Terkenang

🌿Selamat membaca.

🌿Semoga suka dan terus ikuti kisahnya.

🌿Like dan komen baiknya selalu dinanti 🤗.

...----------------...

"Bu..Langit pamit dulu, kalau ada apa-apa dengan Mentari hubungi Langit segera ya Bu." pinta Langit pada Senja.

"Ya.. Nak Langit, ibu pasti hubungi kamu, hati-hati dijalan, dan beristirahatlah."

Setelah mengantar Mentari dan ibunya pulang, Langit pun berpamitan untuk kembali. Ia kendarai mobilnya menuju rumah.

Rasanya masih begitu sulit untuk dipercaya. Senyum sahabatnya lenyap dalam seketika. Langit teringat ketika Bintang mengungkapkan perasaan bahagianya waktu itu, waktu dimana dirinya memberanikan diri untuk melamar Mentari.

Walau saat itu hati Langit begitu tersiksa, namun ia berusaha untuk bahagia. Karena Bintang dan Mentari begitu berharga baginya.

"Coba tebak apa yang terjadi?" tanya Bintang terlihat begitu antusias untuk menceritakannya.

"Ah.. apa? katakan saja langsung, aku sedang sibuk saat ini." ucap Langit sambil menatap laptop yang berada di hadapannya.

"Ish.. Kau ini. Tinggalkan pekerjaan mu itu dulu. Dengarkan cerita ku." protes Bintang.

"Iya.. iya.. apa?" tanya Langit mengalah.

"Aku baru saja melamar Mentari."

Bagaikan disambar petir kala itu, jantung Langit seakan ingin melompat mendengarnya. Ia tak menyangka bahwa akan secepat ini hal itu terjadi.

"Apa jawaban Mentari?"

"Tentu saja iya..dia setuju, dan dia mau menikah dengan ku."

Deg.. Langit menjadi diam membisu, badannya menjadi rapuh. Hatinya menjadi kacau. Walau sesungguhnya ia sudah mempersiapkan dirinya akan hal ini, tapi ternyata saat itu tiba rasanya begitu menyakitkan.

"Kenapa kau diam saja, kau tak suka?"

"Tidak.. tidak, bukan seperti itu, tiba-tiba kepalaku pusing saja." ucap Langit berbohong.

"Kau terlalu serius bekerja, kau juga perlu istirahat. Tunggu di sini aku ambilkan air untukmu." ucap Bintang dan kemudian pergi meninggalkan Langit seorang diri.

Langit memejamkan matanya, menyentuh kepalanya dan menarik kasar rambutnya. Lalu ia bersuara begitu kesal.

"Aku harus bisa menerima ini semua." bisik Langit saat itu.

Masih melanjutkan perjalanan pulangnya. Kenangan akan Bintang masih terus hadir di ingatannya. Sampai akhirnya ia tiba di rumah.

"Kamu sudah pulang."

"Ya Bu. Langit izin langsung ke kamar."

"Ya.. istirahatlah." ucap Rubi malam itu.

Langit kembali melangkah, perlahan menuju kamarnya. Ingatan akan sosok Bintang terngiang kembali dalam pikirnya.

"Menurutmu cincin seperti apa yang Mentari suka?"

"Kenapa kau tak tanya langsung padanya. Kau kan menikah dengan Mentari bukan dengan ku."

"Ish.. menyebalkan. Coba kau kasih ide untukku, kira-kira Mentari suka seperti apa. Sepertinya selera kalian itu sama. Apa yang kau pilih pasti Mentari menyukainya."

Langit terdiam saat itu. Rasanya dia menyangkal apa yang dikatakan Bintang padanya, bukan karena seleranya sama dengan Mentari, melainkan karena Langit mencoba memahami Mentari, mencoba mengerti kemauan Mentari, mencoba menerima kekurangan maupun kelebihan Mentari.

Hanya satu yang Langit ingin berikan untuk Mentari saat ini yaitu kebahagian. Dan.. Mentari bahagia dengan Bintang.

Klek..

Langit membuka pintu kamarnya, ia melangkah lagi menuju ranjangnya. Ia jatuhkan tubuhnya dengan cepat. Ia pejamkan matanya kemudian.

"Menikahi Mentari.." ucapnya dengan mata masih terpejam.

"Apakah harus seperti ini jalannya?" ucapnya lagi.

Mengenang kembali, pertemuan ke dua kalinya dengan Mentari. Di sebuah pusat perbelanjaan, dimana Mentari dan Langit bertemu kembali.

Keduanya saling menyentuh sebuah kemeja yang sama dan saling menatap kemudian. Memandang satu sama lain, dan saling meminta maaf, walau sebenarnya tak ada yang harus disalahkan.

"Ah.. sorry.." ucap Langit saat itu.

"Masnya mau beli baju ini juga?" tanya Mentari dan tersenyum menatap Langit.

"Tidak.. tidak.."

"Mungkin masih ada stok lagi, aku tanyakan dulu ya.." ucap Mentari dan pergi begitu saja meninggalkan Langit.

Langit terdiam, tapi dia tersenyum bahagia. Ia kembali bertemu dengan wanita yang diam-diam ia sukai. Kali ini mendengar suaranya, ia berbincang dengannya.

Tak berapa lama kemudian, Mentari kembali. Wajahnya tampak kecewa. Langit pun menghapus senyumannya segera.

"Kata Mbak yang disana, baju ini hanya tinggal ini saja. Kalau Masnya mau ambil saja, saya bisa cari yang lain."

"Jangan seperti itu."

"Enggak apa-apa kok mas, lagian saya juga ragu. Takut enggak muat ukurannya."

"Buat pacarnya?" tanya Langit polos.

"Oh.. bukan, buat sepupu." jawab Mentari dan membuat hati Langit tersenyum mendengarnya.

"Seperti apa tubuhnya, seperti saya?" tanya Langit lagi.

"Ya.. mirip Masnya."

"Harusnya cukup, mau saya coba kenakan?"

"Jangan-jangan, merepotkan Masnya."

"Enggak apa-apa, tunggu di sini sebentar." pinta Langit dan membawa pakaian itu menuju ruang ganti.

Hanya butuh beberapa menit, Langit kembali menghampiri Mentari. Langit terdiam melihat Mentari yang terdiam juga menatap dirinya.

Entah apa yang dipikiran Mentari saat itu, tapi ia menatap Langit begitu dekat. Menyentuh pakaian yang sudah dikenakan Langit tanpa disadarinya.

"Bagaimana..?"

"Ah.. bagus.." ucap Mentari dengan tatapan yang begitu kagum melihat Langit.

Langit menyukai saat-saat itu, saat Mentari menatap dirinya begitu dekat.

Mengingat itu kembali, membuat hasratnya untuk memiliki Mentari itu muncul. Wanita yang pertama dicintainya adalah Mentari, dan Langit mencintainya hingga saat ini.

Langit kembali membuka matanya, ia tatap langit-langit kamarnya dan terdiam untuk waktu yang lama malam itu.

.

.

.

.

Pagi hari telah tiba, Senja melangkah perlahan menuju kamar Mentari dengan semangkuk bubur dan segelas teh hangat untuk Mentari.

Ia ketuk perlahan, namun tak ada jawaban dari Mentari.

Klek.. Senja membukanya.

Terlihat sosok Mentari yang masih tertidur dengan wajah sendu yang masih menghiasi.

Terdengar deringan handphone kemudian. suara yang berasal dari handphone milik Mentari yang diletakkannya di meja tempat Senja meletakkan sarapan untuk Mentari.

Tertulis nama Langit, dan Senja pun mengangkatnya.

"Mentari, kau sudah bangun?"

"Mentarinya masih tidur Nak Langit."

"Oh.. Ibu, bagaimana keadaan Mentari sekarang Bu?"

"Sudah lebih baik, sudah lebih tenang."

"Oh.. syukurlah Bu, nanti Langit ke sana ya Bu ."

"Iya.. nak. Terima kasih."

"Terima kasih juga Bu." ucap Langit mengakhiri pembicaraan.

Setelah membuat janji pada Senja, Langit pun bersiap untuk pergi ke rumah Mentari.

"Tunggulah.. " ucap Langit tiba-tiba.

.

.

.

.

Ada yang pernah suka sama orang tapi diem² aja ga🤭😅?

Aku tipe yang nunggu ditembak.. kalo enggak ditembak juga, yaudah bukan jodoh🙈🤧🤣

Terpopuler

Comments

▫️

▫️

takdir jodoh ga ada yang tau

2023-03-23

4

ꪶꫝ🅘︎𝗇𝖼𝖾𝗌mͫaͧyᷠrᷲaͪ⁴ᵐᏦ͢ᮉ᳟

ꪶꫝ🅘︎𝗇𝖼𝖾𝗌mͫaͧyᷠrᷲaͪ⁴ᵐᏦ͢ᮉ᳟

jodoh mang rahasia ilahi....tp tetep ja balikin ati gk smudah mmblik tlpak tangan

2023-03-21

3

Ai 𝕷𝖎𝖔𝖓🦁💙

Ai 𝕷𝖎𝖔𝖓🦁💙

mungkin kalian emang berjodoh ya, semoga aja permintaan terakhir bintang kalian kabulkan.

2023-03-21

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!