar dari bibir tipis warna pink itu
“Maaf pak, saya sedang terburu- buru jadi kurang hati- hati.” Pinta Naya dengan wajah gugup dan menyesal.
“Karyawan seperti ini kok dibiarkan bekerja disini!” kalimat yang keluar dari sosok laki- laki itu, sebelum melangkahkan kaki, melewati Naya yang masih sibuk membereskan berkas yang berjatuhan di lantai.
Di sisi lain Naya sambil menggerutu dirinya yang tidak biasanya memiliki sikap yang kurang hati- hati, tiga tahun bekerja di perusahaan Alexander baru kali ini ada orang yang mengatai Naya dengan kalimat kasar seperti itu. Sakit hati udah pasti iya, tetapi bagi Naya hal itu wajar karena mungkin salah satu peringatan untuk ia lebih berhati- hati lagi dalam bekerja.
“Tok..tok..tok..” Naya mengetuk pintu direktur utama.
“Selamat pagi pak, maaf saya…” Belum sempat Naya menyelesaikan kalimatnya sudah terpotong karena Pak Bramantyo Alexander sudah melanjutkan.
“Nay, kamu sudah bekerja disini sudah cukup lama bukan?"
"Iya, Pak."
"Selama bekerja di perusahaan ini, saya tidak pernah mengeluh akan hasil kerjamu, semua sangat baik. Kamu sungguh mendedikasikan diri untuk menjadi karyawan disini, sikap loyalitas mu sudah tidak diragukan lagi, sampai- sampai mungkin kamu tidak ada waktu bisa seperti karyawan lain pada umumnya yang disela- sela waktu kosong digunakan untuk main, berlibur dan lain sebagainya.”
Pak Bramantyo terdiam sejenak sambil menatap wajah Naya yang sedang bingung menatapnya.
“Apakah ada yang ingin kamu sampaikan pada saya, Nay?” Tanya pak Bramantyo pada Naya
“Maaf pak sebelumnya, saya masih belum paham akan maksud dari pertanyaan bapak?” ucap Naya dengan bibir bergetar.
“Nay, bapak tahu mungkin sebenernya kamu merasa lelah dengan tuntutan kerja di perusahaan ini. Anggap saya tidak hanya seperti atasan kamu tapi saya sudah seperti ayah mu yang bisa dan kapan saja kamu bercerita pada saya” Pak Bramantya masih terus menatap Naya dengan mata yang sudah mulai berkaca- kaca.
“Pak, jujur saya masih belum paham dengan yang bapak sampaikan pada saya. Apa saya ada kesalahan dalam melakukan tugas pak? Atau saya di panggil kesini karena saya mau diberhentikan kerja ya pak?” Runtut pertanyaan Naya dengan wajahnya yang polos.
Pak Bramantyo masih terdiam kemudian berkata , “Baik Nay, kamu sudah bisa kembali ke ruanganmu, nanti pukul 10.00 WIB ketemu di ruang meeting.” Ucap pak Bramantyo sebelum memutarkan kursi yang ia duduki kearah belakang.
Naya masih terpaku, ia tidak paham sama sekali dengan yang dikatakan atasannya itu. Ditengah perjalanan menuju ruangan, Naya masih bertanya- tanya sambil memikirkan apa ada yang salah dengan dirinya hingga pak Bramantyo seperti itu, entahlah saat ini hanya pertanyaan- pertanyaan yang belum ada jawaban berusaha untuk meracuni pikiran Naya.
[Pukul 10:00 WIB]
Naya sedang merapihkan penampilannya di depan kaca, menyisir rambutnya yang hitam dan berkilau ia biarkan terikat menjuntai panjang ke bawah. Warna gincu yang ia gunakan adalah warna choral, senada dengan warna rok yang ia kenakan menjadi pemanis tampilannya semakin terlihat anggun dan menawan.
“Ok! Sudah siap!” ucap Naya di depan kaca sambil tersenyum.
“Nay, kamu harus semangat! Yakin bisa!” Lagi- lagi Naya menyemangati dirinya sendiri yang sudah menjadi rutinitas setiap harinya.
Di sisi lain terlihat di ruang meeting sudah ada beberapa karyawan yang telah dengan pakaian rapih duduk manis di bangku masing- masing dan sembari memainkan benda elektronik persegi panjangnya. Beberapa waktu kemudian diikuti oleh jajaran direksi yang juga sudah mulai menempatkan posisi duduk ternyaman. Anehnya dimana dengan keberadaan Naya?
“Selamat pagi pak.” Semua karyawan yang sudah hadir di ruang meeting berdiri menyambut pak Bramantyo beserta jajarannya.
“Selamat pagi, semua.” Pak Bramantyo balik menyapa karyawannya.
“Baik, silahkan duduk. Meeting pagi ini segera kita mulai, namun sebelumnya saya buka dengan berdoa bersama dahulu agar segala yang kita kerjakan hari ini sungguh- sungguh kita pantas persembahkan sebagai amal ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mari sejenak kita panjatkan doa dan syukur kita atas berkat dan karunia-Nya yang telah senantiasa melindungi kita hingga hari ini, berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing- masing di mulai.” Pinta laki- laki paruh baya itu
“Selesai.” Ucapnya kembali.
“Baik silahkan bidang mana yang akan melaporkan pertama? Saya persilahkan.” Pak Bramantyo sembari menyusuri dimana sosok wanita yang selalu berada disisinya.
“Baik, sebelumnya terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan kepada kami bagian Marketing untuk melaporkan beberapa program yang rencananya akan dilaksanakan di tahun ini. Mungkin sebelumnya sudah pada tahu bahwa di tanggal 25 April adalah hari ulang tahun perusahaan tercinta ini, untuk itu kami ingin menyampaikan beberapa program...”
Manajer marketing mulai mempresentasikan isi dari program- program yang sudah direncanakannya hingga selesai.
Tiba- tiba seseorang laki- laki melangkahkan kaki dan menarik kursi disebelah Pak Bramantyo, sontak membuat semua orang yang hadir terkejut dan tak bergeming.
“ Tunggu! Sebelumnya apakah anda memiliki misi lain dengan merayakan ulang tahun perusahaan?" Tanyanya dengan santai.
"Tentu ada." Jawab pak Dodit dengan penuh keyakinan.
"Baik, adakah sesuatu yang bisa kita ambil keuntungan dari acara tersebut? Bukankah justru akan mengeluarkan banyak biaya ?" Laki- laki itu sambil tersenyum sinis dan saat ini netranya terfokus dengan laki- laki di depannya.
"Anda terlalu percaya diri!, bukankah akan membuang waktu anda semua dengan hal- hal yang tidak berguna? Oh iya! tidak hanya itu tentu juga akan ada 1001 alasan menunda pekerjaan lain, karena anda semua seakan menyibukkan diri untuk mempersiapkan acara ini?”. suaranya yang melesat nyaring di telinga namun tidak dengan yang tersampaikan di hati seakan terpatahkan seketika itu juga.
“Nathan! yang sopan.” Bisik pak Bramantyo
“Jadi bagaimana? Apakah dengan membuat acara ulang tahun perusahaan dengan konsep serba mewah? mengundang sederetan artis papan atas dan diselenggarakan di hotel mewah, dapat membantu meningkatkan pencapaian keuntungan perusahaan kita?”
Nathan tidak memperdulikan bisikan dari Pak Bramantyo, justru dengan wajahnya yang menampilkan seakan tidak setuju dengan program usulan Marketing yang telah ia dengar.
“Jadii…begi…” Manajer marketing, Pak Dodit mendadak tidak mampu menjelaskan lebih detailnya.
“Ah! Sudah lah, anda tidak perlu membuang waktu dan juga uang hanya untuk acara yang tidak berguna itu!” Tegas Nathan sambil menggoreskan tinta pulpen di proposal milik Marketing.
“Nathan!” Bentak Pak Bramantyo, yang seakan memberikan kode bahwa tindakan Nathan salah dan menyuruhnya lebih baik diam.
“Mohon maaf sebelumnya, meeting kali ini jadi kacau. Pak Dodit hal ini akan saya pertimbangkan kembali, nanti akan saya hubungi anda jika sudah selesai saya pelajari secara detail dan nanti sekretaris saya, akan menghubungi anda.” Pak Dodit merasa tidak enak hati dengan semua karyawannya karena sikap Nathan.
“Baik pak, terimakasih.” Pak Dodit tidak berani menatap lama- lama Pak Bramantyo
“Baik ! meeting sepertinya lebih baik kita sudahi sampai disini, akan di lanjutkan lagi besok pagi. Tetapi sebelumnya saya ingin memperkenalkan seseorang yang akan menjadi pewaris perusahaan Alexander group yaitu Nathan Alexander, ia anak laki- laki pertama saya yang baru pulang dari LA.” Dengan ekspresi sedikit bangga Pak Bramantyo memperkenalkan anak sulungnya.
“Saya harap kehadirannya nanti bisa membawa perubahan besar untuk perusahaan ini, jadi mohon untuk kerja samanya.” Pintanya
Beberapa detik kemudian Naya menerobos masuk ke ruang meeting, ia tidak melihat situasi yang sedang cukup memanas di ruangan itu. Sontak membuat mereka yang hadir menatapnya dengan heran.
“Naya?” Pak Bramantyo yang terheran- heran melihat penampilan kusut sekretarisnya.
“Maaf Bapak, saya telat. Soalnya tadi saya terkunci di toilet.” Naya yang datang dengan rambutnya acak- acakan dan kemeja kusut, asli tidak sebanding dengan ia berkaca di kaca sebelumnya.
“ya sudah, nanti kamu ke ruangan saya, soalnya akan ada beberapa hal yang perlu saya koordinasikan dengan kamu." Pinta pak Bramantyo.
"Baik pak." Naya tertunduk malu
" Oh iya, mulai besok kamu akan menjadi sekretaris Nathan, CEO yang baru di perusahaan ini ya Nay. Saya harapkan kalian bisa bekerja sama dengan baik...” Sontak membuat Naya terkejut, mendengar ucapan pak Bramantyo.
Kemudian sambil menepuk bahu Naya, yang masih tak bergeming dengan tatapannya nanar melihat sosok yang baru berbalik badan dari tempat duduk di depan Naya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Nuhume
semngat kak🔥🔥🔥🔥
2023-04-06
1
Hayurapuji
datang2 main Nyamber aja ini
2023-03-08
0