Pindah rumah

"Kenapa buru-buru sekali sih Vin, kamu dan Alsha bisa tinggal lebih lama lagi disini." ujar Inara yang tak setuju dengan keputusan Davin untuk pindah kerumah mereka yang letaknya berdekatan dengan perusahaan milik Davin.

"Tidak bisa ma, mama menyuruh Davin agar segera menikah berarti itu sama saja menginginkan Davin agar menjadi seseorang yang bertanggung jawab, bukankah ini yang mama inginkan?" tegas Davin.

"Tapi tidak harus pindah rumah dan meninggalkan mama sendirian juga kan?" protes Inara.

"Mama nggak sendiri, masih ada papa dan juga Evan disini."

"Tapi_"

"Sudahlah ma, lagipula jika mama kangen sama mereka tinggal telpon saja, gampang kan?" timpal Evan tanpa berniat menatap mereka, kedua matanya fokus menatap layar pintar digenggamannya yang sedang menyala.

"Vin, apa kepindahan kalian nggak bisa ditunda, seminggu atau dua Minggu lagi mungkin, lihatlah mamamu, kamu tidak kasihan sama dia, dia masih menginginkan kalian untuk tinggal disini." timpal Adnan sang papa yang tak tega melihat istrinya menangis menahan kepergian putra pertama mereka.

"Tidak bisa pa, keputusan Davin sudah bulat, kami tetap akan pindah dan mulai hidup mandiri."

"Ma, Davin bukan pergi jauh, Davin dan Alsha hanya pindah rumah, dan Davin berjanji akan selalu mengunjungi mama saat libur." ujar Davin memeluk sang mama yang masih menangis.

"Oke, tapi kamu harus berjanji sama mama, bahwa kamu akan menjaga Alsha dengan baik, kamu jangan kasar-kasar sama dia Vin."

Davin menoleh kearah Alsha, dan menganggukan kepalanya, lalu mengulas senyum samar tanpa mereka sadari.

*

"Disana!" Davin menunjuk sebuah kamar yang terletak di paling pojok dan paling kecil diantara yang lainnya.

"Kau akan tidur disana."

''D-disana?"

"Kenapa? kau keberatan?" ujar Davin dengan memasang senyum sinis.

"Baiklah." tanpa perlu dipersilahkan lagi Alsha menyeret kopernya menuju kamar yang Davin tunjuk untuk dirinya.

"Lihat saja, sampai kapan kau mampu bertahan Alsha Zanitha Batari." gumam Davin dengan rahang mengeras.

Alsha membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, kemudian menguncinya dari dalam.

Gadis itu menyandarkan punggungnya dibalik pintu, kemudian menatap sekeliling kamar tersebut dengan tatapan nanar, bagaimana tidak! kamar yang akan ia tempati saat ini jauh lebih sempit dibandingkan kamar miliknya dirumah sang nenek.

Davin seolah sudah mempersiapkan tempat itu khusus untuk dirinya yang bahkan lebih cocok menjadi tempat penyimpanan barang bekas, atau lebih tepatnya disebut gudang!

Namun bedanya, didalam kamar itu tak ada satupun lemari atau barang lainnya untuk ia gunakan, terkecuali selembar karpet merah berukuran 150x90cm yang disimpan di pojok ruangan.

Alsha mengusap laju air matanya yang tiba-tiba mengalir di kedua pipinya yang putih, gadis itu menunduk membuka karpet dan menggelarnya.

Ini adalah pilihannya, jadi mau tidak mau ia harus menerimanya dengan lapang dada.

Saat tengah malam tiba, gadis itu terbangun merasakan perutnya yang terasa keroncongan, ia baru ingat jika sejak tadi siang perutnya belum terisi makanan sama sekali.

Dengan malas Alsha beranjak, melangkah kedapur berharap ada sesuatu yang dapat ia makan, atau setidaknya ada bahan yang bisa ia masak.

Alsha melirik meja makan, Kosong! tidak ada apapun disana, kemudian beralih membuka kulkas dan hasilnya sama saja, tidak ada apapun, bahkan kulkas tersebut terlihat masih sangat baru.

Alsha akhirnya memilih kembali kekamarnya, karena jika ia mencari makanan diluar pun percuma saja, tak akan ada yang menjual makanan hingga larut begini.

Alsha menangis, meratapi nasibnya yang begitu buruk, seandainya saja ia masih tinggal bersama sang nenek, ia mungkin tidak akan kekurangan makan seperti sekarang ini.

Namun ia berusaha kembali tersenyum karena setelah ini Rossa berjanji akan mempertemukan nya dengan sang Ayah.

Pagi harinya Alsha terbangun dalam keadaan perutnya yang melilit, tubuhnya sedikit lemas! ia benar-benar butuh asupan makanan saat ini.

Gadis itu membuka tas miliknya, mengambil sejumlah uang yang diberikan sang nenek sebelum ia menikah dengan Davin.

Ia keluar dari rumah, membeli berbagai bahan makanan, dan beberapa bungkus mie instant untuk bekal ia beberapa hari kedepan sebelum mendapatkan pekerjaan.

Ya, Alsha memutuskan untuk mencari pekerjaan, karena ia tahu bahwa Davin tidak akan mungkin memenuhi semua kebutuhannya.

*

*

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

kelaparan...tega bangeeet othor

2024-09-07

0

Kamiem sag

Kamiem sag

semangat AIsha sayang percayalah Tuhan tdk diam

2023-07-29

0

Ris Andika Pujiono

Ris Andika Pujiono

semangat kak ceritanya bagus 🥰🥰

2023-03-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!