Tanpa terduga setelah mengantarkan Aline pulang ke rumahnya, Mega malah bersiap untuk pergi karena ada latihan pencak silat.
"Kamu gak keterlaluan kan, ya kali aku kamu tinggal sendirian begini Mega, nanti kalau ayah mu pulang aku cuma berduaan dong, jangan deh ya, aku takut sama ayah mu karena seram," mohon Aline
"Sudah tidak apa-apa, aku pergi dulu ya bye bye," kata Mega yang langsung meninggalkan Aline sendirian di rumah.
"Mega!!"
Terpaksa Aline duduk santai di ruang keluarga rumah mewah itu, dan ternyata tak lama terdengar suara mobil milik ayah Mega datang.
Pria itu masuk ke dalam rumah dan kaget melihat Aline sedang nonton tv sendirian, "kok kamu sendirian, mana Mega, Aline?" tanya Agus melihat gadis cantik itu.
"Itu om, dia mendadak pergi untuk melakukan latihan pencak silat, dan aku di tinggalkan sendirian begini," jawab Aline yang merasa tak enak.
"Pantesan aku di suruh pulang cepat, ternyata dia ada latihan pencak silat toh," gumamnya.
Dia juga melihat Aline yang tampak cemas, "Ya sudah kamu istirahat," kata Agus pada gadis cantik yang sedang berdiri di depannya itu.
"Tidak om ada yang harus saya bicarakan tentang nilai Mega, karena ini pesan wali kelas kami, apa aku boleh minta waktunya sebentar," kata Aline yang mengingatkan pria itu.
"Baiklah, aku akan mandi dulu kalau begitu," kata Agus yang bergegas masuk kamar miliknya.
Selesai mandi, Agus terlihat lebih segar dan aroma parfum pria itu sangat maskulin.
Tiba-tiba jantung Aline berdegup kencang karena mencium wangi tubuh ayah temannya itu.
"Jadi apa yang terjadi Aline?"
"Begini om, sebenarnya Mega ini menjadi salah satu dari sepuluh murid di kelas kami yang selalu memiliki nilai cukup buruk, bahkan aku tak sanggup lagi membantunya belajar, karena Mega ini sangat sulit di ajari," kata Aline menunjukkan sebuah kertas yang di kirimkan oleh wali kelas.
Pria itu mendesah lelah, pasalnya Mega ini selalu bertingkah seperti ibunya yang keras kepala, selalu saja bertingkah laku sesuai keinginannya tanpa peduli siapapun.
"Ya sudah nanti biar aku masukkan les, atau mungkin aku akan membuatnya mulai sadar dengan mencabut semua fasilitasnya."
"Dan satu lagi om, sebaiknya om selidiki tentang kekasih Mega, takutnya pria itu memanfaatkan Mega saja, karena saya rasa jika Mega sering di mintai sesuatu olehnya," kata Aline.
"Baiklah aku mengerti, dan untuk masalah pria itu, aku akan mengurusnya, karena tanpa kamu bicara pun aku sudah menyelidiki semuanya," kata ayah Mega.
Pak Agus pun menikmati kopi yang tadi di siapkan oleh Aline, ternyata saat Keduanya masih berbincang untuk masalah Mega.
Tiba-tiba sebuah telpon masuk ke telpon Aline, gadis itu melihat siapa yang memanggil langsung bergegas menjawabnya, karena dia ingat jika sore tadi ibu dan ayahnya pamit ingin berangkat ikut ke Jogyakarta dalam rombongan wisata, karena dapat hadiah dari kakak pertamanya.
"Permisi ya om, mau menjawab telpon dari ibu," pamit Aline.
"Silahkan Aline,"
Gadis itu menjawab ponselnya, "Assalamualaikum ... ada apa Bu?" tanya Aline lembut.
"Waalaikum salam,maaf ya mbak, saya menemukan ponsel ini di tas milik korban kecelakaan bus," kata seorang pria dari sebrang telpon.
"Apa... kecelakaan..." lirih Aline gemetar dan mulai terisak, "bagaimana bisa terjadi, padahal tadi baru pamit berangkat bahkan sempat mengirimkan foto berdua...."
Melihat itu, Agus langsung mengambil ponsel gadis itu, dan merangkul Aline dan menenangkan gadis itu.
"Iya pak saya om dari Aline, ada apa ya pak," tanya Agus pada orang di sebrang.
Agus terkejut saat mendengar semua perkataan yang di jelaskan oleh pihak kepolisian.
Aline melihatnya dengan tatapan yang begitu terpukul, karena pak Agus baru tau jika seluruh rombongan itu sudah tewas dan tak ada yang selamat.
"Kita ke rumah sakit, om temani ya," kata Agus yang panik.
"Bagaimana keadaan orang tua ku om..." tangis Aline melihat reaksi dari pak Agus.
"Kita lihat sendiri bagaimana ya, karena aku tak bisa menjelaskan apapun,"
Pak Agus pun mengambil jaket miliknya, dan dia memberikannya pada Aline, tak lupa dia mengirimkan pesan pada Mega, dan segera pergi bersama.
Sesampainya di rumah sakit, terlihat ada kakak pertama dari Aline, gadis itu baik-baik saja.
Tapi itu membuat Aline murka, dan langsung menghampiri wanita itu dengan marah.
"Mbak bagaimana keadaan orang tua kita, dan bukankah kamu juga ikut pergi liburan bersama mereka!" tanya Aline dengan suara meninggi.
"Aku sibuk dek, mbak ada pekerjaan yang tak bisa di tinggal, jadi tak bisa ikut dengan orang tua kita, sedang kamu malah menginap di rumah seorang pria dewasa seperti ini, dasar ******!" marah Vivi pada adiknya itu.
"Mbak!" bentak Aline yang sudah tak bisa menahan emosinya.
"Maaf apa ini keluarga bapak Junaidi, dokter ingin meminta kalian memberikan sampel DNA untuk melakukan pencocokan DNA dengan korban jiwa, agar mempermudah otopsi," kata pihak polisi membuat Nina dan Aline kaget.
"Apa... apa maksudnya?"
"Mbak Vivi, apa yang di katakan pak polisi ini, maksudnya orang tua kita..."lirih Nina.
"Iya, semua rombongan yang ikut tak ada yang selamat, semuanya meninggal dunia," kata Vivi mulai menangis.
Mendengar itu, tubuh Aline limbung dan beruntung pak Agus langsung menangkap tubuh Aline dan memeluknya.
"Ayah... ibu..." tangis Aline memeluk pak Agus erat.
"Sabar ya... aku disini," lirih pak Agus menenangkan gadis cantik itu.
Aline akhirnya jatuh pingsan dan di bawa ke UGD, dan pak Agus kaget melihat Vivi yang begitu cuek pada adiknya itu.
Pak Agus menelpon Mega yang ternyata panik, tapi dia meyakinkan putrinya itu untuk tetap tenang dan istirahat.
Karena semua akan butuh waktu untuk mengurus administrasi, kemungkinan besok siang dua jenazah bisa di bawa pulang ke rumah duka.
Jadi Mega bisa pergi besok dan membantu di ruang Aline, di tambah ternyata semua yang ikut rombongan itu hampir dari satu kampung yang sama.
Pak Agus tak mengira jika akan melihat semua ini, Aline langsung kehilangan dua orang tua yang begitu di sayangi dengan cara menyakitkan seperti ini.
Kedua jenazah orang tua Aline sudah di bersihkan, dan pak Agus tetap bersama Aline yang sedang syok.
Bahkan dengan kejam, Vivi setelah acara tujuh harian kemungkinan langsung ke pindah ke Jakarta untuk bekerja di sana.
Karena wanita itu memang tak terlalu peduli pada kedua adiknya, yang menurutnya cuma orang yang merepotkan.
Keesokan harinya,semua jenazah datang di antar oleh mobil ambulan, Aline terlihat masih syok tak percaya.
Karena hampir tiga puluh orang yang meninggal dari dusun itu, akhirnya langsung di sholatkan bersama-sama di pemakaman desa.
Mega memeluk erat sahabatnya yang terus menangis tak bisa mengatur emosinya.
"Yang sabar ya Mak," kata Mega yang juga ikut menangis.
Akhirnya pemakaman selesai, Aline tampak begitu syok, semua datang untuk melayat bahkan seluruh murid dan guru di sekolah.
Belum lagi teman-teman kerja dari kedua kakak Aline juga datang, dan tahlilan di adakan di Mushola terdekat.
Tak terasa tujuh harian sudah selesai, kini Vivi sudah bersiap-siap pergi untuk meninggalkan desa.
Ketiganya berkumpul di ruang tamu, dan dengan suara lantang Vivi mengutarakan keinginannya.
"Aku akan menjual sawah milik orang tua kita, sebagai warisan Ku, dan rumah ini milik Aline, dan sawah satu lagi milik Nina, itu pembagian dariku, kalian setuju atau tidak aku tak peduli hal itu," kata Vivi.
"Mbak tolong jangan pergi, aku hanya memiliki kalian, tolong..." kata Aline memohon.
"Aku tak mau tinggal di desa seperti ini, sudah jangan mengurus apa yang jadi pilihan ku, dan tolong tanda tangan surat-surat ini sebagai bukti kalau kita semua setuju, cepat!" bentak Vivi pada kedua adiknya.
Akhirnya setelah tanda tangan, Vivi menjual sawah itu pada pak Agus melalui perantara, meski tak bertemu secara langsung tapi dia sudah cukup senang mendapatkan uang cukup banyak.
Sedang Nina juga akan melakukan hal yang sama, dan kedua wanita itu dengan tega meninggalkan adik perempuannya sendirian tanpa siapapun dan sandaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
4U2C
𝘁𝗲𝗴𝗮 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗴𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝗺𝗯𝗮𝗸 𝗩𝗜𝗩𝗜 𝗺𝗯𝗮𝗸 𝗡𝗜𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗔𝗟𝗜𝗡𝗘,,𝘀𝗮𝗯𝗮𝗿 𝘆𝗮 𝗔𝗟𝗜𝗡𝗘 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗸𝘂𝗮𝘁 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻𝗶 𝗸𝗲𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗮𝗻𝗺𝘂,,
2023-03-17
1