Bab. 3. Di Balik Topeng Ibu Mertua.

Semenjak kejadian itu, Pram tidak pernah lagi mempercayai Gita Karena bukti dari sang mama sudah akurat. Gita pun tidak bisa membantah bukti yang ada. Ia hanya berupaya menunjukkan betapa ia menyayangi calon bayi yang bersemayam di dalam perutnya itu.

Namun, Miranti tak berhenti menganggu. Wanita paruh baya itu terus mengipasi Pram agar terus menekan Gita. Mendoktrin putranya itu tentang beberapa hal yang bisa membahayakan janin, sekalipun itu tidak benar. Sehingga, Pram selalu melarang Gita melakukan ini dan itu, serta jenis makanan pun di batasi. Miranti membatasi semua hal yang ia sukai, termasuk jalan-jalan ke luar bersama sahabatnya Amel.

Miranti sengaja membatasi semua agar Gita tertekan dan tersiksa dengan kehamilannya. Termasuk membatasi pihak luar yang sekiranya bisa memberikan bounding maupun support sistem bagi Gita.

"Mas, berangkat ya," pamit Pramudya pagi ini seraya melabuhkan kecupan singkat di kening Gita. Segera wanita yang tengah hamil itu meraih tangan suaminya dan menciumnya takzim. Gita tetap berlaku sopan, meskipun harapannya yang akan di manja saat hamil pupus sudah.

"Mas, bisa tidak pulangnya jangan terlalu larut?" pinta Gita. Karena, ia ingin bisa bersantai di kamar lebih cepat. Karena, sebelum Pram pulang, mama mertua akan terus memerintahkannya untuk mengerjakan ini dan itu, meskipun Gita sudah kelelahan.

"Semoga saja. Karena pekerjaan banyak hari ini. Tim audit akan datang ke kantor memeriksa pembukuan. Kamu jangan terlalu lelah di rumah. Dengar apa kata, mama. Jangan terlalu sering membantah," pesan Pram, sontak membuat Gita kesal.

"Aku selalu menurut, Mas. Apapun yang mama katakan pasti akan aku kerjakan. Bagian mana yang tidak menurutnya?" protes Gita. Hal itu membuat Pram mengeratkan gigi gerahamnya.

"Lihat saja ini, kau bahkan berani membantah, Mas. Mau jadi apa anak kita kalau kamu, ibunya ini selalu keras kepala," debat Pram. Ia selalu percaya apa yang Miranti katakan ketimbang istrinya. Karena bagi, Pram, Miranti adalah wanita yang baik dan menyayangi menantunya. Tanpa Gita tau, jika Miranti selalu mengadu pada sang putra sambil berlinang air mata.

"Terserah, Mas. Kau takkan pernah mau mendengar ucapanku. Kau selalu menganggap benar setiap ucapan mamamu!"

"Dia mamamu juga, Gita!" tegas Pram. Mau berangkat kerja justru jadi bersitegang. Pram, mengusap wajahnya kasar. Berusaha meredam emosinya. Setidaknya ia masih memikirkan keadaan Gita yang berbadan dua.

"Sudahlah, aku berangkat." Pram pun meninggalkan Gita terpaku di depan rumah, sambil menatap nanar ke arah punggung suaminya. Tak ada kecupan atau pelukan untuk meredakan kemarahan di hati Gita.

Sering waktu, kehamilan Gita semakin besar. Namun, masa mengidamnya belum lagi usai. Hari ini dia ingin sekali makan bakso yang pedas. Siapa tau bisa mengurangi kesal dan lelah pada hati serta fisiknya juga.

"Tidak usah berpikir untuk makan enak Gita!" sarkas Miranti seraya meraih mangkok bakso yang ada di hadapan menantunya itu. Padahal, Gita sengaja makan di dapur. Pikirnya, sang mama tengah pergi keluar.

"Kok, Mama sudah pulang? Kembalikan baksoku, Ma. Gita lapar," pintanya memelas.

"Oh, jadi ... ketika aku tak ada di rumah, kau akan melakukan hal sesukamu. Benar begitu, menantuku yang cantik!" sarkas Miranti seraya mencengkeram dagu Gita dan melepaskannya kasar.

"Semua itu karena, Mama selalu membatasi keinginanku. Bahkan, hal yang di perbolehkan oleh dokter sekalipun," jawab Gita dengan segenap keberaniannya. Dan, hal itu pun kembali memancing eskpresi bengis dari Miranti.

"Hei. Aku melakukannya demi kebaikan dan kesehatan bayimu. Cucu kesayanganku!" tekan Miranti seraya mendekatkan wajahnya pada Gita dengan senyum miring.

"Sudahlah, Mama ambil ini! Kau, sebaiknya pergi belanja sayuran ke warung. Cepat sana!" titah Miranti. Kemudian dia berlalu setelah meletakkan uang dan kertas catatan.

"Tega sekali. Siang terik gini aku di suruh ke warung yang lumayan jauh. Padahal, tadi pagi aku sudah belanja kan," keluh Gita dalam hati

Miranti sengaja melakukannya hanya untuk menyiksa Gita. Kini, ia yang duduk santai sambil menikmati bakso panas dengan kuah pedas milik menantunya itu. Sementara, Gita hanya bisa menelan liurnya.

Di warung.

"Wah, Mbak Gita udah gede aja ya perutnya," celetuk salah satu warga yang jarang melihat Gita keluar rumah. Gita, hanya menimpali dengan senyum. Kemudian menyerahkan daftar belanjaan pada yang punya warung.

"Gak nyangka ya. Anak yang niatnya di buat tiada ternyata panjang umur," tambahnya lagi, tentu dengan senyum mengejek dan tatapan penuh tuduhan.

"Saya, tidak pernah sekalipun berniat untuk membunuh bayi saya!" ujar Gita membela diri. Sambil mengusap perut, berharap bayi di dalam sana tidak mendengar tuduhan keji terhadapnya itu.

"Ya, Mbak. Maling mana ada yang mau ngaku. Lagipula yang cerita juga mertua Mbak sendiri. Kasian loh, sambil nangis curhat sama kita," ungkap ibu yang mengenakan daster pendek, kemudian diangguki oleh pengunjung warung yang lain.

''Astaga, Ma! Cerita apa yang sudah mama rekayasa. Hingga mereka semua menyudutkan aku?'

Gita mencengkeram ujung dress-nya. Ia berusaha menahan setiap emosi dalam dada. Karena percuma juga membantah. Namanya sudah terlanjur jelek di mata para tetangga. Gita pun pamit setelah mendapat jatah belanjaannya. Sepanjang jalan menuju rumah. Ia hanya bisa melampiaskannya dengan menangis.

Bulan berganti bulan.

Bik Sukma, kebetulan sudah menginap lebih dari tujuh hari. Hal itu, tentu saja menambah porsi tekanan batin untuk Gita. Ketika keberadaan satu wanita kolot saja sudah membuatnya tersiksa, kini harus ada dua orang.

"Gita jangan makan dengan piring! Nanti muka anak kamu lebar! Kamu itu mau buat keturunan dari keponakanku jelek ya !" hardik Sukma. Membuat Miranti tertawa tanpa suara di balik dinding dapur.

"Gita, kalau mau pel lantai jangan gunakan lap bertangkai. Nih, gunakan ini, dan berjongkoklah!" titah Sukma sambil melempar lap kain. Gita menatap nanar kain basah yang ada di tengahnya.

'Yang benar saja. Rumah seluas ini. Harus aku pel dengan cara begitu dan dalam keadaan seperti ini. Apa mereka semua gila? Dasar wanita tak punya hati!' batin Gita penuh emosi.

Gita meletakkan kembali kain dari tangannya kedalam ember. "Tidak begini, Bik, cara agar aku bisa lahiran normal. Aku hanya perlu yoga dan senam ibu hamil, sebagai ikhtiar," jelas Gita. Mencoba membuka mata hati wanita kolot di hadapannya. Karena, sejauh informasi yang ia cari di internet tak ada hal semacam itu.

"Hei, itu cara kami jaman dulu. Liat saja, tak ada istilah secar atau apalah itu!" sambar Miranti, tentu saja dengan kedua matanya yang melotot. "Awas saja kalau kau sampai operasi!" kecamnya kemudian.

Tekanan seperti itu bukan sekali dua kali. Mertua dan juga bibi dari suaminya itu selalu saja mengatur apapun yang ingin Gita lakukan. Hal itu membuatnya sering menangis dalam diam. Di tambah lagi, Pram tidak mau mengerti dan membelanya. Hingga, menjelang waktu melahirkan, Gita tetap mendapat tekanan dari berbagai larangan.

Tibalah masa itu.

Pram yang panik karena Gita sudah kontraksi masih di tahan oleh Miranti. "Nanti saja kerumah sakitnya. Paling juga baru pembukaan awal," ucap Miranti. Ia enggan ikut mengantar sekarang. Meskipun dia tau jika keadaan Gita sudah mendekati proses melahirkan. Ia ingin menyiksa menantunya itu sampai puas.

"Mas! Sakit!" teriak Gita seraya mencengkeram lengan suaminya.

"Jangan teriak-teriak, Gita. Dulu, Mama waktu melahirkan Pram tidak seperti kamu. Makanya menurut apa kata orang tua. Lah kamu, selalu saja membantah. Selalu menolak niat baik Mama dan juga Bibimu itu," ungkap Miranti, sengaja di depan Pramudya.

"Aakhh! Sakit, Mas! Aku tidak tahan lagi!" teriak Gita dengan keringat sebesar biji jagung yang mengalir di pelipisnya.

"Sudah jangan teriak. Dengar kata, Mama. Nanti tenaga kamu habis untuk mengejan," ucap Pram membuat Gita merasa semakin kesal sekaligus sedih. Bahkan di saat genting begini, Pram masih tidak memikirkan perasaannya.

____________

Di rumah sakit.

Dokter keluar dari ruang bersalin. Pram langsung menghampiri.

"Selamat, Tuan. Istri anda telah berhasil berjuang untuk melahirkan secara normal. Meskipun, tadi ... istri anda sempat pendarahan lalu pingsan. Untung saja, mereka berdua bisa diselamatkan. Keadaannya terlalu lemah, mungkin karena kelelahan dan juga kurang asupan makanan bergizi," jelas sang dokter, yang sontak membuat Pramudya heran. Sebab, ia selalu mencukupi kebutuhan Gita.

Pramudya menoleh ke arah sang mama. "Itu karena kau terlalu memanjakannya, Pram," ucap Miranti datar. Pram menghela napas. Setidaknya, Gita dan bayi mereka selamat.

Miranti pulang lebih dulu ke kediamannya. Sukma sang adik sudah ijin pergi lagi.

"Aku, pasti kembali untuk membantumu menyiksa, Gita. Menantu kesayanganmu itu," ucap Sukma, terkekeh kemudian.

Setelah melepas kepergian Sukma dengan memberinya uang. Miranti masuk kedalam kamarnya.

Miranti cukup puas melakukan tindakan jahat kepada Gita. Ia pun melihat dan mengambil foto mendiang suaminya yang tersimpan di atas nakas. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku, mas. Aku pastikan kamu tenang dengan kehancuran orang itu.” gumam wanita paruh baya itu dengan sinar mata semerah darah.

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

Elvipangau

Elvipangau

kualat kau meranti, semoga cepat azabnya mampir,
hahahaha, berhasil deh Thor memancing emosi

2023-05-07

1

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

Oalah karena balas dendam to makanya Mira jahat kepada menantunya

2023-03-28

2

Uyhull01

Uyhull01

hahhhh gila bener bener gila ini ibu mertua , dendam apaan si hahhh astgfirullahh😡😡😡

2023-03-22

2

lihat semua
Episodes
1 Bab.1.Tak Seindah Bayangan.
2 Bab. 2. Kebencian Ibu Mertua.
3 Bab. 3. Di Balik Topeng Ibu Mertua.
4 Bab. 4. Sambutan Pedas Usai Melahirkan.
5 Bab. 5. Tuduhan Kejam Dan Ancaman Dari Miranti.
6 Bab. 6. Tuduhan Kejam Miranti dan Pramudya.
7 Bab. 7. Gita mulai tertekan.
8 Bab. 8. Kelebihan Bilirubin. ( Bayi Kuning )
9 Bab. 9. Baby Asha Masuk Rumah Sakit.
10 Bab. 10. Tapi aku ini istrimu, Mas!
11 Bab. 11. Anak Adalah Tanggung Jawab Suami-istri.
12 Bab. 12. Drama Mertua Di Pagi Hari.
13 Bab. 13. Awal Mula Baby Blues.
14 Bab. 14. Kado Untuk Baby Asha Yang Di jual Mama Mertua.
15 bab. 15. Bara Api Dan Kipas.
16 Bab. 16. Maafkan, Bunda mu yang bodoh ini.
17 Bab. 17. Melampiaskan Emosi Pada Asha.
18 Bab. 18. Astaga Gita!
19 Bab. 19. Menemui Psikolog.
20 Bab. 20. Bukan lagi Baby Blues, tetapi Postpartum Depression.
21 Bab. 21. Membawa Orang Ketiga.
22 Bab. 22. Apa yang, Mama lakukan!
23 Bab. 23. Uang Putraku, Adalah Uangku!
24 Bab. 24. Kontak Batin Sahabat.
25 Bab. 25. Dia Sudah Menderita.
26 Bab. 26. Titipan Dari Rama Adi Kusuma.
27 Bab 27. Makan Malam Di Luar.
28 Bab. 28. Tersentuh.
29 Bab. 29. Terjatuh.
30 Bab. 30. Karena Kelelahan.
31 Bab. 31. Rencana Miranti.
32 Bab. 32. Tolong anakku Ma!
33 Bab. 33. Kantor Polisi atau Rumah Sakit Jiwa.
34 Bab. 34. Rencana Gita.
35 Bab. 35. Gita, Mulai Melawan.
36 Bab. 36. Gita, Mulai Bertindak.
37 Bab. 37. Ma, kenapa kau begitu membenciku?
38 Bab. 38. Menceraikan untuk Menikah Lagi.
39 Bab. 39. Penangkapan Miranti.
40 Bab. 40. Terungkap Apa yang Tersembunyi.
41 Bab. 41. Penyesalan Tak Pernah Di Awal.
42 Bab. 42. Hukum Timbal Balik.
43 Bab. 43. Penolakan Gita.
44 Bab. 44. R. I. P. ( Akhir Cerita )
Episodes

Updated 44 Episodes

1
Bab.1.Tak Seindah Bayangan.
2
Bab. 2. Kebencian Ibu Mertua.
3
Bab. 3. Di Balik Topeng Ibu Mertua.
4
Bab. 4. Sambutan Pedas Usai Melahirkan.
5
Bab. 5. Tuduhan Kejam Dan Ancaman Dari Miranti.
6
Bab. 6. Tuduhan Kejam Miranti dan Pramudya.
7
Bab. 7. Gita mulai tertekan.
8
Bab. 8. Kelebihan Bilirubin. ( Bayi Kuning )
9
Bab. 9. Baby Asha Masuk Rumah Sakit.
10
Bab. 10. Tapi aku ini istrimu, Mas!
11
Bab. 11. Anak Adalah Tanggung Jawab Suami-istri.
12
Bab. 12. Drama Mertua Di Pagi Hari.
13
Bab. 13. Awal Mula Baby Blues.
14
Bab. 14. Kado Untuk Baby Asha Yang Di jual Mama Mertua.
15
bab. 15. Bara Api Dan Kipas.
16
Bab. 16. Maafkan, Bunda mu yang bodoh ini.
17
Bab. 17. Melampiaskan Emosi Pada Asha.
18
Bab. 18. Astaga Gita!
19
Bab. 19. Menemui Psikolog.
20
Bab. 20. Bukan lagi Baby Blues, tetapi Postpartum Depression.
21
Bab. 21. Membawa Orang Ketiga.
22
Bab. 22. Apa yang, Mama lakukan!
23
Bab. 23. Uang Putraku, Adalah Uangku!
24
Bab. 24. Kontak Batin Sahabat.
25
Bab. 25. Dia Sudah Menderita.
26
Bab. 26. Titipan Dari Rama Adi Kusuma.
27
Bab 27. Makan Malam Di Luar.
28
Bab. 28. Tersentuh.
29
Bab. 29. Terjatuh.
30
Bab. 30. Karena Kelelahan.
31
Bab. 31. Rencana Miranti.
32
Bab. 32. Tolong anakku Ma!
33
Bab. 33. Kantor Polisi atau Rumah Sakit Jiwa.
34
Bab. 34. Rencana Gita.
35
Bab. 35. Gita, Mulai Melawan.
36
Bab. 36. Gita, Mulai Bertindak.
37
Bab. 37. Ma, kenapa kau begitu membenciku?
38
Bab. 38. Menceraikan untuk Menikah Lagi.
39
Bab. 39. Penangkapan Miranti.
40
Bab. 40. Terungkap Apa yang Tersembunyi.
41
Bab. 41. Penyesalan Tak Pernah Di Awal.
42
Bab. 42. Hukum Timbal Balik.
43
Bab. 43. Penolakan Gita.
44
Bab. 44. R. I. P. ( Akhir Cerita )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!