Wanita mana yang tidak memiliki keinginan untuk menikah? Tentu semua orang ada keinginan untuk menikah. Terlebih lagi usia sudah cukup matang untuk membina hubungan rumah tangga, hidup di jaman yang semua serba modern, alih - alih sebuah pernikahan pun dianggap sebagai hal yang wajib setiap hari dipertanyakan. "Kapan? dan secepatnya!" kalimat yang seakan menjadi sebuah momok tersendiri. Seakan hal itu jika tidak ditanyakan pada orang yang bersangkutan, akan menjadi sebuah masalah bagi si penanya. Banyak orang yang menjadi depresi karena pertanyaan - pertanyaan ini, padahal bukankah menjadi seorang wanita yang memilih untuk fokus meniti karir adalah sesuatu hal yang lumrah?. Apalagi jika kita mengingat ibu Kartini bahwa emansipasi wanita adalah hak semua wanita. Jadi menunda untuk menikah bukan berarti tidak menikah! Apa salahnya jika sedikit lebih terlambat, bukan kah lebih baik seperti itu asalkan segala sesuatu sudah dipersiapkan dengan baik?.
Dibandingkan dengan menikah hanya karena orang lain yang terus mempertanyakan kapan kita menikah?, padahal dari diri kita sendiri pun masih belum siap, baik finansial maupun mental. Pernikahan itu ibarat sebuah kanvas, apapun yang akan kita lukis dengan warna yang kita mau. jika memang pada suatu hari ditemukan adanya ketidak sesuaian dengan apa yang kita lukis dan harapkan, apakah kita bisa menghapusnya? Mungkin bisa! namun bukankah akan tetap meninggalkan bekas. Di pandang oleh mata pun akan tidak nyaman.
Pernikahan itu sakral dan sebisa mungkin tidak tercerai kan, mungkin hampir semua insan di bumi ini menginginkan pernikahan hanya cukup terjadi sekali. Itulah mengapa harus benar - benar dipersiapkan lahir dan batin.
Agita Naya Prawira, seorang wanita berusia 27 tahun ia bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Kesibukannya di penuhi dengan tumpukan berkas dan berbagai macam agenda yang sudah tersusun dengan rapih. Nathan Alexander, laki- laki yang menjadi peran utama di perusahaan Naya bekerja.
Ia seorang CEO yang memiliki kepribadian perfeksionis dalam segala hal dan disiplin waktu yang diterapkan untuk semua karyawan di perusahaannya. Ia dikenal sebagai seorang pimpinan yang tidak tertarik dengan seorang wanita. Bukan karena ia tidak normal tetapi karena pikirannya saat ini hanya difokuskan untuk bekerja. Lalu bagaimana dengan Naya yang justru menginginkan sebuah pernikahan namun disisi lain ada rasa takut yang menyelimuti dalam dirinya, bukan karena tidak ada pria yang menyukainya. Melainkan karena adanya sebuah masa lalu yang masih menjadi sebuah dinding pembatas, terlebih lagi keterikatan akan sebuah kontrak kerja di atas hitam dan putih.
Bagaimanakah dengan kehidupan percintaan Naya selanjutnya? Akankah sebuah pernikahan akan terjadi pada dirinya?
BAB 1
*Ulang Tahun Naya*
"Bahagiakan mama." Kalimat yang selalu terngiang dipikiran Naya, setiap kali mengingat hal itu matanya menjadi berkaca- kaca. Ada sebuah beban yang ia rasa berat untuk dipikul.
"Nay kapan kamu nikah? Mulai hari ini saya kasih lampu kuning buat kamu." Teringat jelas seorang manajer di perusahaan Naya bekerja. lampu kuning disini artinya sebuah peringatan , untuk Naya harus lebih fokus untuk soal percintaan.
"Nay, usiamu sudah cukup untuk menikah. Kamu cantik, kerjaan juga sudah mapan, apa lagi yang kamu cari?." Teman- teman yang ia kenal di perusahaan pun setiap hari mempertanyakannya.
"Jangan pilih- pilih, kalau ada langsung sikat!." Ujar seseorang yang terlihat begitu semangat.
"Gak perlu seiman, kalau cocok kenapa gak? Jangan terlalu egois kalau memang jodohmu beda iman, masa kamu nolak?."
Kalimat yang membuat Naya gemas mendengarnya, bagi Naya sebuah iman atau kepercayaan itu tidak bisa dicampur adukan dengan sebuah perasaan. Karena iman adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan perasaan adalah hubungan ke dua insan dan tentunya juga harus melibatkan Tuhan di dalamnya. Bukan kah lebih baik satu iman dan se amin? yang terkadang satu frekuensi saja masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan, bagaimana dengan yang tidak.
***
“Selamat pagi mba Naya” sapa salah seorang office boy ketika sedang membersihkan kaca ruangan Naya.
“Pagi, Candra” ucap Naya singkat sambil tersenyum
“mau saya buatkan kopi mba?” Candra berusaha untuk menawarkan kopi karena melihat Naya yang terlihat tidak bersemangat seperti kurang tidur.
“Terimakasih Can, maaf hari ini biasa perut sedang tidak bersahabat lagi." Ucapnya sambil mengoleskan minyak kayu putih.
Sejak ia masuk dalam dunia kerja, jika ia sudah dilanda dengan yang namanya stress, maka sudah menjadi kebiasaan terburuknya adalah bersahabat dengan toilet. Mungkin yang menjadi pemicunya kali ini adalah pertanyaan kapan menikah? seakan menjadi obat pencuci perutnya.
“Baik mba, nanti kalau butuh sesuatu bisa panggil Candra saja ya” ujar Candra sebelum meninggalkan ruangan Naya.
Naya menjadi seperti workaholic sejak ia menginjakkan di kota Metropolitan. Ia yang berusaha untuk selalu memberikan dedikasi yang terbaik untuk perusahaan sumber penghasilannya. Terkadang bekerja dengan waktu 8 jam dalam satu hari lamanya, masih belum merasa cukup sampai bahkan ia meminta untuk lembur pada malam hari dan di hari libur pun ia gunakan untuk bekerja, ia sekalipun tidak mau menyia-nyiakan waktu hanya untuk sekedar melepas lelah dengan rebahan. Hingga pelariannya dengan minum kopi setiap hari yang menurutnya mampu menghilangkan rasa ngantuk ataupun lelah. Alih - alih juga salah satu cara untuk ia menghindar dari orang - orang yang selalu mempertanyakan kapan ia menikah.
[Dering telepon masuk]
“Selamat pagi dengan Naya bisa dibantu?” jawab Naya dengan nada ramah
“Nay bisa tolong ke ruangan saya sebentar, sekalian bawa berkas yang buat meeting nanti siang?” suara dari laki- laki sebrang telepon
Naya segera bergegas menuju ruangan Bramantyo Alexander, direktur utama dari perusahaan Naya bekerja. Dari lantai 5 menuju lantai 8 Naya memilih untuk menaiki tangga darurat karena menunggu lift yang entah kenapa disaat itu lama, karena memang biasanya lift yang dipakai khusus karyawan selalu ramai sedangkan lift khusus jajaran Direksi sedang di lakukan maintenance oleh teknisi.
Sesampainya di lantai 8 tubuh Naya sedikit oleng setelah menabrak sebuah dada bidang datar, seorang laki- laki yang berwajah bagai pangeran tampan berkulit putih, hidung mancung, alis tebal, bertubuh tinggi dan atletis. Disisi lain Naya masih terpesona dengan sosok laki- laki yang baru ia tabrak, tidak sadar bahwa berkas yang ia pegang jatuh berhamburan tepat di depan laki- laki itu.
“Dasar Ceroboh!” kata- kata singkat yang keluar dari bibir tipis warna pink itu
“Maaf pak, saya sedang terburu- buru jadi kurang hati- hati.” Pinta Naya dengan wajah gugup dan menyesal.
“Karyawan seperti ini kok dibiarkan bekerja disini!” kalimat yang keluar dari sosok laki- laki itu, sebelum melangkahkan kaki, melewati Naya yang masih sibuk membereskan berkas yang berjatuhan di lantai.
Di sisi lain Naya sambil menggerutu dirinya yang tidak biasanya memiliki sikap yang kurang hati- hati, tiga tahun bekerja di perusahaan Alexander baru kali ini ada orang yang mengatai Naya dengan kalimat kasar seperti itu. Sakit hati udah pasti iya, tetapi bagi Naya hal itu wajar karena mungkin salah satu peringatan untuk ia lebih berhati- hati lagi dalam bekerja.
“Tok..tok..tok..” Naya mengetuk pintu direktur utama.
“Selamat pagi pak, maaf saya…” Belum sempat Naya menyelesaikan kalimatnya sudah terpotong karena Pak Bramantyo Alexander sudah melanjutkan.
“Nay, kamu sudah bekerja disini sudah cukup lama bukan?"
"Iya, Pak."
"Selama bekerja di perusahaan ini, saya tidak pernah mengeluh akan hasil kerjamu, semua sangat baik. Kamu sungguh mendedikasikan diri untuk menjadi karyawan disini, sikap loyalitas mu sudah tidak diragukan lagi, sampai- sampai mungkin kamu tidak ada waktu bisa seperti karyawan lain pada umumnya yang disela- sela waktu kosong digunakan untuk main, berlibur dan lain sebagainya.”
Pak Bramantyo terdiam sejenak sambil menatap wajah Naya yang sedang bingung menatapnya.
“Apakah ada yang ingin kamu sampaikan pada saya, Nay?” Tanya pak Bramantyo pada Naya
“Maaf pak sebelumnya, saya masih belum paham akan maksud dari pertanyaan bapak?” ucap Naya dengan bibir bergetar.
“Nay, bapak tahu mungkin sebenernya kamu merasa lelah dengan tuntutan kerja di perusahaan ini. Anggap saya tidak hanya seperti atasan kamu tapi saya sudah seperti ayah mu yang bisa dan kapan saja kamu bercerita pada saya” Pak Bramantya masih terus menatap Naya dengan mata yang sudah mulai berkaca- kaca.
“Pak, jujur saya masih belum paham dengan yang bapak sampaikan pada saya. Apa saya ada kesalahan dalam melakukan tugas pak? Atau saya di panggil kesini karena saya mau diberhentikan kerja ya pak?” Runtut pertanyaan Naya dengan wajahnya yang polos.
Pak Bramantyo masih terdiam kemudian berkata , “Baik Nay, kamu sudah bisa kembali ke ruanganmu, nanti pukul 10.00 WIB ketemu di ruang meeting.” Ucap pak Bramantyo sebelum memutarkan kursi yang ia duduki kearah belakang.
Naya masih terpaku, ia tidak paham sama sekali dengan yang dikatakan atasannya itu. Ditengah perjalanan menuju ruangan, Naya masih bertanya- tanya sambil memikirkan apa ada yang salah dengan dirinya hingga pak Bramantyo seperti itu, entahlah saat ini hanya pertanyaan- pertanyaan yang belum ada jawaban berusaha untuk meracuni pikiran Naya.
[Pukul 10:00 WIB]
Naya sedang merapihkan penampilannya di depan kaca, menyisir rambutnya yang hitam dan berkilau ia biarkan terikat menjuntai panjang ke bawah. Warna gincu yang ia gunakan adalah warna choral, senada dengan warna rok yang ia kenakan menjadi pemanis tampilannya semakin terlihat anggun dan menawan.
“Ok! Sudah siap!” ucap Naya di depan kaca sambil tersenyum.
“Nay, kamu harus semangat! Yakin bisa!” Lagi- lagi Naya menyemangati dirinya sendiri yang sudah menjadi rutinitas setiap harinya.
Di sisi lain terlihat di ruang meeting sudah ada beberapa karyawan yang telah dengan pakaian rapih duduk manis di bangku masing- masing dan sembari memainkan benda elektronik persegi panjangnya. Beberapa waktu kemudian diikuti oleh jajaran direksi yang juga sudah mulai menempatkan posisi duduk ternyaman. Anehnya dimana dengan keberadaan Naya?
“Selamat pagi pak.” Semua karyawan yang sudah hadir di ruang meeting berdiri menyambut pak Bramantyo beserta jajarannya.
“Selamat pagi, semua.” Pak Bramantyo balik menyapa karyawannya.
“Baik, silahkan duduk. Meeting pagi ini segera kita mulai, namun sebelumnya saya buka dengan berdoa bersama dahulu agar segala yang kita kerjakan hari ini sungguh- sungguh kita pantas persembahkan sebagai amal ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mari sejenak kita panjatkan doa dan syukur kita atas berkat dan karunia-Nya yang telah senantiasa melindungi kita hingga hari ini, berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing- masing di mulai.” Pinta laki- laki paruh baya itu
“Selesai.” Ucapnya kembali.
“Baik silahkan bidang mana yang akan melaporkan pertama? Saya persilahkan.” Pak Bramantyo sembari menyusuri dimana sosok wanita yang selalu berada disisinya.
“Baik, sebelumnya terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan kepada kami bagian Marketing untuk melaporkan beberapa program yang rencananya akan dilaksanakan di tahun ini. Mungkin sebelumnya sudah pada tahu bahwa di tanggal 25 April adalah hari ulang tahun perusahaan tercinta ini, untuk itu kami ingin menyampaikan beberapa program...”
Manajer marketing mulai mempresentasikan isi dari program- program yang sudah direncanakannya hingga selesai.
Tiba- tiba seseorang laki- laki melangkahkan kaki dan menarik kursi disebelah Pak Bramantyo, sontak membuat semua orang yang hadir terkejut dan tak bergeming.
“ Tunggu! Sebelumnya apakah anda memiliki misi lain dengan merayakan ulang tahun perusahaan?" Tanyanya dengan santai.
"Tentu ada." Jawab pak Dodit dengan penuh keyakinan.
"Baik, adakah sesuatu yang bisa kita ambil keuntungan dari acara tersebut? Bukankah justru akan mengeluarkan banyak biaya ?" Laki- laki itu sambil tersenyum sinis dan saat ini netranya terfokus dengan laki- laki di depannya.
"Anda terlalu percaya diri!, bukankah akan membuang waktu anda semua dengan hal- hal yang tidak berguna? Oh iya! tidak hanya itu tentu juga akan ada 1001 alasan menunda pekerjaan lain, karena anda semua seakan menyibukkan diri untuk mempersiapkan acara ini?”. suaranya yang melesat nyaring di telinga namun tidak dengan yang tersampaikan di hati seakan terpatahkan seketika itu juga.
“Nathan! yang sopan.” Bisik pak Bramantyo
“Jadi bagaimana? Apakah dengan membuat acara ulang tahun perusahaan dengan konsep serba mewah? mengundang sederetan artis papan atas dan diselenggarakan di hotel mewah, dapat membantu meningkatkan pencapaian keuntungan perusahaan kita?”
Nathan tidak memperdulikan bisikan dari Pak Bramantyo, justru dengan wajahnya yang menampilkan seakan tidak setuju dengan program usulan Marketing yang telah ia dengar.
“Jadii…begi…” Manajer marketing, Pak Dodit mendadak tidak mampu menjelaskan lebih detailnya.
“Ah! Sudah lah, anda tidak perlu membuang waktu dan juga uang hanya untuk acara yang tidak berguna itu!” Tegas Nathan sambil menggoreskan tinta pulpen di proposal milik Marketing.
“Nathan!” Bentak Pak Bramantyo, yang seakan memberikan kode bahwa tindakan Nathan salah dan menyuruhnya lebih baik diam.
“Mohon maaf sebelumnya, meeting kali ini jadi kacau. Pak Dodit hal ini akan saya pertimbangkan kembali, nanti akan saya hubungi anda jika sudah selesai saya pelajari secara detail dan nanti sekretaris saya, akan menghubungi anda.” Pak Dodit merasa tidak enak hati dengan semua karyawannya karena sikap Nathan.
“Baik pak, terimakasih.” Pak Dodit tidak berani menatap lama- lama Pak Bramantyo
“Baik ! meeting sepertinya lebih baik kita sudahi sampai disini, akan di lanjutkan lagi besok pagi. Tetapi sebelumnya saya ingin memperkenalkan seseorang yang akan menjadi pewaris perusahaan Alexander group yaitu Nathan Alexander, ia anak laki- laki pertama saya yang baru pulang dari LA.” Dengan ekspresi sedikit bangga Pak Bramantyo memperkenalkan anak sulungnya.
“Saya harap kehadirannya nanti bisa membawa perubahan besar untuk perusahaan ini, jadi mohon untuk kerja samanya.” Pintanya
Beberapa detik kemudian Naya menerobos masuk ke ruang meeting, ia tidak melihat situasi yang sedang cukup memanas di ruangan itu. Sontak membuat mereka yang hadir menatapnya dengan heran.
“Naya?” Pak Bramantyo yang terheran- heran melihat penampilan kusut sekretarisnya.
“Maaf Bapak, saya telat. Soalnya tadi saya terkunci di toilet.” Naya yang datang dengan rambutnya acak- acakan dan kemeja kusut, asli tidak sebanding dengan ia berkaca di kaca sebelumnya.
“ya sudah, nanti kamu ke ruangan saya, soalnya akan ada beberapa hal yang perlu saya koordinasikan dengan kamu." Pinta pak Bramantyo.
"Baik pak." Naya tertunduk malu
" Oh iya, mulai besok kamu akan menjadi sekretaris Nathan, CEO yang baru di perusahaan ini ya Nay. Saya harapkan kalian bisa bekerja sama dengan baik...” Sontak membuat Naya terkejut, mendengar ucapan pak Bramantyo.
Kemudian sambil menepuk bahu Naya, yang masih tak bergeming dengan tatapannya nanar melihat sosok yang baru berbalik badan dari tempat duduk di depan Naya.
***
Siang ini, Naya dan Laura sahabatnya berencana makan siang di luar kantor. Karena di sebrang kantor ada restoran yang baru buka dan yang pasti keren dengan view nya nuansa kekinian, selain itu menu yang terpampang di selebaran kertas brosur pun mengiurkan.
"Nay, jadi kan kita ke D'sun resto ?" Tanya Laura di depan pintu ruangan Naya.
"Jadi dong, ini aku lagi siap- siap." Ucap Naya dengan semangat.
"Oke! Beb. aku tunggu di parkiran ya, tahu kan posisi parkir mobil aku?" Laura memastikan bahwa Naya tidak lupa, karena jika sudah fokus dengan dunia kerjanya, semua akan terlupakan.
"Iya, tenang Ra."
"Ok!" Laura segera menuju ke parkiran
Sudah menjadi kebiasaan Naya sebelum pergi dari ruangan, ia selalu merapihkan dokumen yang sebelumnya berserakan. Selain itu juga tak lupa ia harus memastikan komputernya dalam keadaan mati, dengan tujuan agar tidak ada orang yang akan berniat tidak baik.
" Selamat siang, Pak Bram." Naya mencoba meminta ijin dengan atasannya.
"Siang Nay, ada apa? Perasaan saya tidak memanggil kamu." Sahut Pak Bramantyo sembari tangan mengukir tanda persetujuan di setiap lembar kertas yang ia baca.
"Maaf pak, saya hendak ijin makan di luar kantor ya pak. Tempatnya di seberang kantor ada restoran baru buka." Naya sambil tersenyum dengan penuh harapan bahwa atasannya mengijinkan
"Silahkan saja Naya, itu hak kamu. Toh ini jam istirahat, jadi lebih baik kamu gunakan sebaik mungkin." Ujarnya
"Baik, pak. Terimakasih pak." Naya tersenyum lebar menandakan bahwa ia sangat senang karena atasanya begitu baik dalam memperlakukan pegawainya.
Salah satu hal yang membuat Naya betah untuk bertahan di perusahaan Alexander Group ini adalah sosok laki- laki paruh baya itu. Iya, Pak Bramantyo yang sudah dianggapnya seperti orang tuanya sendiri.
***
[Pukul 12.10 WIB, di D'Sun Resto]
Naya dan Laura sedang asyik memanjakan matanya dengan melihat setiap sudut yang dimiliki dari D'Sun Resto, tidak lupa tangannya sembari membuka setiap lembar dari buku menu.
"Ra, mau pesan apa?" Tanya Naya pada Laura yang masih bingung.
"Kamu sendiri pesen apa? Jujur ini kenapa menunya semua terlihat enak si Nay?." Ucap gadis berambut pirang itu
"Iya, jadi mau pesen apa? Udah 10 menit kita disini." Tegas Naya, ia mulai khawatir jika atasannya membutuhkan dia.
"Sabar Naya sayang, kamu buru- buru banget si. Tenang, tarik nafas." Laura berusaha membuat Naya lebih rilex
Memang benar, jarang sekali Naya mengahabiskan waktu istirahatnya untuk makan di luar seperti saat ini. Biasanya ia hanya makan di ruangan sambil menatap layar monitor.
"Soto daging enak kayanya ya Nay?" Tanya Laura sambil jarinya menunjuk gambar soto daging pilihannya.
"Iya si, benar. Ya sudah mau nih? Biar langsung kita pesan." Naya memastikan agar tidak salah
"Iya." Jawab singkat Laura
Beberapa menit kemudian, pesanan pun tiba. Soto daging, nasi, ayam penyet, dan lemon tea masing- masing dua porsi.
"Waww,, Naya kamu serius bisa habiskan ini?." Tanya Laura yang penuh dengan keheranan.
"Serius, mungkin karena pagi tadi aku gak makan jadi kelaparan." Ucap gadis berwajah ayu itu.
"Baiklah! Mari makan." Ujar Laura dengan penuh semangat seperti belum makan selama tiga hari.
Naya yang saat itu baru menyuapkan beberapa sendok kuah soto, tiba- tiba ada panggilan masuk di layar handphone.
"Siapa Nay ?" Laura penasaran karena nomornya tidak dikenal sudah tiga kali menelepon Naya, namun tidak di angkat.
"Gak tahu! Mungkin orang dari asuransi, akhir- akhir ini aku sering dapat panggilan dari nomor yang gak dikenal, dalam satu hari bisa lebih dari 10 kali dengan nomor yang sama." Naya yang sembari mengunyah makanan.
"Angkat dahulu Nay, siapa tahu penting." Ujar Laura sambil menyeruput kuah soto
"Iya, Bawel!" Naya sedikit kesal dengan sahabatnya, karena sama saja telah mengganggu waktu makan siangnya.
Tidak butuh waktu lama, handphone Naya berdering dan lagi- lagi nomor tidak di kenal. Anehnya nomor kalau yang ini berbeda.
"Hallo, selamat siang ada yang bisa saya bantu?" Sapa Naya pada orang disebrang telepone.
"Sejak kapan karyawan bisa makan, padahal atasannya saja masih belum makan?." Suara laki- laki yang terdengar suaranya sedikit samar namun tidak asing bagi Naya.
"Maaf dengan siapa saya berbicara?" Tanya gadis itu lagi
"Agita Naya Prawira, bisa kah anda kembali ke ruangan dalam waktu 5 menit!" Tegas suara laki-laki itu membuat Naya semakin penasaran, dengan sosok dibalik telepone.
"Kenapa bisa tahu nama lengkap saya si, jangan- jangan ia petugas asuransi yang waktu itu lagi." Naya bergumam dan terdengar di telinga sang penelpon misterius.
"Naya! Ini saya NATHAN! " Teriaknya
"Nathan siapa?'' Naya bengong karena ia lupa jika nama calon bos barunya adalah Natan Alexander.
"NAYA! Kembali sekarang!" Telepon langsung dimatikan sepihak.
***
Setelah telepon berakhir, tampak di layar Handphone Naya ada notif pesan yang dikirimkan melalu whatsApp.
"Siapa si Nay?" Tanya Laura penasaran
"Gak tahu, bilangnya Nathan. Siapa coba tuh?." dengan polosnya Naya bertanya pada Laura.
"Oh, MG ! Naya itu CEO baru kita!" Tegas Laura pada Naya
"Hah seriusan?"
"Dih, kamu gimana si Nay?"
"Benar Ra, aku gak inget," Naya sambil menggaruk tengkuknya padahal tidak merasa gatal
"Nay, buruan lebih baik kita buruan balik ke kantor." Ujar Laura sembari membereskan barang- barang memastikan tidak ada yang tertinggal.
"Iya, iya sabar Laura. Dia kan baru akan jadi bos aku mulai besok, jadi ya harusnya gak jadi masalah dong?." Naya masih bersikap santai
"Naya! Buruan!." Laura sudah melangkahkan kaki menuju parkiran.
***
Sesampainya di kantor, Naya masih berjalan santai menuju ruangannya tanpa ia sadari sudah ada sosok yang berdiri di ambang pintu ruangan.
"Anda!" Naya terkejut dengan kehadiran Nathan
"Agita Naya Prawira ? Seorang sekretaris direktur utama yang terkenal dengan workaholic dan tidak pernah ditemukan masalah sedikitpun akan hasil kerjanya?" Ungkap Nathan dengan tatapan penuh arti.
"Jika benar, kenapa?." Naya sedikit membanggakan diri dengan berbalik menatap Nathan.
"Mulai sekarang simpan nomor saya!" Pinta Nathan dengan mata melotot
"What?" Naya antara setengah percaya, dari dulu pimpinannya tidak pernah berkata kasar bahkan meminta sesuatu pun dengan penuh kelembutan. Berbeda drastis dengan Nathan ahli waris dari Alexander Group.
"Dengar ya Naya, mulai sekarang anda akan selalu berada dalam pengawasan saya! Saya ingin membuktikan apa yang dikatakan ayah saya." Nathan mengancungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Naya.
Naya yang masih tidak percaya akan hal itu, membuatnya cukup kesal. Sedari tadi ia mencoba bersabar dengan menjaga kepalan tangan tidak sampai mendarat ke wajah tampan CEO yang baru.
Hari ini sudah banyak kejadian yang di luar prediksi Naya, seakan kesabaran sedang di uji. Dari yang bertabrakan dengan Nathan, terkunci di toilet sampai dapat panggilan dari nomor yang tidak kenal padahal Nathan lah orangnya. Sepertinya kehidupan Naya akan mulai penuh cerita mulai hari ini.
***
"Naya." Panggil seseorang dari belakang
"Iya." Jawab Naya singkat
"Nay.." Bisik seseorang dari belakang
"Iya, siapa?" Naya saat itu tidak bisa berbalik ke belakang, seperti ada penghalang yang menghalanginya.
"Naya, kamu sangat cantik." Puji seseorang itu
"emm.. benarkah?" Tanya Naya penasaran
"Iya benar, bolehkah aku mencium kamu? Rambut mu benar- benar wangi Naya." Goda seseorang itu
"Hah? aku takut, aku belum pernah soalnya." Jawab Naya dengan penuh keraguan.
"Naya, ayolah! Sekali saja, ijin kan aku jadi yang pertama mencium mu." Pintanya lagi
"aku, takut."
"Naya,, please yah.."
"Baiklah.." Naya menyetujuinya
"Kamu terlalu jauh Nay, cobalah berbalik ke belakang." Ujar laki- laki itu
"Aku gak bisa berbalik, Karena ada penghalangnya. Bisakah kau singkirkan?."
Laki- laki itu pun mengiyakan permintaan Naya untuk menyingkirkan penghalang, yang menghalangi mereka untuk bersentuhan.
[Brukk...] Suara ada yang terjatuh
"Aaw,, ih.. sakit! Tuh kan Naya kamu mimpi lagi, kenapa si mimpi nya akhir- akhir ini jelek banget. Mana sakit lagi ini pinggang, Aaww! Ini dahi kenapa juga kepentok, biru pasti nih." Naya memaki dirinya sendiri, merasa begitu bodoh karena terbuai mimpi.
Naya pun terkejut ketika melihat jam sudah pukul tujuh pagi, baru kali ini ia terlambat bangun. Entah mungkin karena pekerjaan dan jadwal yang terlalu padat membuatnya lelah.
"Mati lah aku!." Naya pun segera bersiap berangkat kerja setelah semua dipastikan sudah beres dan tertata rapi meja riasnya.
"Kunci mobil, kamu dimana?" Sudah menjadi kebiasaan Naya berbicara sendiri.
"Astaga! Naya, gimana si? kan lagi di bengkel dari kemarin." Menepuk jidat
Waktu menunjukan sudah pukul 07.30 WIB Naya memutuskan untuk menunggu bis di halte yang memang tidak jauh dari tempat ia tinggal.
Ini lah keuntungan jika tinggal masih dipinggiran kota, setidaknya dalam mencari transportasi umum tidaklah sulit.
Hari ini ada jadwal meeting dengan klien dari luar kota, untuk membahas beberapa proyek yang rencana akan melibatkan perusahan Alexander Group. Jelas pertemuan pertama akan menjadi pertimbangan dengan macetnya, Naya tidak mempertimbangkan sebelumnya, akhirnya ia memutuskan untuk berganti memesan ojek online.
"Selamat pagi, dengan Bapak Ale?" Naya memastikan driver nya benar pesanannya.
"Pagi, dengan mba Naya?" Tanyanya balik
"Iya benar, sesuai aplikasi ya pak." Jawab Naya sebelum memakai helm.
"Tumben, drivernya wangi banget dan helm nya juga bersih." Gumam Naya dalam hati
"Kerja dimana mba?." Driver nya mencoba membuka obrolan
"Saya kerja di Alexander Group." Jelasnya
"Perusahaan yang keren itu mba, infonya karyawan yg kerja di sana hidupnya dijamin makmur dan sejahtera." Ucap driver nya penuh dengan semangat.
"Iya lumayan pak, bisa buat menyambung hidup. Tetapi apa pun pekerjaan kita dan berapapun penghasilannya, akan nikmat jika kita selalu mensyukurinya." Terpancar dari wajah Naya senyuman indah saat mengatakannya, hal itu terlihat dari kaca spion.
"Benar mba, oiya mba infonya di koran dan beberapa media pagi ini, kalau direkturnya sudah berganti ya. Ganteng lagi ya."
Naya merasa driver yang ia pesan kali ini sepertinya bukan orang biasa, dari obrolan di awal selalu antusias membahas perusahaan tempat Naya bekerja.
"Maaf pak, apa sebelumnya bapak pernah bekerja di Alexander Group?" Naya mencoba mengulik informasi
"Oh, em.. enggak lah mba, saya kan cuma ojek online mana bisa saya kerja disana. Jadi supir atau kurir disana saja minimal harus Diploma tiga, apa kabar saya wong cuma lulusan SMA saja mba." Jelasnya seakan merendah.
"Benar juga si, gak sembarang orang bisa masuk ke perusahaan Alexander Group, sebelumnya juga aku harus berjuang melamar tiga kali baru dapat diterima." Gumam Naya dengan suara kecil namun terdengar oleh drivernya.
Terlihat dari kaca spion, bibir Naya berbicara pelan namun tanpa disadari driver ojek online Naya memperhatikan dari kaca spion yang tentu membuatnya tersenyum karena merasa lucu.
"Mba, emang biasanya berangkat jam segini?" Tanya driver penasaran
"Hehe, gak pak. Biasa jam segini sudah di kantor udh sibuk malah, cuma tadi kesiangan." Naya nampak malu
"Mba nya sudah menikah kah?." [Sial kenapa pertanyaan ini keluar juga dari bapak driver ini] pikir nanya dan hanya bisa menjawab dengan kata belum.
Butuh 15 menit perjalanan menuju kantor. Akhirnya Naya pun tiba, dengan langkah terburu- buru ia tidak sadar ada sesuatu yang aneh.
"Naya ?." Panggil Laura dengan wajah heran
"Susstt, jangan keras - keras, aku kesiangan. Gimana mba Dena nanyain aku pasti ya?." Naya mengajak Laura untuk mencari tempat yang sedikit sepi dari lalu lalang orang.
"Nay, ini kenapa kamu pakai helm sampai dalam kantor si?." Laura mengetuk helm yang dikenakan Naya.
"Oh MG! Ini gimana dong, terus gimana dengan ojek onlinenya,?."
Naya lupa ketika sampai dan turun dari motor tidak melepas helmnya. Dan anehnya drivernya tidak memanggil. Mungkin juga sama- sama lupa
"Aduh Nay, gimana dengan bapak drivernya kalau ada penumpang gak ada helm dong?." Laura ikut memikirkan nasib dari driver yang bernama Ale.
"Ya sudah lah, nanti kalau ketemu lagi aku balikin ini helm. Untung wangi jadi aku simpan pun gak masalah." Naya tersenyum dan meninggalkan Laura.
"Nay, jangan lupa nanti ke ruangan mba Dena pukul 10.00 Wib." Teriak Laura yang entah terdengar Naya apa tidak.
***
Sesampainya di ruangan Naya shock karena tidak ada meja, kursi bahkan satu lembar kertas pun tersimpan diruangan nya.
"Chandra, ini meja saya dan berkas- berkas saya kemana?." Naya bingung
"Maaf mba Nay, saya hanya mengikuti perintah dari Pak Bram. Semalam saya dihubungi untuk segera memindahkan semua barang- barang mba Naya ke ruang Pak Nathan." Jelas Chandra office boy kepercayaan Naya di kantor
"Apa?" Naya mengepalkan tangan, seakan kali ini akan tepat mendarat di wajah pimpinan yang baru.
Naya langsung bergegas menuju ruangan CEO baru, yang berada di lantai 12. Lantai paling atas dan tidak semua orang bisa keluar masuk melewati lantai itu.
[Suara ketukan pintu]
"Naya ?" Sebut Pak Bramantyo yang ternyata berada di ruangan Nathan
"Selamat pagi Pak." Sapa Naya dengan tesenyum, padahal dalam hati kesal karena tanpa ada informasi sebelumnya meja kerjanya di pindah.
"Nay, saya pikir kamu datang lebih awal ternyata saya duluan." Sindir Nathan pada Naya
"Maaf pak, tadi ada urusan mendadak." Alasan Naya agar Nathan mencoba memaklumi.
"Pa, ini sekretaris andalan papa selama ini? Gimana dong, hari pertama kerja dengan saya saja dia telat." Nathan mengadu pada Pak Bramantyo
"Sudah - sudah, oh iya saya kesini ingin kalian berdiskusi terkait proposal dari Pak Dodit kemarin, saya sudah pelajari sebenarnya gak masalah hanya tinggal di poles sedikit udah oke." Pak Bramantyo mencoba mengalihkan pembicaraan untuk melerai perdebatan antara Naya dan Nathan.
"Bukankah, itu akan mengeluarkan banyak biaya? Nathan tidak setuju!." Nathan yang awalnya berdiri depan Naya kini kembali duduk di bangku mejanya.
"Makanya kali ini kamu coba koordinasi dengan Marketing lagi, libatkan Naya juga karena ia jago kalau masalah kegiatan- kegiatan yang diselenggarakan kantor." Ujar laki- laki paruh baya itu.
"Pak Bramantyo yang saya hormati, saya jujur tidak yakin dengan kemampuan sekretaris baru saya ini. Datang ke kantor saja terlambat, meeting kemarin pun sama." Cibir Nathan
Naya merasa sedikit terpukul dengan kata- kata Nathan yang selalu saja membuatnya mengelus dada, tetapi bukan Naya kalau hanya menerima kekalahan karena omongan semata.
"Maaf pak Bram, bukan maksud saya menolak. Hanya saja mungkin saya bukan level atau kriteria yang bisa menjadi sekretaris pak Nathan, jadi ijinkan saya untuk menarik diri tidak terlibat dalam hal apapun dengan pak Nathan." Naya melirik Nathan yang sedari tadi ingin rasanya mengajak adu panco.
"Memang gak salah keputusan saya buat mindahin meja kamu ke sini Nay,
Biar kalian tidak ada alasan untuk bertengkar."
Nathan dan Naya beradu pandang, mendengar penjelasan dari pak Bramantyo, bekerja dalam satu ruang ibaratnya seperti masuk dalam kandang serigala. Mereka berdua tidak bisa menolak jika semua sudah diputuskan oleh laki- laki paruh baya itu.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!