Bab 4

“Pagi Pak Agus” sapa Roni saat atasannya melintas di depannya.

“Pagi Pak Roni” balas Agus dan terus berjalan menuju ruangannya.

Saat memasuki ruang kerjanya, Agus menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Di ambilnya telepon genggamnya dari saku celananya dan langsung menekan beberapa angka yang ada di sana.

“Pagi Tuan” sapa di seberang sana saat telepon tersambung.

“Pagi. Bagaimana, apa kamu sudah mendapatkan info jadwal kerja gadis itu?,” tanya Agus pada seseorang di ujung telepon.

“Sudah Tuan. Hari ini gadis itu masuk pagi dan pulang jam tiga sore.”

“Kerja yang bagus. Terus kamu pantau gadis itu!.”

“Baik Tuan,” sahut seseorang di sana dan mengakhiri panggilan teleponnya.

Setelah sambungan telepon terputus, Agus mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke atas meja, tak berapa lama terulas senyum di bibirnya.

“Hari ini aku pastikan kau tidak bisa menghindar lagi dariku, Clarissa” monolog Agus dalam hati.

Tepat jam tiga sore, Clarissa keluar dari pintu khusus karyawan. Ia melangkahkan kakinya menuju jalan raya untuk menunggu angkutan umum yang lewat. Saat melewati area parkir mobil hotel, ia di kejutkan dengan suara seorang pria.

“Sore Ica” sapa pria tersebut.

Dengan refleks Ica menoleh ke arah datangnya suara pria tersebut.

“Mas Agus?” ucap Ica dengan terkejut saat mengetahui siapa yang menyapanya.

“Yap ... Kenapa? Kamu terkejut melihat saya ada di sini? Kamu mau pulangkan? Kalau begitu biar saya antar kamu pulang,” ujar Agus pada Ica dengan menahan rasa gemas melihat raut wajah Ica yang seperti maling ke tangkap basah.

“Mas Agus tahu dari mana kalau Ica pulang jam segini? Dari Mas Roni ya?” tanya Ica dengan wajah bertanya-tanya.

“Bukan dari Roni. Dan semua soal kamu, saya tahu!.”

Mendengar perkataan Agus, Ica terperangah. Jantungnya berdegup dengan cepat di liputi rasa takut.

“Kamu tidak usah takut, saya tidak ada niat jahat padamu” ujar Agus kala melihat mata Ica yang terlihat takut kepadanya.

“Eh, Maaf Mas Agus, bukannya Ica takut sama Mas Agus. Ica hanya kaget aja lihat Mas Agus ada di sini” sahut Ica karna merasa tidak enak mendengar perkataan Agus.

“Ngga papa Cha, Mas mengerti. Ya sudah ayo Mas antar pulang.”

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju mobil Agus yang terparkir. Sesampainya di depan mobil, Agus membukakan pintu untuk Ica dan menutupnya kembali saat Ica sudah duduk di jok kursi mobil. Dengan cepat Agus mengitari depan kap mobil, masuk dan duduk di kursi pengemudi. Mobil pun meninggalkan halaman hotel.

Saat di tengah jalan.

“Ca, temani Mas makan dulu ya, tadi Mas belum sempat makan siang. Kamu mau kan temani Mas makan?” tanya Agus pada Ica.

Ica terdiam sejenak, mau menolak dirinya merasa tidak enak dan merasa kasihan mendengar Agus belum makan siang.

“Bagaimana Ca?” tanya Agus kembali.

“Oke Mas Agus” jawab Ica sambil mengangguk.

Mendengar jawaban Ica dan tanpa di sadari Ica, Agus menarik seulas senyuman tipis di bibirnya, pria itu merasa senang Ica mau menemaninya makan. Mobil Agus pun akhirnya memasuki halaman salah satu rumah makan sunda yang terkenal di kota itu. Setelah mobil terparkir mereka berdua turun dan memasuki restoran tersebut.

Saat mereka berdua telah memesan makanan yang di inginkan, ”Kring ... Kring,” telepon genggam Ica berbunyi. Melihat nama yang terlihat di layar telepon genggamnya Ica langsung menjawabnya.

“Halo Assalamualaikum Ca, elu lagi di mana? Kok rame suara musik?” tanya Roni di seberang sana.

“Waalaikumsalam Mas, Gu — Gue lagi sama Mas Agus dan lagi temani Mas Agus makan” jawab Ica sedikit gugup karna mendapat tatapan tajam dari Agus.

“Apa?! Elu lagi sama Pak Agus? Kok bisa?!” sahut Roni dengan terkejut saat mendengar Ica lagi bersama atasannya.

“Mmm ... Nanti aja ya Mas ngomongnya.”

“Oke. Tapi awas ya kalau macam-macam, ingat elu itu calon istri Gue” ujar Roni memberi peringatan pada Ica dan paham kalau Ica tidak enak menjawab pertanyaannya di depan Pak Agus.

“Ish apaan sih Mas” sahut Ica dengan memutar bola matanya dengan jengah saat mendengar perkataan Roni di seberang sana.

“Pokoknya elu harus hati-hati sama Pak Agus, kalau Ngga Gue jemput elu sekarang juga dan Gue seret elu pulang” ujar Roni memberikan ancaman pada Ica.

“Iya-iya. Sudah dulu ya Mas, makanannya sudah datang nih. Gue mau makan dulu.”

“Oke, Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam” balas Ica dan mengakhiri sambungan teleponnya.

Setelah pramusaji meletakkan pesanan yang mereka pesan dan meninggalkan meja mereka, ”Yang telepon kamu pasti sahabat kamu, Roni ... Iya kan ?” tanya Agus.

“Iya Mas, maaf kalau tadi saya terima telepon tanpa permisi dulu sama Mas Agus.”

“Tidak masalah. Tidak perlu kamu merasa tidak enak denganku. Beruntungnya Roni yang selalu bisa dekat denganmu. Kalau boleh aku tebak, sepertinya Roni menganggapmu lebih daripada sekedar sahabat. Semuanya terlihat dari perhatian extra yang dia berikan padamu, apa tebakan aku betul?.”

“Mas Agus ini aneh-aneh saja. Kami hanya bersahabat, mana mungkin Roni suka sama gadis seperti saya” kelit Ica pada Agus sambil terkekeh.

“Ya sudah sekarang kita makan dulu, nanti keburu dingin makanannya” ucap Agus sambil memulai menyuapkan makannya ke dalam mulutnya.

Selesai menyantap makanannya sambil menunggu makanan yang mereka makan turun, Ica dan Agus terlibat obrolan yang sesekali di sertai dengan gurauan. Yang membuat jantung Agus makin berdetak kencang saat melihat wajah Ica terlihat bertambah cantik saat tertawa lepas. Matanya tidak bisa berpaling dari wajah di hadapannya, makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah di matanya.

“Mas ... Mas ...” panggil Ica sambil melambaikan tangannya berkali-kali di depan wajah orang di hadapannya saat tidak menyahuti pertanyaannya.

Dengan muka merah Agus tersadar dari ketakjubannya dan merasa malu dengan orang di depannya kalau ia sedang menatapnya takjub.

“Eh maaf Ca, Mas melamun tadi. Kamu tanya apa barusan?” ujar Agus dengan wajah masih memerah karna malu.

“Wah, memangnya apa sih yang Mas Agus lamunkan. Sampai Ngga mendengar pertanyaan Ica. Pasti lagi teringat sama kekasihnya ya?” tutur Ica sambil terkekeh geli melihat wajah Agus yang memerah karna malu.

“Andai kamu tahu yang aku lamunkan itu kamu, pasti kamu tidak akan percaya” monolog Agus dalam hati.

“Mas hanya lagi teringat sesuatu saja kok. Maaf ya kalau Mas jadi cuek in kamu. Kita pulang sekarang?.”

“Oke” sahut Ica.

Mereka berdua bangun dari duduknya dan meninggalkan meja menuju kasir. Setelah Agus membayar di kasir, mereka berdua berjalan menuju mobil yang terparkir, masuk ke dalam mobil dan meninggalkan rumah makan tersebut.

Setelah Ica memberitahukan alamat rumahnya, mereka pun sampai.

“Terima kasih atas traktirannya Mas dan terima kasih juga sudah repot-repot jemput dan antar Ica pulang.”

“Sama-sama Ca. Terima kasih juga kamu sudah bersedia menemani Mas makan.”

“Sama-sama Mas Agus. Hati-hati di jalan, Assalamualaikum,” salam Ica sambil keluar dari dalam mobil dan menutup pintunya.

“Waalaikumsalam. Bye Ca” balas Agus dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Ica.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!