Tiba waktunya Gita dan bayinya di perbolehkan pulang kerumah. Bayi mungil berjenis kelamin perempuan itu belum di beri nama. Karena, keduanya belum menemukan ide akan memberi nama apa.
Bayi mungil itu menggeliat pelan, di dalam gendongan Gita. Dengan kursi roda, Pram membawa istrinya menuju lobi. Karena, dia telah memerintahkan sopir kantor untuk menunggu di sana. Miranti tidak ikut, karena wanita paruh baya itu sengaja ingin membuat Gita kerepotan.
Wanita yang baru saja melahirkan itu, susah payah naik kedalam mobil sambil membawa bayinya. Sementara, Pram menolak karena merasa takut untung menggendong anaknya sendiri.
"Mas. Gantian dong. Tanganku pegal," ucap Gita. Meminta pengertian lelaki yang sedang memainkan ponsel di sebelahnya ini.
"Aku gak berani, sayang. Aku takut salah pegang malah nanti jadi membahayakan. Udah, kamu aja. Sabar, sebentar lagi kita sampe rumah," jawab Pram seraya mengecup pelipis Gita. Akan tetapi, bukan hal itu yang Gita butuhkan. Wanita berkulit putih dengan rambut sebahu ini hanya ingin, di gantikan sebentar saja.
Gita hanya bisa menghela napasnya. Bayinya itu tenang dan masih terlelap dalam gendongannya. Akhirnya, Gita dapat tersenyum dan terhibur. Seketika, ia terlupa akan kelelahannya. Pipi sang bayi yang gembul dan kemerahan membuatnya tak tahan untuk menciumnya.
Gita, pun mendekatkan wajahnya serta menaikkan sedikit tubuh bayi itu agar ia dapat menjangkau wajah mahkluk kecil yang sama sekali belum memiliki dosa alias suci. Pada saat bibir dan hidungnya menyentuh kulit sang bayi, pada saat itulah Gita merasakan ada aliran hangat yang menjalar ke setiap sendi tubuhnya. Hingga, ia merasakan haru itu menyeruak keluar dari rongga dadanya.
Tanpa sadar, buliran bening itu mengalir ke pipi tirus Gita. Karena, semenjak hamil bobot tubuhnya justru merosot. Untung saja, bobot bayinya sesuai. Meskipun, harus masuk ke dalam inkubator selama dua puluh empat jam.
Pram, turut menyaksikan bagaimana perlakuan Gita terhadap bayi mereka. Lantas hal tersebut membuatnya berucap. "Syukurlah, kamu sekarang sadar dan menyayangi bayi kita. Terlepas dari apa yang sudah kamu lakukan sebelumnya. Aku memaafkanmu, Gita," ucap Pram seraya memeluk istrinya itu dari samping.
Sesak itu kembali menelan dada Gita. Karena, lagi-lagi suaminya itu mengungkit kejadian di mana Gita di kira ingin menggugurkan kandungannya. Padahal, jika saja Pram tau betapa Gita adalah orang pertama yang paling bahagia pada saat itu. Tapi, tentu saja ia tak dapat membantah itu. Gita, belum memiliki tenaga yang cukup untuk kembali berdebat dengan Pramudya. Sehingga, ia hanya diam menerima tuduhan pahit dari suaminya.
"Kok kamu diam? Apa ada yang salah atas ucapanku?" cecar Pram tanpa sadar jika telah melukai hati sang istri yang baru saja melahirkan. Karena, sebenarnya hormonal pada wanita hamil belum selesai meski dia telah melahirkan. Justru pada saat ini adalah momen yang paling riskan. Wanita akan mudah tersinggung dan merasa tak si anggap keberadaannya pada saat setelah proses kelahiran ini.
Di sinilah peran suami sangatlah di butuhkan. Selain support dan kepercayaan juga perhatian dan kasih sayang. Karena, wanita akan kuat menerima ancaman mau pun judgement dari berbagai sisi. Asalkan sosok suami tetap berada di pihaknya. Membela dirinya. Akan tetapi semua bertolak menjadi sebaliknya, jika suami tak memiliki kepercayaan kepada istrinya sendiri. Wanita sekuat apapun akan rapuh, ketika salah satu sandarannya ini tak lagi menopang dirinya.
"Aku hanya lelah. Mas. Aku ingin cepat sampai rumah dan tidur," jawab Gita seraya memejamkan matanya. Meskipun, sudah melihat Gita dengan keadaan seperti itu, Pram tetap tidak memiliki keinginan untuk mengambil alih bayinya.
Tak lama kendaraan roda empat yang membawa ketiganya pun sampai di depan rumah besar Miranti. Gita pun turun dengan susah payah, karena Miranti sama sekali tidak menyambut kedatangannya.
"Pelan-pelan saja. Aku bukan tidak mau membantumu, tapi aku takut," ucap Pram yang melihat betapa susahnya Gita yang hendak turun dari dalam mobil. Sang sopir hanya bisa meringis melihat bagaimana istri tuannya ini kesulitan. Ingin membantu, tapi takut di salah artikan.
Gita berhasil turun sambil meringis. Karena ia tengah merasakan nyeri jahitan pada bagian kewanitaannya itu. Pram menggandengnya, sang sang sopir membawa tas perlengkapan dari rumah sakit.
Sudah masuk rumah pun, sosok Miranti masih tidak kelihatan. Hal itu membuat Gita bertanya. "Mama kemana sih, Mas? Apa tidak tau kalau cucunya ini mau pulang?" Dengan kening berkerut Gita mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.
"Mungkin, Mama ada kesibukan. Sudahlah, tak apa. Itu bukan berarti Mama tidak sayang kamu dan anak kita," kilah Pram membela Miranti. Padahal dirinya sendiri pun juga heran. Namun, ia berusaha berpikir positif saja.
Sesampainya di kamar, Gita mencoba kembali duduk perlahan di atas kasur dan meletakkan bayinya juga. Lega ketika ia bisa melepaskan mahluk kecil itu dari lengannya. Semua tubuhnya terasa kau. Tanpa mau tau apaan lagi, Gita pun menselonjorkan kakinya dan memejamkan mata.
Tiba-tiba Miranti masuk kamar, meletakkan mangkuk dan langsung menggendong bayi yang sedang terlelap itu. Kemudian, ia berkata tegas pada Pram. "Bangunkan istrimu! Masih sore jangan tidur!" titah Miranti.
Mendengar perintah ibunya itu, Pram langsung menggoyangkan bahu Gita kencang. Wanita itu terbangun kaget karena dia baru saja terpejam sebentar. "Kenapa sih, Mas. Aku mau tidur mungkin dedek bayi tenang," protes Gita. Namun, matanya yang hendak terpejam lagi itu mendadak terbelalak, ketika ia melihat sosok sang mama mertua sedang menggendong bayinya.
"Mama!" serunya kaget.
"Untung saja bayimu sehat. Setelah apa yang terjadi. Kau juga bisa selamat, tanpa operasi. Seandainya kamu mau mendengar setiap nasihatku. Tidak mungkin dia masuk inkubator," ucap Miranti penuh sesal seraya menoleh ke arah bayi merah yang ada di dalam gendongannya.
Gita hanya bisa menunduk ketika dirinya lagi-lagi di salahkan. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menelan habis tuduhan demi tuduhan itu. Apalagi, saat ini Miranti memegang kendali.
Mendengar ucapan dari Miranti, sontak Pram langsung mendekat ke arah istrinya. Lalu, pria itu duduk di sisi tempat tidur. Pram menoleh ke arah Gita. "Apa yang sudah kau konsumsi selama hamil Gita? Kenapa dokter mengatakan jika keadaan mu kurang gizi?" cecar Pram.
"Aku--," Gita tak jadi membuka mulutnya. Sebenarnya dia ingin menceritakan yang sebenarnya, tapi Miranti telah mengancamnya dengan tatapan mengarah pada bayinya yang masih merah itu.
Gita tau, jika ibu mertuanya ini adalah orang tega dan nekat. Sebagai seorang ibu, ia tak mau ada hal buruk yang terjadi pada bayi mungilnya itu. Apalagi, Gita telah melalui perjuangan yang sangat menguras tenaga pada saat melahirkannya.
Mendapati ancaman tersebut, Gita hanya bisa berkata ... "Maaf." Seraya menatap Miranti yang kini tersenyum sambil menimang dan menciumi bayinya. Gita tau, semua itu adalah sandiwara mama mertuanya saja. Sejak, awal wanita paruh baya itu tak pernah menyukai kehadiran dari cucunya itu. Terlepas dari setiap perlakuannya terhadap Gita.
"Bukan hanya tak mau makan masakan Mama. Tapi dia itu juga sering makan bakso pedas. Gimana tidak kurang gizi. Sementara, lauk yang Mama sediakan adalah yang terbaik bagi wanita hamil dan juga bayi yang ia kandung. Secara, Mama kan pernah hamil jadi juga jadi ya tau," tutur Miranti kembali mencetuskan informasi dengan setting dan plot hasil karangannya sendiri.
Wanita paruh baya itu kembali melirik ke arah Gita dan berganti ke arah bayinya dengan sorot mata tajam. Namun, Pram yang tertutup emosi lantaran kesal pada Gita. Tak menyadari perubahan ekspresi sang Mama.
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Pram bodoh terlalu percaya sama mama nya yang jahat
2023-09-13
1
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
Trus aja kamu mau dibodohin oleh mamamu pram
2023-03-28
2
Uyhull01
pram gak harus nurutin mama mu trus bisa gak si , kmu sma aja sma mama my dan bibi mu itu😡😡
2023-03-22
2