Hadiah untuk Mentari

🌿Selamat membaca.

🌿Semoga suka dan terus ikuti kisahnya.

🌿Like dan komen baiknya selalu dinanti 🤗.

...----------------...

Tok..tok..tok..

Langit menatap pintu kamarnya yang terketuk pagi itu.

"Boleh Ibu masuk?"

"Ya Bu.." Jawab Langit dan bangkit dari duduknya menuju pintu kamarnya.

"Kau akan pergi?" tanya Rubi pada Langit.

"Ya Bu, Langit mau ke tempatnya Mentari."

"Kasihan Mentari."

"Ya.." jawab Langit menunduk.

"Jadi kapan rencana kalian akan menikah?"

Langit terkejut mendengarnya dan langsung menatap Ibunya, rasanya ia begitu sulit menjawab pertanyaan itu.

"Ibu tahu soal itu?" Rubi mengangguk.

"Apa Langit harus menikahinya Bu?"

"Itu permintaan terakhir almarhum Bintang pada kalian."

"Langit tahu, tapi Mentari tidak menyukai Langit."

"Dia pasti akan menyukaimu. Lagipula kau sudah lama menyukainya bukan."

Rubi tahu perasaan Langit pada Mentari, Langit pernah bercerita padanya akan sosok Mentari, wanita yang diam-diam ia sukai.

Ketika itu, Langit tampak menatap lurus jendela besar di ruang tamu. Bibirnya membuat senyuman kecil dengan mata yang memancarkan kebahagian.

"Siapa yang sedang kau pikirkan?" tanya Rubi ketika itu.

Langit mendadak gugup, setelah sikapnya terlihat oleh Rubi. Ia begitu malu untuk mengakuinya.

"Ahh.. Bu.., aku tak memikirkan siapapun." tolak Langit.

"Wanita mana yang telah berhasil membuat anak ganteng ibu malu seperti ini." ledek Rubi dan tersenyum kemudian.

"Enggak ada Bu."

"Pasti dia cantik dan baik." tebak Rubi dan disambut anggukan Langit akhirnya.

Rubi tersenyum mendengarnya, Langit pun akhirnya juga tersenyum. Ia selalu tak bisa menutupi apapun dari ibunya.

"Siapa namanya?"

"Mentari Bu."

"Sudah berpacaran dengannya?"

"Belum sampai ke tahap itu Bu, Langit baru beberapa kali bertemu saja."

"Kenalkan ibu padanya, jika kau sudah berhasil mendapatkan hatinya."

"Ya.." jawab Langit begitu malu.

Rubi bahagia saat melihat Langit yang begitu bahagia merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun saat ini, saat hal itu akan menjadi kenyataan, tersirat keraguan pada diri Langit yang berada di hadapan Rubi .

"Rezeki, jodoh, umur kita tak ada yang tahu nak." ucap Rubi seakan membaca keraguan yang tengah menghampiri Langit.

"Ya.. Bu. Tapi Langit perlu waktu."

"Kau mengkhawatirkan Intan?" tanya Rubi kemudian.

Rubi teringat dengan Intan, anak dari temanya. Rubi mengenalkan Intan pada Langit karena melihat kesedihan yang harus dihadapi oleh Langit.

Langit harus merelakan wanita yang dicintainya menjadi milik sahabatnya. Ya.. Langit belum sempat mengungkapkan isi hatinya, namun ia harus mengikhlaskan saat cinta itu ternyata tak berpihak padanya.

"Enggak bu." jawab Langit penuh dengan keyakinan.

"Lalu apa yang kau tunggu?"

Langit diam, rasanya ia tak mampu untuk menjawabnya. Langit memang benar sangat mencintai Mentari, tapi ia tak mau memaksakannya. Langit ingin sekali menikahinya, tapi ia mau Mentari pun menginginkannya.

"Langit perlu waktu bu." ucap Langit dengan jawaban yang sama.

"Ya sudah, pikirkan baik-baik. Jangan sampai kamu menyesal akhirnya." pinta Rubi dengan mengusap lembut jemari putranya itu.

Rubi pun bangkit dari duduknya, berjalan perlahan meninggalkan Langit sendiri lagi.

Langit termenung memikirkan segalanya. Ia berpikir berulang kali. Apakah ini memang takdirnya? Apakah Mentari memang untuknya?

"Kenapa kau memintaku untuk menikahinya." keluh Langit akhirnya.

Untuk beberapa saat Langit merasa lelah. Namun ia merasa harus tetap menemui Mentari.

.

.

.

.

"Ayo masuk.." pinta Senja pada Langit.

Langit telah sampai di rumah Mentari. Kedatangannya disambut hangat oleh Senja.

"Dimana Mentari?" tanya Langit sambil melangkah lebih ke dalam dan menatap sekeliling sambil mencari sosok Mentari.

"Mentarinya ada di kamarnya."

"Boleh Langit ke atas Bu?"

"Ya.. temui saja, pasti Tari senang melihat kamu datang."

"Makasih bu." ucap Langit dan ia pun melangkah menuju kamar Mentari.

Setelah tiba, Langit segera mengetuk pintu dan memanggil nama Mentari berulang.

"Mentari.. kau di dalam?" panggil Langit.

"Masuk saja Mas."

Langit pun membuka pintu itu, dan menatap Mentari yang tengah duduk dengan gaun putih menyelimuti tubuhnya. Gaun yang sangat dikenalnya. Rambutnya dibiarkan terurai, bibirnya masih terlihat pucat, namun Ia mencoba tersenyum menyambut kedatangan Langit saat itu.

"Apa yang sedang kau lihat?" tanya Langit dan melangkah menghampiri Mentari. Mencari tahu apa yang tengah digenggamnya.

"Foto Mas, foto Mas Bintang." jawabnya dan masih berusaha terlihat tegar.

Sebuah album foto ada di hadapan Mentari, Mentari sedang menatapnya, mencoba mengingat semua kenangan yang pernah dialaminya.

"Bukankah ini foto saat kau ulang tahun?"

"Ya.., sebulan yang lalu." jawab Mentari.

Keduanya pun terdiam, mencoba mengenang kembali.

Langit ingat betul, saat itu dirinya harus merelakan hadiah yang sudah ia siapkan jauh hari untuk Mentari, namun ia harus memberikan ke Mentari bukan atas nama dirinya.

Langit memang benar-benar mencintai Mentari, apapun mengenai Mentari, Langit mengetahuinya.

"Kau dimana?" tanya Langit pada Bintang saat itu.

"Kenapa?"

"Kau lupa? hari ini hari apa?"

"Tentu hari ini hari Rabu, kenapa dengan hari Rabu?" tanya Bintang dengan menggaruk sedikit kepalanya tanda ia tak mengerti dengan pertanyaan Langit padanya.

"Bukan itu maksudku." ucap Langit kesal.

"Lalu apa?"

"Mentari ulang tahun hari ini, kau lupa." ucap Langit menjelaskan.

"Ahh.. sial, aku lupa."

"Ya sudah kami cepat kemari, Mentari membutuhkanmu saat ini."

"Tapi aku belum menyiapkan apapun. Pasti Mentari akan kecewa."

"Kau ini, aku kan sudah sering mengingatkan mu soal kado, kenapa masih belum menyiapkannya."

"Maaf, tapi aku sungguh lupa."

"Kau datang saja, aku sudah menyiapkan hadiah untuk kau berikan padanya."

"Sungguh.."

"Ya.., aku tahu hal ini pasti akan terjadi."

"Kau memang sahabat terbaik yang pernah ku miliki.

Gaun putih, gaun yang Langit belikan untuk Mentari. Gaun yang saat ini sedang dikenakannya. Langit yakin pasti Mentari terlihat cantik jika mengenakannya. Namun ia harus memberikan hadiah itu melalui tangan Bintang.

Saat itu Langit hanya ingin Mentari bahagia. Langit tak ingin Mentari kecewa dihari bahagianya.

Langit menghela napasnya kemudian mengingat itu semua.

"Bagaimana menurutmu dengan gaun ini?" tanya Mentari menghentikan lamunan Langit seketika.

"Bagus, kau cantik mengenakannya."

"Ya.. Mas Bintang juga berkata seperti itu. Aku cantik memakai ini. Ini hadiah darinya saat ku ulang tahun. Hadiah terakhir darinya." ucap Mentari dan terlihat wajahnya yang kembali bersedih.

"Kau mau ke luar?" tanya Bintang mencoba menghilangkan kesedihannya.

"Kemana?"

"Kita berkeliling saja hari ini, bagaimana menurut mu?"

"Berkeliling." ulang Mentari.

"Ya.." jawab Langit dan kemudian meraih jemari Mentari dan menggenggamnya.

"Ikutlah.." pinta Langit kembali dan menatap Mentari memohon padanya.

Mentari mengangguk dan tersenyum saat itu. Ia setuju dengan permintaan Langit padanya. Setelah Mentari menyetujuinya, Langit pun menguatkan genggaman tangannya dan mengajaknya ke luar kamar segera.

.

.

.

.

Mau ikut👉👈

Terpopuler

Comments

▫️

▫️

kebayang klo mentari tau langit yg kasih gaun pasti lari ke planet(Wawa)
🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️

2023-10-22

3

Han

Han

nama-nama tokoh nya keren semua 👍

2023-05-13

2

ꪶꫝ🅘︎𝗇𝖼𝖾𝗌mͫaͧyᷠrᷲaͪ⁴ᵐᏦ͢ᮉ᳟

ꪶꫝ🅘︎𝗇𝖼𝖾𝗌mͫaͧyᷠrᷲaͪ⁴ᵐᏦ͢ᮉ᳟

ya kan..mang ma langit kyk e..tp jalurnya muter dulu ke bintang

2023-03-21

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!