Menggenggam Mentari

Menggenggam Mentari

Takdir

🌿Selamat membaca.

🌿Semoga suka dan terus ikuti kisahnya.

🌿Like dan komen baiknya selalu dinanti 🤗.

...----------------...

"Tidak.. ini tidak mungkin, Tidaaaakkk...!"

.

.

.

Wanita itu menangis, bahkan ia berteriak. Ia tak mengerti dengan takdir yang sedang menghampirinya saat ini. Dengan gaun pengantin yang menyelimuti tubuhnya. Dengan bibir merah yang memucat akhirnya. Suaranya bergetar, air mata tak henti-hentinya turun membasahi ke dua pipi merah milik wanita itu.

Bagaikan disambar petir, sebuah kabar buruk menghampirinya. Seketika bibirnya menjadi kelu, hanya satu kata yang terucap dari bibir tipisnya, memangil sebuah nama dan berulang.

"Mas Bintang." ucapnya pelan dengan wajah yang penuh dengan air mata.

Tubuhnya menjadi lemas dalam seketika. Ke dua kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya. Menjadi begitu berat untuk berdiri. Begitupun dengan napasnya, terasa berat dan begitu berat.

"Mas Bintang.." panggil wanita itu lagi dan lagi, dalam seketika tubuhnya tumbang dan tak sadarkan diri.

Mentari adalah nama wanita itu. Beberapa tahun yang lalu, Mentari masih seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama di kotanya. Di sanalah ia bertemu dengan Bintang yang merupakan seniornya. Seorang pria yang rencananya akan menikahinya saat ini.

Namun, takdir berkata lain. Hari yang dinantikan akhirnya pun tiba. Berharap membawa kebahagian bagi Mentari dan Bintang. Namun sebuah kabar yang mengejutkan telah menghapus dalam sekejap impian keduanya.

Bintang mengalami kecelakaan saat dirinya hendak menghalalkan hubungan mereka berdua dan entah bagaimana keadaannya saat ini.

"Mas Bintang.." ucap Mentari saat dirinya tersadar.

Matanya masih begitu sendu, pipinya masih begitu basah, hatinya masih begitu rapuh. Namun ia mencoba membuka ke dua matanya, menatap kenyataan yang tengah menghampirinya.

Terlihat sosok wanita paruh baya yang berada di sampingnya, menggenggam ke dua tangannya, mencoba menguatkannya.

"Bu.. Mas Bintang Bu.."

Senja, yang merupakan ibunya Mentari hanya bisa mengangguk, mengusap lembut bahu anaknya saat itu. Mencoba menenangkan hati anaknya.

"Ya.. Tuhan.. Apakah ini takdir yang kau berikan untuk anakku?" bisiknya dengan tatapan sendu ke Mentari.

"Sabar ya nak.."

"Mentari mau liat Mas Bintang Bu, bagaimana keadaannya sekarang? Antar Tari ke tempatnya Mas Bintang ya Bu." Rengek Mentari terus dan bangkit begitu cepat dari tidurnya.

"Iya nak.. kita ke tempatnya Bintang, kita pasti ke tempat Bintang." ucap Senja dan kembali menenangkan Mentari.

.

.

.

.

"Bodoh.. aku memang bodoh." ucap seorang pria dan tampak kesal dan begitu menyesal.

Pria itu duduk dengan wajah yang penuh dengan air mata. Ingin rasanya ia memukul dirinya sendiri, saat mengetahui kenyataanya seperti ini.

Bintang yang merupakan sahabatnya harus mengalami kecelakaan disaat hari yang begitu dinantikannya tiba.

"Seharusnya aku yang menemanimu tadi, seharunya aku yang mengendarai mobilnya. Mungkin saja jika aku yang membawa mobil itu. Kecelakaan ini tak akan pernah terjadi." Keluhnya tak henti-henti.

Rasa bersalah menumpuk hingga meninggi. Saat pintu besar di hadapannya tak kunjung terbuka. Berharap seseorang membukanya membawa kabar baik akan Bintang yang merupakan sahabatnya yang kini tengah menjalani operasi.

Langit, nama pria itu. Ia adalah sahabat dari Bintang dan akhirnya menjadi sahabat buat Mentari. Mereka kenal dan akhirnya bersahabat hingga saat ini.

"Apa yang harus ku katakan nanti pada Mentari." ucapnya penuh dengan sesal.

Disaat kecemasan yang kian menghampiri, seseorang memanggil namanya. Langit tau betul pemilik suara itu. Suara yang kini tengah ia takutkan.

"Mas Langit..." panggil Mentari.

Langit pun menatap kehadirannya. Ia melangkah begitu cepat menghampirinya. Sama halnya dengan apa yang dirasakannya saat ini, tersirat kesedihan di wajah cantik miliknya.

"Mentari.." panggil Langit pelan.

Langit bangkit dari duduknya, ia berdiri menghampiri kehadiran Mentari yang kian mendekat. Mentari menangis, ia menangis tepat di hadapan Langit.

Langit pun memeluknya. Mengusap punggung Mentari perlahan. Menenangkan Mentari yang begitu rapuh.

"Mas Bintang.." ucap Mentari terbata dan kembali menangis dan terus menangis hingga kedua tangan memeluk erat tubuh Langit yang sudah memeluknya sejak tadi.

"Maafkan aku.. maaf.." bisik Langit dalam hati.

Sejam telah berlalu dengan kesunyian namun hati begitu bergemuruh. Saat-saat yang diharapkan pun tiba. Pintu besar di hadapan mereka akhirnya terbuka lebar.

Seorang dokter dengan beberapa perawat yang mendampingi keluar satu persatu. Membawa ranjang besar dengan Bintang berada di atasnya.

"Bagaimana hasilnya Dok?" tanya Langit cepat dan begitu cemas.

"Operasinya sudah berjalan baik, namun kondisi pasien begitu lemah." ucap dokter terhenti dan berhasil membuat Langit maupun Mentari menatap tak percaya.

"Tapi masih bisa sembuhkan Dok?"

"Bersabarlah dan berdoa, mungkin itu satu-satunya jalan yang terbaik saat ini."

Mentari kembali diam, tak dapat mengucapkan kata apapun. Rasanya ini begitu menyakitkan. Ia kembali menangis.. menangis dan menangis dengan Langit yang berada di sisinya dan mencoba tetap kuat walau sebenarnya dia juga begitu lemah saat ini.

Dan akhirnya, Mentari kembali tumbang dan tak sadarkan diri.

.

.

.

.

Langit masuk perlahan menghampiri Bintang yang kini tengah terbaring lemah. Bintang tersenyum kala itu. Mungkin ini senyum terakhirnya untuk sahabatnya Langit.

"Hai.." Sapa Langit dengan air mata yang kembali turun membasahi pipinya.

Langit duduk tepat di samping Bintang, menatap sahabatnya, menahan tangisnya.

"Aku baik-baik saja." ucap Bintang menenangkan.

"Tidak.. kau tidak baik-baik saja, jangan membohongiku." ucap Langit dan tangisnya pun pecah.

Bintang hanya tersenyum, sesekali ia terlihat menahan rasa sakit yang menghampiri dirinya.

"Bagaimana keadaan Mentari? Ku harap dia baik-baik saja."

"Kau harus kuat, dia akan baik-baik saja jika kau kuat."

"Maafkan aku, sepertinya waktuku tak banyak."

"Kenapa kau berkata seperti itu." ucap Langit kecewa mendengar ucapan Bintang.

"Aku punya satu permintaan, bisakah kamu berjanji untuk memenuhinya." pinta Bintang dengan kata perkata ke luar begitu lambat dari mulutnya dan Langit pun mengangguk cepat.

Langit tak mungkin menolaknya, dengan kondisi Bintang yang begitu memprihatinkan, Ia terlihat memohon dan begitu berharap. Mungkin ini salah satu cara untuk dirinya menghapus rasa bersalahnya. Penyesalan yang selalu datang menghantuinya.

"Katakan, apa yang ingin kau minta."

"Aku menyayangi Mentari, aku pun menyayangi mu Langit."

"Aku tau itu."

"Aku telah mengecewakan kalian, aku telah menyakiti Mentari."

"Tidak.. jangan berkata seperti itu."

"Maukah kau membahagiakan Mentari."

"Aku pasti akan membahagiakannya." angguk Langit cepat.

"Nikahilah dia. Jadikan dia istrimu." ucap Bintang dan membuat Langit terdiam.

"Maksudmu.." ucap Langit ragu, rasanya ini tidak mungkin.

"Nikahilah Mentari, buat dia bahagia."

Deg...

.

.

.

.

Tadaaaa Author bawa cerita baru nih.

Kisah antara Mentari dan Langit

Semoga kalian suka dan betah di cerita ini.

berikut visualnya ya.. moga sesuai.. kalau enggak sesuai ya berimajinasilah masing-masing🤭

Foto pertama: Mentari

Foto ke dua: Langit

Foto ke tiga: Bintang

Terpopuler

Comments

it's me oca -off

it's me oca -off

uda vote uda hdir onel

2023-11-24

2

sakura

sakura

..

2023-11-22

2

Nona M 𝓐𝔂⃝❥

Nona M 𝓐𝔂⃝❥

banyak bawangnya....

2023-10-22

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!