"Aarrrgghh, Sial!" Dion menggebrak meja kerjanya, menyugar rambutnya yang sudah mulai panjang.
Merasa frustasi dengan keputusan Papanya yang tiba-tiba, Dion mengambil jaket denim dan kunci Ducati nya. Berjalan santai tanpa memperhatikan kanan kiri, karena memang keadaan rumahnya sangat sepi.
Di dalam rumah besar itu hanya ada Chandra Wijaya, Agnes, dan Dion. Juga beberapa asisten rumah tangga juga supir pribadi.
"Mau kemana Mas Dion?" tanya Ujang salah satu supir pribadi.
"Suntuk Mang, kalau Mama nyari gue bilang aja, lagi semedi." Pria tampan itu berlalu.
Rupanya Dion benar-benar pergi ke rumah sahabatnya, Vicky.
Memasuki halaman rumahnya yang luas, Dion masih tak menyangka jika nasib kedua temannya yang paling cerdas akan bernasib bagus. Vicky dan Bayu menjadi pebisnis di usia muda. Bahkan mereka juga menikahi kekasihnya tanpa tekanan dari kanan kiri.
"Wah, beneran kesini lo! Ayo masuk dulu!"
Mereka berdua lama tak bertemu, namun hubungan mereka masih sangat baik. Dion menceritakan semua masalahnya, karena hanya Vicky yang bisa dipercaya selain Iwan.
Bukannya segera mencari solusi, kawan baiknya malah menertawakannya.
"Mampus Lo! Bukannya dari dulu lo harusnya berubah." Belum selesai Vicky menceramahinya, Dion menunjukan secarik kertas pemberian papanya. Dengan tatapan serius, Vicky mulai membaca dan memberikan masukan kepada pentolan gengnya itu.
"Bro, kali ini masalahnya nggak main-main! Mau nggak mau lo harus ikutin aturan bokap lo, kalau nggak..."
Ucapan Vicky terjeda, karena dia tahu sejak SMA, Dion hidup dengan fasilitas penuh dari orang tuanya. Bahkan mengelola kafe di Bandung semasa kuliah dulu, juga berkat Vicky dan kedua kawannya yang lain.
"Kalau nggak, semua fasilitas Lo bakal dicabut, memangnya Lo nggak baca semua yang tertulis disini?" Vicky penasaran, sifat bodo amat Dion ternyata masih tetap ada. Kecuali menyangkut wanita yang disukainya.
Karena tak percaya dengan perkataan Vicky, Dion menarik kertas yang dipegang oleh kawannya.
Dia baca ulang, kali ini benar-benar serius dan tak ada yang terlewatkan.
"Cuma tiga bulan, tunjukkan kerja keras Lo sama orang tua Lo! Gue yakin lo bisa, gimana?" temannya meyakinkan, jika dirinya bisa melewatinya.
Dion pun merebahkan diri di sofa empuk, yang membuat dirinya kembali membayangkan masa sekolahnya yang tanpa beban. Kini dia merasakan hasil perbuatannya.
Terlalu santai dan asik dengan dunianya sendiri. Toh apa salahnya, 22 tahun masih sangat muda untuk memikirkan masa depan.
"Cih, begini amat hidup gue," decih Dion.
Keesokan harinya, Agnes membangunkan Dion seperti biasa. Setelah lulus kuliah bukannya berinisiatif mencari kerja malah malas-malasan di rumah.
Kini giliran wanita cantik itu yang memberi pelajaran pada putranya. Ingin sekali Agnes membuat Dion seperti teman-temannya yang lain, yang memiliki kehidupan normal.
Agnes mengambil kunci mobil dan motor besar kesayangannya. Seluruh kartu kreditnya telah di blokir. Ia sungguh tak tega, melihat anak semata wayangnya kesusahan.
"Maafin Mama ya Nak, semua demi kebaikan kamu!"
Agnes menyisakan satu debit card, dimana mereka selalu mengirim uang kepada Dion semasa kuliah.
Sebelum putranya bangun, ia bergegas keluar. Mereka ingin melihat, apakah akan terjadi perubahan dalam tempo tiga bulan seperti apa yang dikatakan suaminya. Ya kita doakan saja.
Di Kantor Pusat.
"Besok akan ada anak baru yang magang disini, tolong awasi semua perbuatannya ya, tegur saja jika tak sesuai dengan peraturan yang ada disini!"
"Siap Pak Chandra," sahut seorang gadis yang begitu di percaya oleh Chandra.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments