Bab 5

Esok pagi harinya.

“Assalamualaikum, Ca ... Ica” panggil dan salam seseorang di depan pintu rumah Ica.

“Waalaikumsalam ... Sebentar” sahut Ica dari dalam rumah.

Tak lama terdengar suara anak kunci rumah di putar dan pintu di buka.

“Eh buset, Mas Roni!. Ngapain pagi-pagi sudah menyatroni rumah orang?” ucap Ica saat tahu siapa manusia yang sudah mengganggu ketenangannya di pagi hari.

“He he he ... Gue mau numpang sarapan di rumah lu” sahut Roni sambil terkekeh.

“Ya ampun ... Memangnya elu kagak di kasih makan sama orang tua lu ya? Kasihan amat hidup lu, Mas. Ya udah masuk, kebetulan Gue masak nasi goreng lebih” ujar Ica dan menyuruh Roni masuk ke dalam rumah.

“Terima kasih calon istriku sayang, Mas makin cinta deh kalau begini” ucap Roni sambil melangkah masuk ke dalam rumah dan mencolek dagu Ica.

“Uek” respons Ica dengan bergidik geli mendengar perkataan Roni yang lebay.

Di tengah sarapan bersama.

“Ca, kemarin gimana ceritanya sampai Bos Gue bisa jemput elu di tempat kerja?.”

“Gue juga Ngga tahu Mas. Gue aja kaget pas Gue jalan mau ke jalan raya cegat angkutan umum, Mas Agus tahunya udah ada di parkiran hotel. Dan dia mau anterin Gue pulang, pas di tengah jalan dia ngajak Gue makan katanya sih dia belum sempat makan siang” cerita Ica sambil mengunyah makanan di mulutnya.

“Fix ini mah Bos Gue suka sama elu, Ca. Gue jadi takut kehilangan elu, Ca. Lagi dia tahu dari mana ya kalau elu masuk pagi dan pulang jam segitu kemarin? Feeling Gue, kayanya Bos Gue bakal jemput elu terus saat elu masuk pagi deh. Karna saat itu kesempatan dia buat dekat in elu. Kan jam segitu Gue masih di kantor belum pulang kerja.”

“Ih elu mah kalau ngomong suka asal deh Mas. Bisa aja kan kemarin Bos elu hanya pas kebetulan lewat tempat kerja Gue. Kebagusan amat kalau Bos elu memang sengaja jemput Gue, memangnya Gue siapanya Bos elu coba,” tampik Ica dengan raut muka cemberut.

“Di bilang in Ngga percaya. Taruhan ya sama Gue. Kalau Feeling Gue betul, elu harus mau jadi kekasih dan istri Gue, oke?” tantang Roni pada Ica.

“Oke Deal” sahut Ica sambil berjabat tangan dengan Roni tanda menerima tantangan.

Selesai sarapan, Ica membereskan meja makannya dan mencuci piring bekas mereka makan di dapur. Setelah semua kerjaan beres,” Elu Ngga kerja Mas? Gue mau berangkat nih, takut jalanan macet kalau Ngga berangkat sekarang.”

“Kerja lah, masa Ngga kerja. Ayo sekalian Gue antar elu ke hotel” ujar Roni sambil beranjak bangun dari duduknya.

“Benar nih elu mau antar Gue ke tempat kerja, ngerepotin Ngga?.”

“Nggaklah. Mana ada calon suami yang merasa di repotkan dengan mengantar calon istrinya ke tempat kerja” jawab Roni dengan tersenyum.

Tanpa mereka berdua sadari saat keluar dari dalam rumah Ica dan masuk ke dalam mobil, ada sebuah mobil yang berhenti dan memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.

Awalnya seseorang yang berada di dalam mobil itu ingin menjemput dan mengantar Ica ke tempat kerja namun rupanya ia kalah cepat dengan seseorang di sana.

Dengan menahan rasa cemburu ia menstater mobilnya dan mengikuti mobil di depannya yang berjarak beberapa meter darinya.

45 menit menempuh perjalanan mobil Roni akhirnya tiba di hotel tempat kerja Ica.

“Thank’s Mas Roni udah antar Gue sampai tujuan dengan selamat” ucap Ica saat akan turun dari mobil.

“Sama-sama Sayang. Ingat ya taruhan kita tadi. Awas aja lu kalau nanti pura-pura amnesia.”

“Iya-iya, Gue ingat kok. Siapa juga yang mau pura-pura amnesia, nanti yang ada Gue amnesia benaran lagi, amit-amit deh. Ya sudah Gue turun ya. Hati-hati di jalan Mas”. ucap Ica sambil terkekeh keluar dari dalam mobil dan menutup pintunya kembali. Mobil Roni pun berlalu meninggalkan Ica.

Sedangkan di dalam mobil satunya seorang pria memperhatikan Ica dari kejauhan. Ia benar-benar ingin secepatnya mendapatkan gadis itu jadi miliknya.

Ia tidak akan membiarkan sahabat gadis itu yang mendapatkannya, segala cara akan ia tempuh untuk bisa mendapatkan gadis itu jadi miliknya. Walaupun harus menggunakan cara yang licik sekalipun. Tak lama mobil itu pun berlalu.

“Morning Tari” sapa Ica pada teman kerjanya sekaligus sahabatnya di hotel.

“Morning Ica” wah ceria amat kayanya pagi ini.”

“Ceria pala lu peyang. Ketenangan Gue pagi-pagi udah di gangguin sama kutu kupret tahu Ngga!,” gerutu Ica pada Tari sahabatnya.

“Loh kok bisa di rumah elu ada kutu kupret? Di basmi dong Ca, nanti elu gatal-gatal loh kalau Ngga di basmi.”

“Ya elah Tariii ... Bukan kutu kupret sesungguhnya tapi kutu kupret sahabat Gue yang Ngga ada akhlaknya itu loh maksud Gue” ujar Ica dengan nada gemas atas ke tidak pekaan Tari sahabatnya dengan apa yang dia maksud.

“Oh sahabat elu, Mas Roni itu? Sorry Ca, harap di maklum aja kalau pagi otak Gue loadingnya lemot” sahut Tari sambil tertawa terbahak-bahak.

“Ish nyebelin banget sih. Bisa-bisa Gue punya dua sahabat kagak ada yang beres begini. Nasib-nasib” balas Ica sambil menepuk dahinya dan geleng-geleng kepalanya.

Mendengar gerutuan Ica, Tari hanya bisa tertawa. Dan berlalu meninggalkan Ica menuju loker karyawan.

“Sialan. Pake ninggalin Gue lagi tuh bocah” gerutu Ica lagi. “Tari ... Tari ... Hai tunggu in Gue kenapa” teriak Ica sambil berlari menyusul Tari sahabatnya ke loker karyawan. Yang merasa di panggil terus berjalan dengan cuek dan terkekeh geli.

Tepat jam tiga sore, jam kerja Ica berakhir. Dengan terburu-buru ia berjalan menuju loker karyawan untuk mengambil tasnya dan mengganti seragamnya. Dari tadi ia sudah tidak sabar menantikan jam pulang untuk membuktikan omongan Roni, sahabatnya tadi pagi.

Setelah selesai ia bergegas keluar dari loker karyawan menuju pintu keluar khusus karyawan. Dengan jantung berdegup kencang ia menyusuri pelataran parkir hotel menuju pinggir jalan untuk menyetop angkutan umum yang lewat. Sambil berjalan kepalanya tengak tengok kiri kanan, tak di temuinya sosok yang ia cari. Dengan menghembuskan nafas lega, ia terus melangkah.

“Ica!” panggil seseorang dari arah belakang punggungnya.

Deg ... Deg ... Deg

Langkah Ica pun langsung terhenti, detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar suara yang memanggilnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan hembuskannya perlahan, mencoba menenangkan hatinya yang tak karuan. Setelah dirinya merasa sedikit tenang, ia membalikkan badannya perlahan demi perlahan ke arah belakang.

“Mas Agus!” tutur Ica dengan mata terbelalak lebar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!