Aku berjalan di koridor untuk segera ke Roftop sekolah, aku sudah sedikit hafal tempat cowok itu selalu merokok.
Aku berharap saat aku ke kelas guru mapel belum masuk mengajar karna aku harus mengantar rokok Ryhan yang memperlakukan diriku sebagai budak perintah-nya, ini dan itu semenjak cowok itu tau rahasia ku.
Aku menarik nafas dalam-dalam karna bau asap rokok sudah tercium di indra penciuman ku.
Ryhan menatap aku sejenak lalu melanjutkan aktivitasnya yang merokok menyembulkan asap rokoknya di mana-mana.
Aku langsung berjalan mendekati-nya dengan mata cowok itu fokus kedepan melihat didepan sana.
"Aku duluan," pamit ku setelah meletakkan rokok-nya dengan uang lebihnya dua ribu rupiah.
"Gue belum nyuruh lo pergi," kata Ryhan mematikan rokok-nya.
Aku berhenti berjalan lalu membalikkan badan ku menatap Ryhan," Apa lagi?" kataku pada Ryhan.
Ryhan beranjak dari kursinya," Buat lo," ucap Ryhan sembari memberikan uang lebih rokok-nya.
Aku langsung mengambil uang yang di berikan Ryhan," Makasih," kataku lalu pergi dari roftop sekolah karna jam pelajaran akan di mulai beberapa menit lagi.
Aku berjalan menuruni anak tangga sembari menatap uang yang di berikan Ryhan padaku.
"Dasar," gumamku menggelengkan kepala sembari tersenyum melihat uang yang di berikan padaku.
Langkah kaki ku langsung terhenti saat melihat Devan dan anggota osis lain-nya sedang menaiki tangga. Itu artinya mereka akan ke Roftop tempat Ryhan merokok?
"Clara," panggil Tiara yang merupakan anggota osis ,"Lo ngapain di sini?" tanya Tiara padaku.
Aku diam, kakak kelas yang terkenal seperti Tiara, mengingat namaku, ini sebuah pencapain untuk ku. Meskipun aku tahu, mereka mengenal ku melalui Ryhan.
Sekitar lima anggota osis yang sedang ingin ke roftop sekolah.
"Lo lihat Ryhan di atas? Akhir-akhir ini lo dekat sama Ryhan," ucap salah satu teman kelas Tiara yang aku kenali namanya Lili.
Aku sama sekali tidak menatap Devan yang berada di samping Tiara.
''Eh, nggak kok, Kak. Aku sama Ryhan nggak dekat. Mungkin cuman perasaan kakak aja,'' jawab ku kikuk.
''Lo belum jawab pertanyaan gue, lo ngapai disini?'' tanya Tiara lagi, sehingga aku langsung menatap primadona sekolah itu.
''Lo pacaran sama Ryhan?'' todong Lili membuat aku tersudutkan dengan pertanyaan mereka.
''Kita disini buat patroli, bukan mau introgasi dia,'' sahut salah satu cowok, yang aku kenal bernama Yasa.
''Ini udah mau masuk jam pelajaran, dan dia masih berkeliaran disini, bukanya masuk kedalam kelas,'' kata Lili lagi.
''Mendingan lo pergi sebelum gue seret keruangan osis,'' kata Lili membuat ku bergedik, dari nada bicaranya dia tidak suka denganku.
''Mending kita lanjut,'' lerai gadis yang sedari tadi diam, dia bernama Kayla.
Hampir seluruh anak osis aku kenal namanya, rata-rata mereka memang populer di sekolah ini.
Setelah dibebaskan pergi, aku langsung menuruni anak tangga dengan cepat, berhadapan dengan osis membuat aku takut. Mereka seperti ingin memangsaku.
"Sorry," kata Devan karna tidak sengaja menabrak lengan ku.
Apa aku marah? Apa aku jengkel pada-nya? jawaban-nya tidak sama sekali, kalian sudah tau kan alasan-nya karna apa. Suara-nya saja buat aku terhipnotis.
Devan tersenyum manis ke arahku membuat aku harus tenang karna senyuman Devan padaku.
Aku hanya mengangguk lalu berjalan menuruni anak tangga, ingin rasanya aku berteriak karna Devan mengajak ku bicara meski itu hanya kebetulan saja karena dia tidak sengaja menabrak lengan ku.
Sampai di depan pintu kelas, aku langsung menarik nafas ku dalam-dalam karna seperti-nya jam pelajaran telah di mulai.
"Clara, ngapain kamu di situ," tegur guru yang mengajar di dalam kelas saat ini.
Aku langsung masuk dan menundukkan kepala ku, karna bagaimana pun aku yang salah karna terlambat di mata pelajaran Bu Juwita.
"Kamu kenapa terlambat?" tanya Bu Juwita mengintrogasi Clara.
"Maaf, Bu," jawabku pada ibu Juwita.
"Kamu darimana?" Ibu Juwita menyimpan spidol-nya di meja.
"Palingan dari roftop Bu. Lending sama kak Ryhan," sahut teman kelas Clara bernama Vanessa sembari memainkan pulpen-nya di tangan-nya.
Dia selalu sinis padaku, padahal aku tidak pernah berbuat apa-apa kepada-nya bahkan aku tidak pernah bertegur sapa, tapi gadis itu selalu menatap ku dengan tatapan sinis-nya.
Aku tidak tau apakah dia punya dendam pribadi padaku atau apa? Seingat ku aku tidak pernah bermasalah dengan golongan orang kaya seperti Vanessa.
"Apa benar yang di katakan Vanesa?" tanya Bu Juwita padaku.
"Saya nggak lending sama kak Ryhan Bu." Jawabku membelah diriku sendiri, siapa lagi yang akan membelah ku kecuali diriku sendiri. Aku hanya bisa di belah oleh Kiki ketua kelas ku, namun kali ini dia diam karna Vanesa yang angkat bicara.
Didalam kelas, banyak yang takut pada Vanessa.
"Kalau lo nggak lending ngapain lo ke roftop sekolah. Roftop sekolah Kan tempat kak Ryhan selalu merokok," kata Vanesa lagi.
"Ibu tidak melarang kamu untuk pacaran, tapi kamu harus ingat waktu dan tempat. Kamu berada di lingkungan sekolah untuk belajar bukan untuk pacaran," ucap Bu Juwita tegas padaku.
"Saya nggak pacaran sama kak Ryhan Bu," bantahku kepada Bu Juwita. Aku tidak suka jika aku di katakan berpacaran dengan troublemaker sekolah ini.
"Saya ngg-" perkataan ku langsung terputus karna Vanesa lebih dulu memotong-nya.
"Kalau lo nggak pacaran sama kak Ryhan, buat apa lo selalu beliin kak Ryhan rokok di kantin pak Harto," ucap Vanesa lantang.
"Diam Vanesa, ibu bicara sama Clara bukan sama kamu," kata Bu Juwita membuat Vanesa mau tidak mau jadi diam.
"Sekarang kamu duduk," ucap Bu Juwita kepada Clara, gadis itu langsung duduk di kursi paling belakang seorang diri.
Aku langsung mengeluarkan buku catatan ku, untuk menulis materi yang di berikan oleh Bu Juwita. Aku harus fokus sekolah dan nilai ku tidak boleh turun karena aku bisa masuk sekolah ini karena beasiswa. SMA Gemilang salah satu sekolah terpopuler dan bergensi di Jakarta, yang di mana murid-murid di dalam-nya di huni oleh anak orang kaya dan juga murid kutu buku yang mempertahankan beasiswa-nya termasuk diriku.
Aku bukan orang kaya, jadi aku harus mempertahankan beasiswa ku agar mama tidak memikirkan biaya sekolah ku lagi, karna aku tau orang tua ku bukan golongan orang kaya.
Setelah dua jam Bu Juwita mengajar di kelas IPA 1 akhri-nya bell istirahat berbunyi.
"Baik anak-anak sampai di sini saja mata pelajaran hari ini. Besok lusa kita lanjut lagi," kata Bu Juwita dan di balas ucapan terimakasih oleh murid-murid di dalam kelas.
Aku membereskan buku pelajaran ku untuk segera ke kantin untuk makan, setelah membereskan buku pelajaran aku langsung keluar dari kelas namun di depan pintu Vanesa dan geng-nya menghadangku di depan pintu.
"Gue mau lo pindah dari sekolah ini," ucap Vanesa bersungguh-sungguh. Tidak ada raut wajah bercanda di wajahnya hanya ada wajah serius di wajah gadis itu.
Kedua teman-nya itu mengangguk mengiyakan ucapan Vanesa tanda setuju.
"Kenapa aku harus nurutin perintah kamu?" tanya ku kepada Vanesa. Aku tidak tau mengapa gadis itu selalu menyuruhku untuk pindah sekolah, dan aneh-nya jika aku pindah dia akan menjamin sekolah ku hingga aku kuliah membuat ku bingung dengan arah pikiran orang kaya sebagian termasuk Vanesa.
"Karna lo jadi penghalang kebahagiaan gue," ucap Vanesa dengan menekan setiap perkataan-nya. Jujur saja aku tidak tau arah pikiran gadis di hadapan ku ini. Penghalang bahagia buatnya? Sungguh aku tidak mengerti.
"Lebih baik lo nurutin perintah Vanesa," kata gadis dengan rambut sebahu bernama Intan.
Gadis dengan rambut tergerai begitu saja menepuk pundak Nadine, sehingga gadis itu menatap tangan yang berada di pundak-nya
"Lebih baik lo pindah dengan baik-baik sebelum Vanesa lakuiin hal yang buat lo nggak sekolah sama sekali," kata Angel kepada Clara.
Ketiga gadis itu langsung pergi meninggalkan Clara. Clara menatap punggung gadis itu semakin menjauh. Jujur saja Clara tidak tau apa keuntungan untuk Vanesa jika dirin-nya pindah sekolah. Apa orang kaya memang suka aneh?
Aku langsung melanjutkan langkah kaki ku untuk segera ke kantin bu Jumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments