Hari Berkabung

🌿Selamat membaca.

🌿Semoga suka dan terus ikuti kisahnya.

🌿Like dan komen baiknya selalu dinanti 🤗.

...----------------...

Setelah mengurus kepulangan Bintang, Kini Langit tengah berada di samping Mentari yang masih tak sadarkan diri.

Rasanya ini begitu melelahkan bagi Mentari maupun Langit.

Langit tatap wajah Mentari saat itu, ia genggam salah satu tangannya, ia usap perlahan kepalanya.

"Mas Bintang, Mas.." teriak Mentari tiba-tiba.

Air matanya kembali menetes, pandangannya tak lepas dari Langit yang sudah ada di sampingnya.

"Kenapa kita ada di sini, gimana Mas Bintang?" tanya Mentari setelah dirinya menatap sekeliling.

Sebuah ruang yak tak asing baginya, ia sudah kembali ke rumah dan berada di kamarnya.

"Orang tuaku sudah mengurus kepulangannya."

Lagi dan lagi Mentari menangis, ia bangkit dari tidurnya dan duduk kemudian.

"Maaf, aku sudah merepotkan mu Mas.." ucap Mentari dan Langit kembali menggenggam jemarinya.

"Tidak.. jangan berkata seperti itu."

"Tapi kenyataannya memang seperti itu, aku begitu lemah, aku begitu rapuh.. aku selalu merepotkan banyak orang. Mungkin itu juga alasan Mas Bintang meninggalkan ku."

"Sadarlah, Bintang meninggalkanmu bukan karena hal konyol seperti yang kau ucapkan."

Mentari terdiam, lalu ia terisak kembali. Ia tutup wajahnya dengan ke dua telapak tangannya.

Langit pun bangkit dari duduknya, ia kembali memeluk Mentari, mengusap lembut punggung wanita itu.

"Makan dan minumlah dulu. Ku tahu kau belum mengisi perutmu sejak pagi. Kau perlu tenaga, dan kita harus bersiap ke pemakaman Bintang."

"Aku tak ingin apapun Mas, aku hanya ingin Mas Bintang."

"Cukup Tari, aku tahu kamu sedang berduka, aku tahu kamu bersedih. Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi takdir berkata lain, biarkan Bintang tenang di alam sana, jangan kau menyulitkan dirimu sendiri." Mentari kembali terisak mendengar kata-kata Langit, rasanya ia masih belum merelakan kepergian Bintang.

Setelah mengucapkan beberapa kata untuk Mentari, Langit pun melangkah menuju sudut lain. Menuju meja dimana ada semangkuk bubur dan teh hangat yang sudah disiapkan untuk Mentari. Langit membawanya menuju Mentari.

"Minumlah.." pinta Langit dan Mentari menatapnya dengan air mata yang menggenang di kedua matanya.

"Minumlah.." pinta Langit lagi.

Mentari pun mengalah, ia raih gelas itu, ia teguk teh itu kemudian.

"Aku bantu kau makan." ucap Langit lagi setelah meletakan gelas tersebut ke meja yang berada di sampingnya.

Suapan pertama begitu sulit Mentari terima, rasanya ia tak ingin membuka mulutnya. Namun melihat keteguhan Langit, kebaikan Langit membuat Mentari luluh akhirnya. Ia buka mulutnya perlahan, ia terima suapan demi suapan bubur yang Langit berikan untuknya.

"Kau akan menemaniku nanti?"

"Ya.." ucap Langit singkat dan kembali menyuapi Mentari saat itu.

.

.

.

.

Mentari terdiam, air matanya terus turun perlahan. Menatap sosok pria yang dicintainya kini telah terkubur. Telah pergi untuk selamanya.

Terlihat sosok Langit yang membantu proses pemakaman Bintang saat itu. Kedua orang tuanya pun ikut hadir menemani. Dengan hati yang begitu perih, namun Langit terlihat kuat menjalani. Terlihat wajahnya yang begitu mendung, Langit tahan air matanya, ia tak ingin sahabatnya melihat dirinya begitu rapuh saat ini.

Lantunan doa terucap kemudian, semua masih menatap tak percaya akan kepergian Bintang yang begitu tiba-tiba.

"Kuatkan hatimu nak." pinta Senja pada Mentari.

"Ya.. Bu.."

Mentari menarik napas panjang kemudian, menenangkan hatinya.

Setelah proses pemakaman selesai, satu persatu orang yang datang pun berpamitan untuk pulang. Hanya tinggal beberapa orang saja. Hanya ada beberapa keluarga dekat yang tersisa.

Langit yang saat itu bersama dengan Ibu dan Ayahnya melangkah menghampiri Senja dan Mentari.

"Yang sabar ya.." pinta Rubi yang merupakan ibu dari Langit.

Mentari mengangguk, mencoba untuk bersabar seperti apa yang diminta Rubi padanya, namun air matanya terus turun. Tersirat begitu hancur hatinya saat ini.

Rubi memeluknya, mengusap pundaknya perlahan. Mencoba menenangkan Mentari.

"Sudah..sudah.. ibu percaya kamu kuat."

"Ya Bu.." jawab Mentari dan terdengar isaknya.

"Bu.. Ayah, nanti Langit izin antar Mentari dan ibunya pulang dulu."

"Ya..Nak.., hati-hati kalian." ucap Rubi lembut.

"Ya Bu, terima kasih."

Setelah menghabiskan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang lain, Mentari pun akhirnya setuju untuk kembali.

Menaiki mobil Langit bersama dengan Senja yang masih setia menemaninya. Tatapannya masih begitu kosong, matanya masih berkaca-kaca. Bibirnya terlihat pucat. pikirannya terbang bersama dengan kenangan dirinya bersama Bintang.

Siang itu.. saat semua tampak serius membaca di sebuah perpustakaan kampusnya berada.

Mentari tampak begitu panik, buku yang rencananya akan dipinjamnya telah lenyap di rak buku perpustakaan itu.

"Kok cepat banget, baru saja ditinggal sebentar. Itu buku sudah enggak ada, siapa yang pinjam pak?" tanya Mentari pada petugas perpustakaan itu.

"Iya, baru saja dipinjam, namanya Langit. Baru saja pria itu keluar, mungkin masih sempat untuk dikejar."

"Oh.. Oke.. terima kasih pak." ucap Mentari cepat.

Langkah kakinya pun begitu cepat, pandangannya fokus menatap sekeliling. Mencari seorang pria dengan buku yang ada digenggamnya.

Saat dirinya berhasil menemukan sosok pria yang dimaksud, Mentari mempercepat lagi langkahnya.

"Langit.." panggil Mentari namun tak membuat pria yang dimaksud olehnya menghentikan langkahnya itu.

Mentari pun berusaha mengejarnya, sampai akhirnya ia berhasil menarik tas ransel milik pria itu.

"Tunggu." pinta Mentari sambil mengatur napasnya yang seakan sedang berlomba.

Pria itu berhenti melangkah, ia tatap sosok wanita yang ada di hadapannya saat ini. Ia terdiam untuk waktu yang lama. Ya.. ia tak menyangka bahwa ada wanita cantik yang tengah menghalanginya untuk pergi.

"Ada apa..?"

"Langit.. Langit kan..." ucap Mentari yakin sekali, pasalnya buku yang dicarinya berada di genggaman pria itu.

"Bukan.."

"Hah.. lalu buku itu?" tunjuk Mentari.

"Oh.. buku ini, iya.. tadi teman ku Langit yang pinjam di perpustakaan."

"Oh.. begitu." ucap Mentari menjadi bingung.

"Kenapa?"

"Aku sangat perlu buku itu, bisakah temanmu meminjamkannya untukku?"

"Ehmm.. aku tak tahu, tapi bisa ku tanyakan ke temanku."

"Ahh.. oke.., kalau begitu kau bisa catat nomorku atau kau bisa berikan nomormu?"

"Aku saja yang catat nomormu."

Setelah menyebut beberapa angka, Mentari pun tersenyum, setidaknya ia punya harapan untuk mendapatkan buku itu.

"Namamu?"

"Namaku Mentari."

"Aku Bintang." ucap Bintang dan tersenyum menatap Mentari.

Itulah pertemuan pertama mereka, Bintang dan Mentari.. dengan senyum yang terukir di keduanya. Membentuk kisah yang sulit untuk dilupakan.

Hingga akhirnya Mentari harus bersedih, saat senyum milik Bintang lenyap untuk selamanya.

.

.

.

.

Yang sabar ya Mentari🤧🤧🤧

Terpopuler

Comments

Han

Han

aa nggak boleh bilang gitu 😭

2023-05-13

5

▫️

▫️

smoga mentari ikhlas menerima smua ini

2023-03-23

2

Erbanana

Erbanana

Jodoh Mentari langit yg mencintainya dalam diam dan ikhlas.

2023-03-21

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!