Kania yang mendapat uluran tangan dari Dion, tak menyambutnya. Gadis itu bergegas masuk ke dalam ruangan karena sudah waktunya untuk kembali bekerja.
“Hei tunggu!” merasa diacuhkan, Dion mengikuti gadis itu hingga ke lantai empat, tempat dimana ruangan gadis itu berada.
Pentolan geng tampan itu memindai ruangan di lantai itu. pandangannya mengedar, hingga ia berhenti di salah satu ruangan yang cukup besar, yang ia yakini adalah ruangan Chandra Wijaya, sosok papanya yang kaya raya itu.
Tangannya terulur hendak membuka pintu, namun dari belakang langkah heels terdengar mendekat ke arahnya.
“Kamu masih di sini?” suara yang sama dengan gadis yang Dion olok-olok di halaman samping gedung kantornya.
Dion yang tak percaya, menatap gadis itu dari atas hingga bawah berulang kali. Bagaimana mungkin seorang upik abu yang jorok yang kotor bisa berubah secepat kilat seperti ini.
“Lo gadis jorok yang makan di luar ruangan tadi kan? heh, sekali jorok tetap saja jorok, mau berubah penampilan seribu kali juga nggak merubah pandangan gue ke Lo!”
Karena terburu-buru, Kania lupa untuk mengaitkan kancing rok span hitam miliknya. Dan ia berlalu meninggalkan Dion dengan omong kosongnya menuju mejanya. Matanya yang jeli segera menangkap hal itu, namun oleh Dion tetap ia abaikan. Dia tak ingin membuang waktu dengan gadis yang membuatnya ilfil sejak pertama kali bertemu.
“Jadi nama kamu Dion? silakan duduk!” gadis itu tetap saja mengurai rambutnya yang hitam dan panjang. Berbaur dengan kulitnya yang putih, membuat Dion salah fokus. Namun kejadian sawi yang nyangkut di gigi gadis itu membuatnya tiba-tiba bergidik.
Gadis mancung dengan tahi lalat kecil di bawah bibir itu menyerahkan selembar kertas untuk Dion isi. Lalu dengan luwes Kania juga mengenalkan pekerjaan apa saja yang akan Dion lakukan nanti.
“Tunggu, siapa nama lo?”
“Panggil saja Kania, saya sekretaris Pak Chandra Wijaya.”
Hahaha....
Sungguh sangat mengejutkan sekali pagi ini. Dion merasa terhibur dengan ulah papanya, juga gadis jorok yang berada di hadapannya ternyata adalah seorang sekretaris. Benar-benar di luar nalar isi kepala Dion.
"Kenapa ada yang lucu? Sejak tadi kamu menguji kesabaran saya, sekarang kamu isi datanya dan mulai memperhatikan apa yang saya sampaikan.” Ketus Kania yang mulai terprovokasi.
Kania berdiri, mengambil ordner yang berada di atas jangkauannya. Lama-lama rok span yang dikenakan gadis bertubuh ramping itu mulai turun dan semakin turun, membuat Dion semakin tak bisa mengendalikan pikiran kotornya.
‘Oh ayolah, jangan dia! memangnya nggak ada ya gadis seksi dan cantik yang kayak si bohay!’ batin Dion.
Dengan cepat Dion menahan tubuh Kania. Tanpa permisi ia menarik pinggang gadis itu, mengaitkan kancing pada roknya dan menaikan resletingnya. Netra mereka berdua bertemu. Dion yang lebih tinggi tentu saja dapat dengan mudah menikmati akses dihadapannya. Aroma stroberi tercium dari puncak kepala Kania. Begitu juga dengan gadis itu, aroma maskulin milik Dion membaur dengan blouse putih, senada dengan yang mereka kenakan saat ini.
“Ehem...”
Dion melepaskan pelukan di pinggang Kania. Namun tetap saja, Dion tak mau menjelaskan situasi yang terjadi. Ia ingin di salah pahami seperti biasanya.
“Jangan GR! Gue Cuma nggak mau, mata gue ternodai melihat body rata milik Lo!”
Hahaa...
“Sorry, saya juga nggak selera sama kamu!”
Mereka berdua memasang senyum kecut di wajah masing-masing. Dion yang tak kenal kekalahan, terus melawan gadis itu. hingga pukul 15.00 sore, Dion sudah di perbolehkan pulang. Pria tampan yang tidak suka di abaikan itu diam-diam mengambil ponsel gadis itu yang tergeletak di atas meja. Kemudian diambil oleh Dion dan di sembunyikan di dekat pintu ruangannya yang letaknya cukup tinggi.
“Rasain! belum kenal gue, anaknya yang punya gedung ini! cih!” decih pria bertubuh atletis itu sambil berlalu.
...
Menunjukan pukul 16.00 sore, Kania tak menemukan ponselnya. Padahal semua staf di lantai empat sudah meninggalkan ruangan. Ia merasa merinding, karena hanya tersisa dirinya di sana. ia mencoba menghubungi melalui telepon kantor, namun panggilan itu tidak terhubung. Karena Dion telah mematikan dayanya.
“Gimana ini? mana tinggal gue sendirian.”
...
Dion yang mengendarai motor besarnya meninggalkan pelataran kantor besar itu. dia sudah tidak peduli lagi dengan apa yang ada di sana. Dirinya hanya ingin menceritakan kejadian tak mengenakan hari ini kepada sahabatnya. Siapa lagi jika bukan Vicky.
Sedangkan Kania, Ia menumpuk kursi untuk bisa naik ke atas. saat ponselnya terjangkau oleh tangannya, kursi yang ia gunakan untuk pijakan meleset.
Brakkk!!!
“Aduh Mama!”
Kania berjalan terseok-seok, karena pergelangan kakinya terkilir. Juga rok span yang ia kenakan robek. Untung saja ia membawa pakaian ganti. Namun karena ruangan sudah cukup gelap, gadis itu mengganti pakaian di dalam ruang kerjanya.
“Semoga saja tidak ada yang melihat, Awas saja Lo Dion! gue bikin kerjaan lo berat dan semakin berat, lihat saja nanti!”
...
Dion telah sampai di rumah Vicky, namun pria itu rupanya belum tiba di rumah. Hanya ada si bohay yang menjadi pujaannya dari sejak SMA mungkin hingga sekarang ini. namun sayangnya, gadis itu telah menjadi istri dari sahabatnya.
“Dion, dari mana tumben rapi banget?”
Merasa diperhatikan, pria badung bukan kepalang itu merasa tersanjung. Melihat Dista yang begitu terawat dan modis membuat pria itu betah berlama-lama untuk menatapnya. Lalu seketika muncul sekelebat bayangan gadis jorok yang sedang tersenyum, menampakan deretan giginya yang terdapat sawi di sana.
“Hii...” Dion bergidik.
Dista yang mendengar ekspresi jijik, melihat kearah Dion. lalu menatap dirinya sendiri, apakah memang ada yang salah dengan dirinya, dan Dion pun tertawa.
“Sorry Dis, bukan Lo kok! Gue jadi ingat sama karyawan bokap gue tadi.”
Dista pun lega, jika ternyata Dion mengikuti nasehat Vicky untuk mau bergabung di perusahaan Papanya. Jika Vicky memperbolehkan, sudah pasti Dista akan ikut bekerja di kantor sebagai wanita karir. Namun suaminya tak mengijinkan.
Dista hendak pergi ke dapur, langkahnya yang selalu menggoda membuat Dion terpana. Namun saat gadis itu berbalik, hanya ada wajah Kania yang tersenyum manis dengan rambut hitamnya yang terurai.
Sekali lagi Dion bergidik, bayangan wajah gadis itu menghantuinya. Terlebih ia menyembunyikan ponsel gadis itu, dan saat rasa bersalah itu mulai muncul, sebuah panggilan masuk dari Papanya.
Papa Chandra
[Kamu dimana Nak? Ada hal yang perlu kita bicarakan! Kamu pulang sekarang!]
Dion
[Nggak bisa Pa, nanti malam saja! Dion lagi di luar!]
Papa Chandra
[Kamu ingat perjanjian yang kamu tanda tangani kan?]
Dion
[ Otewe ]
Dion merasa kesal, karena surat pernyataan yang ia tanda tangani bagai pisau bermata dua. Bisa sebagai penyelamatnya namun juga bisa digunakan orang tuanya untuk selalu mengancam dan menekan putra tunggalnya.
Padahal ia masih ingin berlama-lama mengagumi keindahan wanita pujaannya. Yang baru saja keluar menyajikan minuman untuknya.
“Mau kemana? Di minum dulu! sebentar lagi Vicky pulang kok!”
Antara enggan dan ingin, namun kali ini dia malas berurusan dengan orang tuanya. Dan Dion memilih pulang setelah menenggak habis minuman dari Dista.
“Gue balik dulu Dis, titip salam aja buat Vicky. Ada urusan penting sama bokap! Bye cantik!”
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments