Ya, orang yang menghentikan aksi b*nuh diri Pierre adalah Madeline. Setelah 2 jam berada di ruang operasi untuk melakukan bedah biopsi pada pasiennya, Madeline memilih menyugarkan pikiran di lantai teratas rumah sakit tempat ia bekerja.
Namun, hal lain justru terjadi. Madeline melihat dengan mata kepalanya sendiri, jika Pierre sedang emosi. Awalnya Madeline tak peduli, tetapi saat melihat Pierre yang sedang melakukan percobaan bunuh diri. Membuatnya harus menghentikan aksi g*la itu. Ia tak ingin sampai terlibat hal se-meng*rikan itu, tidak, ia tidak akan mau.
"Daripada kau bunuh diri dengan cara seperti ini, lebih baik kau terjun saja agar tubuhmu ikut hancur." ucap Madeline sambil melempar jauh kepingan kaca.
Kedua mata Pierre yang berwarna biru langsung melotot, ide Madeline sungguh membuatnya bergidik ngeri. Bayangan tubuhnya yang tak utuh, di tambah nantinya ia akan menjadi arwah penasaran.
"Kau sudah g*la, bagaimana bisa kau menyuruhku terjun dari gedung setinggi ini," cetus Pierre dengan kesal.
"Daripada kau harus menyakiti dirimu dengan cara seperti itu, kurasa dengan kau terjun dari rumah sakit ini adalah pilihan terbaik. Selain kau akan mati dengan cepat, kau juga bisa di pastikan akan menjadi arwah penasaran di rumah sakit ini." ucap Madeline sambil tertawa keras.
Pierre yang kesal langsung menoyor kepala Madeline,"Dasar bodoh, kau tak pernah tahu rasanya jatuh cinta seperti apa. Makanya, kau tak tahu se-fr*stasi apa diriku saat ini."
"Memang, hidupku terlalu sibuk dengan meniti karir hingga namaku bisa sebesar ini." ujar Madeline dengan sombong sambil melipat tangan di dada.
"Terlalu kuno," cibir Pierre.
"I don't care." ucap Madeline dengan santai.
"Oh iya, aku sampai lupa. Kau sedang di cari oleh Direktur Spencer untuk segera menghadapnya." pesan Madeline lalu kemudian wanita cantik itu berlalu meninggalkan Pierre seorang diri.
Pierre menatap kepergian orang yang selalu ia cibir dengan sebal. Pasalnya, wanita itu menggagalkan rencananya.
"****! Aku tak sadar, pecahan kaca itu menggores tanganku." umpat Pierre sambil mengelap darah segar yang mengalir dengan sapu tangan miliknya.
Ucapan Madeline benar adanya, jika bun*h diri dengan cara seperti ini akan mengalami sakit lebih dari sekali. Seperti yang saat ini Pierre rasakan, namun apa daya, otak cerdasnya tak mampu berpikir jernih saat ini.
Ingatan tentang berakhirnya hubungan yang telah ia jalani dengan Yara begitu nyata, hingga Pierre sendiri begitu sulit untuk menerimanya.
Tetapi tunggu! Terakhir Yara bilang padanya untuk mengecek email masuk di ponsel miliknya.
Dengan segera, Pierre langsung mengambil ponselnya dan mengecek email masuk. Dan benar saja, email undangan pernikahan Yara dengan pria yang begitu ia kenali.
Alois Jordan.
Ya, Alois adalah adik dari Tuan Spencer. Yang artinya, Yara akan menikah dengan paman nya.
Pierre terkejut, ia tak menyangka wanita yang sangat ia cintai akan menikah dengan pamannya. Artinya, Yara adalah aunty-nya.
"Dari sekian banyak wanita di dunia ini, kenapa kau harus memilih wanitaku." Geram Pierre hingga akhirnya ia memukul tembok. Tetapi itu semua tidak berlangsung lama, karena bekas luka di pergelangan tangan nya masih terasa begitu nyeri hingga berdesis kesakitan.
Dengan langkah lebar, Pierre berjalan dengan cepat menghampiri Daddy-nya yang berada 2 lantai di bawahnya.
Tanpa ba-bi-bu, Pierre langsung masuk ke dalam ruangan tuan Spencer. Tak peduli dengan tatapan tajamnya yang kini menatap.
"Kenapa, Dad?" tanya Pierre yang langsung medaratkan bokongnya di kursi kosong yang berada di hadapan tuan Spencer.
Tuan Spencer tak menjawab, namun ia memberikan sebuah undangan yang bisa Pierre pastikan itu dari paman nya.
"Aku sudah tahu, Dad. Yara baru saja mengakhiri hubungan denganku." ucapnya dengan sangat lirih.
"Lupakan dia, bukankah dari awal Dad tidak menyetujui hubunganmu dengannya." ungkap Tuan Spencer. Bukan tanpa sebab Tuan Spencer tidak merestui hubungan putra tunggalnya dengan Yara, ada alasan tersendiri melakukan itu semua. Mengingat, keluarga Yara adalah orang yang begitu materialistis.
Sebenarnya hal itu juga tidak salah. Hanya saja keluarga Yara adalah orang yang serakah dan tamak, ia tak ingin putranya di manfaatkan secara materi oleh keluarga Yara.
"Setelah bertahun-tahun aku menjalin hubungan dengannya, lalu dengan entengnya aku harus melupakan? Tak semudah itu, Dad." ucap Pierre yang tak setuju akan perkataan tuan Spencer.
"Kau terlalu di butakan oleh cinta, Pierre. Datanglah jika kau ingin tahu semuanya." Tuan Spencer hanya bisa mengatakan itu saja, jika berhubungan dengan Yara. Otak cerdas Pierre terkadang sedikit lama untuk memproses, entah racun apa yang diberikan oleh Yara hingga membuat putranya menjadi orang Denial seperti ini.
Baiklah, demi mengobati rasa penasaran akan ucapan Daddy-nya, Pierre mengesampingkan rasa sakitnya terlebih dahulu demi menuntaskan rasa penasaran yang mendera dirinya. Rasa sakit yang Pierre bisa pastikan tak ada obatnya, namun sebisa mungkin Pierre harus menghilangkan rasa itu.
"Setelah ini, kau tak bisa kemana-mana. Ada pasien bedah biopsi yang membutuhkan tenaga." Tuan Spencer mengingatkan pada Pierre. Ia khawatir, jika putranya melupakan jadwal hari ini karena patah hati.
Pierre tentu paham,"Tak perlu khawatir, Dad. Aku bisa menempati diriku."
"Aku takkan mengecewakan dirimu." sambung Pierre yang kemudian beranjak dari kursinya dan berlalu meninggalkan tuan Spencer yang terus menatapnya.
...****************...
Setelah selesai bertugas, Madeline memutuskan untuk kembali pulang. Tak ada kegiatan yang Madeline setelah pulang bekerja, tubuhnya terus meronta-ronta untuk meminta istirahat.
Ditambah, ia mendengar kabar dari sepupunya. Jika Reine telah menghembuskan napas terakhirnya di sel tahanan. Ia tak begitu peduli, toh, Reine tak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.
Baginya, itu adalah balasan dari segala perbuatan yang Reine lakukan pada sahabatnya yang kini resmi menjadi iparnya.
Madeline melangkahkan kakinya memasuki Mansion Eduardo, mansion yang ia tinggali sejak masa anak-anak. Semenjak ibunya telah tiada, Daddy Garry membawanya untuk tinggal di tempat Unclenya yang bernama Betrand Eduardo.
"Aku datang," Sapa Madeline saat melihat seluruh keluarga tengah berkumpul di ruang tengah.
Sementara netranya terus menatap ke arah sepupunya yang tengah bermesraan dengan sang istri.
"Dunia serasa milik berdua ya aunty, yang lain serasa ngontrak." Celetuk Madeline sambil menatap Saviero dan Abella yang tengah bermesraan.
Yang disinggung pun langsung menoleh, menatap ke arah Madeline dengan meledek.
"Kau ini, iri saja. Makanya menikah biar tidak sendiri terus dan berteman dengan stetoskop yang terus setia bersamamu." Balas Saviero sambil mengelus surai sang istri.
Madeline langsung mendengus kesal, hingga mengacungkan jari tengah kearah sepupunya yang menyebalkan itu.
"Sombong sekali, kau tak ingat dulu meminta bantuan pada siapa?" tanya Madeline.
"Kau." ucapnya dengan santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
pillow
kenapa hp nya bisa buka email padahal sebelum nya sudah dibanting sampai hancur
2023-09-21
0
Juli Mahtin
alur ceritanya agak menarik
2023-03-29
0
ᴳᴿ🐅ᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀🏘⃝Aⁿᵘ𒈒⃟ʟʙᴄ
sabar ya Madeline.. maklum pengantin baru belle & Piero
2023-03-11
0