Terik matahari serta angin yang sedkit kencang menerbangkan anak rambut seorang gadis yang sedang hormat di depan tiang bendera, keringat bercucuran di wajahnya dia sedikit menyipitkan matanya karna terik matahari.
Sudah setengah jam dia berdiri di depan tiang bendera karna gadis itu terlambat masuk ke kelas, pelajaran jam kedua.
Yah, gadis itu adalah Clara Nadine Aurora, dia terlambat masuk pelajaran Bu Juwita dan hasilnya dia di hukum hormat di depan tiang bendera.
Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, karna mengobati Ryhan, dia lupa masuk ke kelasnya, dia tidak mendapatkan keuntungan dari Ryhan namun dia hanya mendapatkan hukuman dari Bu Juwita karna mengobati luka Ryhan di kantin pak Harto.
"Hormat yang bener!!"
Aku langsung melihat ke arah depan, aku sudah melihat Ryhan bersedekap dada rupanya Ryhan yang berteriak. Dia tidak sendri dia bersama dengan kedua sahabatnya yaitu Dimas dan Rafli.
"Semangat Clara! jalanin hukuman lo!!" kini Rafli yang berteriak dengan tangannya berada di mulutnya sembari berteriak seperti Tarzan.
"Manusia kuat itu lo." Tidak sampai di situ Rafli kembali berteriak.
Aku menahan tawaku saat melihat guru Gemuk sedang menjewer telinga Rafli.
"Rupanya kalian di sini? Bapak capek cariin kalian ternyata di sini lagi godain anak IPA," guru itu berkata sembari menjewer telinga Ryhan dan Rafli.
"Lepasin dulu pak, telingan saya sudah nyut-nyutan karna bapak," ringis Rafli namun guru itu mengabaikan rasa sakit yang di rasakan oleh Rafli.
"Dan kamu Ryhan, kenapa kamu tidak keruangan pak, Dermawan?" tanya guru itu bernama pak Rijal dengan berkacak pinggang.
"Saya malas berurusan dengan orang seperti pak Dermawan," kata Ryhan santai dengan matanya melihat ke arah Clara, yang sedang hormat di depan tiang bendera, dengan angin menerbangkan anak rambut gadis itu.
"Kamu itu kenapa, Han? Seperti punya dendam pribadi sama guru kamu sendiri," kata pak Rijal menggelengkan kepalanya.
Ryhan tidak menggubris perkataan pak Rijal, dia hanya menatap lurus ke depan.
"Kamu Dimas kenapa di sini? Kamu mau seperti Rafli dan Ryhan juga? Mau ngikutin jejak mereka berdua?"
Dimas melirik pak Rijal, tanpa menjawab pertanyaan guru itu Dimas langsung pergi. Pak Rijal yang melihat punggung Dimas sudah menjauh membuka mulut sedkit, muridnya itu pergi tanpa menjawab pertanyaannya.
Kedua sahabat Ryhan mempunyai kepribadian yang bertolak belakang, Rafli itu banyak bicara seperti perempuan, sedangkan Dimas hanya mengucapakan kata-kata jika penting dan menjawab pertanyaan jika penting menurutnya, jika tidak dia akan mengabaikan pertanyaan itu.
"Kena mental nggak tuh?" kata Rafli cengengesan lalu menyusul Dimas.
Guru yang mempunyai gesture tubuh yang kelebihan berat itu mengusap dadanya sembari mengucapkan kata istighfar karna di pertemukan murid seperti itu.
Ryhan ingin menyusul kedua sahabatnya, namun langkah kakinya langsung terhenti saat melihat sosok cowok berjalan ke arah Clara, dengan pakaian sekolah masih rapi meski jam sekolah sudah tidak lama lagi berakhir, serta dasi terpasang rapih, sepatu berwarna hitam yang menaati segala aturan sekolah.
"Buat lo."
Suara yang membuat siapapun akan terpesona, suara yang membuat siapapun akan terlena mendengarkannya.
Clara langsung membalikkan badannya.
Jlep....
Gadis itu mematung saat melihat siapa yang memberikannya minuman, sosok cowok yang di idamkan seantero SMA Gemilang.
Aku mengucek mata ku, takut-takut jika aku salah lihat sosok di hadapan ku. Cowok itu tersenyum ke arah ku karna sedari tadi aku imengucek mata seperti sedang kelilipan.
"Lo nggak apa-apa'kan?"
"Aku?" Seperti orang bodoh aku menunjuk diriku sendiri, apakah sesenang ini melihat sosok yang kita idamkan dalam diam mengahampiri.
Devan mengangguk.
"Aku nggak apa-apa," jawabku berusaha senormal mungkin, agar dia tidak tau kalau selama ini aku suka padanya!!!!
Ada yang bisa bawa aku lari dari lapangan? Bahkan untuk menatap mata cowok aku suka, membuat ku ingin pergi untuk menyelimuti tubuh ku dengan selimut saking senangnya. Apakah kalian pernah merasakan hal yang pernah aku rasakan?
"Buat lo," kata Devan sembari tersenyum memberikan sapu tangan kepada Clara dan juga sebotol air mineral dingin, yang pas untuk tenggerokannya saat ini juga.
Clara mengambil minuman itu dengan tangan bergetar ,dan juga sapu tangan berwana putih itu, lalu mengucapkan kata terimakasih.
"Gue duluan," pamit Devan di sertai senyuman lalu pergi meninggalkan Clara.
Aku masih menatap punggung sosok cowok yang aku sukai dengan keadaan terpendam.
"Ya ampun, aku kayak mimpi. Makan apa aku semalam bisa seberuntung ini," gumamku menatap sapu tangan yang di berikan oleh Devan.
"Lo kasi dia minum sama sapu tangan, Dev?" tanya sahabat Devan bernama Rama, mereka berjalan ke kelas dengan beriringan.
Devan hanya mengangguk mengiyakan ucapan Rama.
"Kayak lo nggak kenal Devan aja, lo tau Devan kan dia baik sama semua orang," jelas Erik.
Setelah menyelesaikan hukuman yang di berikan oleh Bu Juwita, Clara berjalan masuk ke dalam kelasnya.
Dia mengambil tas dan merapikan bukunya, sudah tidak ada lagi teman-teman sekelasnya karna lebih dulu pulang, sementara Clara harus menyelesaikan hukuman yang di berikan oleh Bu Juwita.
Aku langsung memasukkan buku pelajaran ku ke dalam tas, hari ini aku harus ketinggalan pelajaran Bu Juwita karna terlambat masuk ke dalam kelas. Aku harap ini tidak akan terulang lagi, semenjak kenal dengan Ryhan, aku selalu mendapatkan hukuman, ocehan dari guru-guru karna terlambat karna aku harus membelikan ini dan itu untuk cowok itu.
Aku akan sangat legah, saat aku lolos dari budak perintah Ryhan secepat mungkin, aku tidak mau beasiswa ku di cabut karn hampir setiap saat terlambat masuk ke dalam kelas semenjak Ryhan tau rahasiaku, hidupku berubah karna cowok itu.
Setelah membereskan semua buku ku, aku langsung menggendong tas ku, untuk segera keluar dari kelas.
Aku berhenti berjalan saat aku melihat gambaran di bawah lantai, aku menundukkan badan ku untuk melihat gambar itu.
Aku menyeritkan alisku, saat melihat gambar yang tidak asing bagi penglihatan ku.
"Sepertinya aku pernah melihat gambaran ini," menolog ku pada diri ku sendiri, aku langsung melototkan mata ku saat aku perhatikan baik-baik gambar itu, rupanya gambar itu wajah Devan yang pernah aku lihat satu bulan yang lalu di lemari loker Devan, surat berwarna abu-abu yang sangat menarik berbingkai pita.
Aku memasukkan gambar itu ke dalam kantong baju ku, itu berarti di dalam kelas ini ada yang suka sama Devan juga? Secara diam-diam juga? Itu berarti aku sama dengannya? Tapi siapa?
"Apa mungkin, Kiki? Tapi Kiki 'kan suka sama Devan terang-terangan. Lagian Kiki juga nggak tau menggambar."
Clara hanya bisa bermonolog saja saat ini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments