5. Lelah Tersiksa

"Nanti saya bayar sewanya juga."

"Seenak Teteh aja."

Endra mengajaknya masuk, tapi ketika di depan pintu, aroma harum masakan tercium jelas. Karena ingat perkataan Gista, Endra pun berhenti.

"Waduh, kayaknya orang rumah lagi masak, Teh. Enggak pa-pa?"

Tapi Gista langsung berhenti di pintu dan menutup mulutnya. Ia trauma mencium bau makanan yang biasanya enak menjadi sangat menjijikan.

"Yaudah, saya tunggu sini aja. Kamu masuk aja dulu, makan bareng."

Lagi, dia menggaruk tengkuknya canggung. "Enggak bisa nahan emang, Teh? Maaf, saya nanya lagi."

Gista menggeleng. Tidak bisa. Mandi saja ia muntah-muntah karena aroma sabun.

Sabun yang wangi, yang seharusnya enak di badan terasa menjijikan, apalagi makanan yang gurih. Itu cuma membuat Gista benci.

Kondisi Gista mungkin masih berusaha dicerna oleh Endra. Dia sempat diam, tapi kemudian berusaha menyesuaikan diri.

".... Saya masukin kopernya dulu. Teteh tunggu sini," ucapnya santun.

"Iya."

Ketika dia masuk, Gista menjauh dari pintu agar tidak sampai mencium aromanya. Sayangnya waktu ia melepas penutup mulut di halaman, ternyata masih tercium.

Gista langsung mual. Buru-buru berlari menjauh, duduk di tepi jalan yang agak jauh. Ia lapar. Ia lapar tapi rasanya sudah lelah untuk makan.

Rasa roti cokelat itu seperti ... entahlah. Mungkin seperti besi yang sudah dimasukkan ke toilet mampet.

Sudah dua puluh hari berlalu. Gista mungkin akan mati kelaparan nanti.

"Teh?" Endra ternyata mencarinya.

"Kenapa enggak makan dulu?" tanya Gista spontan, karena tidak enak hati. Bagaimanapun kan Endra tidak seperti Gista.

Kalau orang rumahnya masak, sebaiknya dia ikut makan bersama.

"Tadi saya makan waktu nungguin Teteh," tolak dia halus.

Dia malah duduk di sebelah Gista, mengulurkan buah jeruk utuh di tangannya. "Ini kayaknya manis sih, Teh, tapi coba dulu. Kalau enggak enak, saya ambilin belimbing aja. Daripada enggak makan."

"...."

Entah kenapa Gista jadi sedih melihat orang asing ini mengulurkan tangan padanya.

Apa dia tidak muak? Apa dia tidak menganggap Gista gila? Padahal Ayah menganggapnya tidak waras. Kenapa orang asing ini malah peduli?

"Makasih."

"Sama-sama, Teh."

Gista memakan sepotong jeruk dengan takut-takut. Yang paling buruk baginya sekarang adalah ketika makanan terasa normal lalu tiba-tiba berubah dalam mulut.

Satu potong tertelan. Dua potong tertelan. Tiga potong—

"Huek!"

Rasanya berubah.

"Wah, Teh. Kalau begini terus yang ada nanti diinfus."

Gista sudah mendengarnya. Ia tak mau masuk rumah sakit dan harus bertemu dokter lagi, jadi buru-buru diseka mulutnya, memaksa makanan menjijikan itu tertelan.

Satu potong berhasil. Namun lagi-lagi ia muntah.

"Saya ambilin air bentar, Teh."

Gista memeluk dirinya sendiri, menggigil takut. Ia tahu Endra orang asing. Tapi mendadak ia takut kalau sampai dia juga berkata Gista itu aneh dan gila.

Harus ke mana Gista agar ia tidak dianggap aneh dengan penyakit tak jelas ini?

***

"Gis, kamu di mana, Nak?"

Gista mengusap wajahnya saat berusaha menjawab Ibu dengan suara tenang, walau akhirnya kacau. "Di rumah temen."

"Temen di mana? Ibu kan bilang pulang aja dulu. Kamu lagi sakit."

Buat apa? Buat dikatai gila oleh Ayah? Adalah apa yang mau Gista katakan, dan tertahan di kerongkongan.

"Aku berobat di sini. Ibu tenang aja."

"Gis."

"Udah yah, Bu." Gista terisak-isak juga. "Nanti Gis kabarin lagi."

"Nak, kamu jangan—"

Dimatikan panggilan itu, meski ada secuil rasa bersalah pada ibunya.

Ibu tidak mengatainya. Bahkan meminta Gista untuk berobat lagi meski dokter pertamanya tidak memberi diagnosa jelas. Tapi, tetap saja menyakitkan.

Kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan ekspresi dingin Ayah yang biasanya tersenyum, tiba-tiba berkata kalau Gista mungkin gila.

Ia menatap sekali lagi langit-langit kamar Endra yang sekarang jadi kamarnya. Orang itu aneh. Rumah ini ada dua lantai dan cukup banyak kamar, tapi cuma satu yang punya AC yaitu kamar Endra.

Dia bilang lebih baik Gista di sini setelah dia menghilangkan seluruh pengarum ruangan dan benda apa pun yang memiliki bau harum.

"Saya mah tidur di teras juga bisa, Teh. Lagian di kamar lain kipas anginnya banyak. Terus saya juga pake AC cuman pas siang aja, pas gerah aja. Malem mah enggak."

Dia mengatakan itu, tapi keringat di lehernya mengatakan sebaliknya. Padahal tadi dia baru mandi. Dia pasti tipe yang tidak bisa hidup tanpa AC.

Dan dia mengalah.

Kenapa, yah?

Gista kini sudah lelah menangis. Tenaganya pun sudah habis setelah muntah seharian. Bisakah besok ketika bangun penyakit ini sudah hilang?

Tolong. Tolong jangan terus berlangsung dan membuatnya tersiksa.

*

Terpopuler

Comments

Yane Kemal

Yane Kemal

Betapa berat rasanya jadi Gista

2023-04-06

1

lihat semua
Episodes
1 1. Penyakit Misterius
2 2. Tak Tega
3 3. Dokter atau Bukan?
4 4. Mengingatkan Pada Seseorang
5 5. Lelah Tersiksa
6 6. Merasa Terhibur
7 7. Pemuda Loveable
8 8. Dikira Hamil
9 9. Nasehat Dokter Muda
10 10. Ceramah Adem
11 11. Susah Menjelaskan
12 12. Pemeriksaan
13 13. Tidak Normal
14 14. Putus Harapan
15 15. Ngilu Mendengarnya
16 16. Dokter Baik Hati
17 17. Dijodoh-Jodohkan
18 18. Jangan Selingkuh
19 19. Disuruh Mati Oleh Semesta
20 20. Aa Sunda Bikin Candu
21 21. Penyesalan Endra
22 22. Siksaan Apa Ini?
23 23. Merebut Kang Dokter
24 24. Seperti Kode
25 25. Berdebar-Debar
26 26. Suka Menyakiti
27 27. Dikasihani
28 28. Teteh Cantik, Enak Dipandang
29 29. Makanya Jangan Baper
30 30. Terlanjur Kecewa
31 31. Kamu Ngerti Apa?
32 32. Peluk-Peluk
33 33. Seperangkat Alat Solat
34 34. Kondangan Bareng
35 35. Mulai Terbuka
36 36. Jodoh Orang
37 37. Pacarnya
38 38. Peduli namun Tidak Mengerti
39 39. Cuma Endra
40 40. Jangan Jauh-Jauh
41 41. Harus Tanggung Jawab
42 42. Teteh Sayang
43 43. Pasti Sembuh
44 44. Lelah Menjelaskan
45 45. Teteh-nya Saya
46 46. Keasikan Ngomong
47 47. Mulai Terlihat Hidup
48 48. Kecupan
49 49. Gituin Kamu
50 50. Pemeriksaan Ulang
51 51. Sudah Membaik Secara Mental
52 52. Nasi Sudah Jadi Bubur
53 53. Menjenguk Anak Bayi
54 54. Nikah Aja Belom
55 55. Belum Siap Cerita
56 56. Kenapa Segitunya?
57 57. Terlalu Capek
58 58. Bergetar
59 59. Semesta Belum Merestui
60 60. Berasa Pelakor
61 61. Hanya Anak-Anak
62 62. Kemarahan Endra
63 63. Sedang Tidak Baik-Baik Saja
64 64. Mohon Maaf
65 65. Tidak Ada Orang Yang Mengerti
66 66. Kalau Itu Cuma Pura-Pura
67 67. Ayo Pulang
68 68. Salah Paham
69 69. Lagi Sedih
70 70. Katanya A, Padahal B
71 71. Candaan Aa Sunda
72 72. Kalau Saya Minta
73 73. Jebakan Endra
74 74. Rasain!
75 75. Tukang Caper
76 76. Physical Touch
77 77. Tidur Bareng
78 78. Enggak Ada Yang Tau
79 79. Seperti Bayi
80 80. Doain Nikah Dulu
81 81. Perhatian Banget
82 82. Seru Berdua
83 83. Memaksakan
84 84. Rayuan Maut
85 85. Goals Bersama
86 86. Pagi yang Manis
87 87. Tak Mau Sakit Mental
88 88. Bujukan Terakhir
89 89. Manjain
90 90. Cuma Dia yang Peduli
91 91. Pacar Romantis
92 92. Berusaha Siap (end of season 1)
93 My Handsome CEO : I Love You, Pak
Episodes

Updated 93 Episodes

1
1. Penyakit Misterius
2
2. Tak Tega
3
3. Dokter atau Bukan?
4
4. Mengingatkan Pada Seseorang
5
5. Lelah Tersiksa
6
6. Merasa Terhibur
7
7. Pemuda Loveable
8
8. Dikira Hamil
9
9. Nasehat Dokter Muda
10
10. Ceramah Adem
11
11. Susah Menjelaskan
12
12. Pemeriksaan
13
13. Tidak Normal
14
14. Putus Harapan
15
15. Ngilu Mendengarnya
16
16. Dokter Baik Hati
17
17. Dijodoh-Jodohkan
18
18. Jangan Selingkuh
19
19. Disuruh Mati Oleh Semesta
20
20. Aa Sunda Bikin Candu
21
21. Penyesalan Endra
22
22. Siksaan Apa Ini?
23
23. Merebut Kang Dokter
24
24. Seperti Kode
25
25. Berdebar-Debar
26
26. Suka Menyakiti
27
27. Dikasihani
28
28. Teteh Cantik, Enak Dipandang
29
29. Makanya Jangan Baper
30
30. Terlanjur Kecewa
31
31. Kamu Ngerti Apa?
32
32. Peluk-Peluk
33
33. Seperangkat Alat Solat
34
34. Kondangan Bareng
35
35. Mulai Terbuka
36
36. Jodoh Orang
37
37. Pacarnya
38
38. Peduli namun Tidak Mengerti
39
39. Cuma Endra
40
40. Jangan Jauh-Jauh
41
41. Harus Tanggung Jawab
42
42. Teteh Sayang
43
43. Pasti Sembuh
44
44. Lelah Menjelaskan
45
45. Teteh-nya Saya
46
46. Keasikan Ngomong
47
47. Mulai Terlihat Hidup
48
48. Kecupan
49
49. Gituin Kamu
50
50. Pemeriksaan Ulang
51
51. Sudah Membaik Secara Mental
52
52. Nasi Sudah Jadi Bubur
53
53. Menjenguk Anak Bayi
54
54. Nikah Aja Belom
55
55. Belum Siap Cerita
56
56. Kenapa Segitunya?
57
57. Terlalu Capek
58
58. Bergetar
59
59. Semesta Belum Merestui
60
60. Berasa Pelakor
61
61. Hanya Anak-Anak
62
62. Kemarahan Endra
63
63. Sedang Tidak Baik-Baik Saja
64
64. Mohon Maaf
65
65. Tidak Ada Orang Yang Mengerti
66
66. Kalau Itu Cuma Pura-Pura
67
67. Ayo Pulang
68
68. Salah Paham
69
69. Lagi Sedih
70
70. Katanya A, Padahal B
71
71. Candaan Aa Sunda
72
72. Kalau Saya Minta
73
73. Jebakan Endra
74
74. Rasain!
75
75. Tukang Caper
76
76. Physical Touch
77
77. Tidur Bareng
78
78. Enggak Ada Yang Tau
79
79. Seperti Bayi
80
80. Doain Nikah Dulu
81
81. Perhatian Banget
82
82. Seru Berdua
83
83. Memaksakan
84
84. Rayuan Maut
85
85. Goals Bersama
86
86. Pagi yang Manis
87
87. Tak Mau Sakit Mental
88
88. Bujukan Terakhir
89
89. Manjain
90
90. Cuma Dia yang Peduli
91
91. Pacar Romantis
92
92. Berusaha Siap (end of season 1)
93
My Handsome CEO : I Love You, Pak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!