Rawat Inap

...Jangan lupa follow, ya....

...Happy reading 🍁🤗...

..."Mengenalmu adalah bagian terindah dalam hidupku. Apalagi bisa menjadi bagian dari hidupmu, mungkin aku akan menjadi orang paling bahagia di dunia ini."...

...-Rafka Sanjaya-...

"Dia sakit apa, Dok? Kenapa belum sadar juga," tanya Rafka khawatir.

Raut khawatir dari wajah tampan Rafka tak bisa disembunyikan lagi. Bagaimana tidak, Azalia hingga saat ini masih belum sadarkan diri dengan suhu tubuh yang tinggi.

"Asam lambungnya naik, bahkan bisa dibilang sudah parah sehingga membuat badannya panas. Pasien harus dirawat inap untuk beberapa hari. Oh, iya, apa dia belum makan sejak kemarin? Denyut nadinya lemah dan saya juga melihat ada beberapa tanda lebam di tangannya. Kayaknya seperti bekas kekerasan fisik," tutur Dokter membuat Rafka semakin khawatir.

'Bagaimana mungkin tidak makan sejak kemarin? Apa terakhir kali dia makan itu saat di klinik kemarin? Setega itukah keluarganya?' batin Rafka bertanya-tanya.

"Untuk saat ini, biarkan pasien istirahat. Saya sudah menyuntikkan obat penenang kepada pasien. Cairan infus nanti bisa hubungi suster untuk mengganti apabila sudah habis. Ketika pasien sadar, berikan ia makanan yang sudah disediakan rumah sakit sebab itu sudah sesuai dengan kondisi pasien. Saya permisi dulu." Dokter pun berlalu meninggalkan Rafka dan Azalia yang masih terlelap dalam tidurnya.

Rafka mengucapkan terima kasih, lalu beralih duduk di kursi dekat ranjang pasien. Wajah teduh Azalia terlihat pucat. Walaupun begitu, wajah itu masih tampak cantik di mata Rafka meskipun tanpa polesan make up.

"Kamu kenapa nggak lawan mereka, Lia? Harusnya kamu lawan bukan diam saja. Aku ingin sekali berjanji untuk selalu menjaga kamu. Tapi, aku lebih memilih untuk berusaha semampu aku untuk bisa menjaga kamu. Kamu bangun, ya, Lia. Aku sayang sama kamu," gumam Rafka seraya memegang tangan kiri Azalia yang terpasang selang infus.

***

Ruangan berukuran lima kali empat meter terasa sangat dingin, melebihi dinginnya suhu AC.

"Saya kecewa sama Pak Alham! Bagaimana mungkin Bapak malah membiarkan mahasiswi yang pingsan? Kejadian tadi sudah tersebar di seluruh kampus kita, bahkan di kampus lain." Rektor Universitas Gaharu merasa sangat marah akan kejadian beberapa saat lalu.

"Maaf, Pak. Saya memang mengira bahwa itu hanya akal-akalan mahasiswi itu untuk menarik perhatian saya seperti yang sudah-sudah," jujur Pak Alham.

"Jika Bapak ingin memecat saya, silakan. Saya akan terima apabila itu yang menjadi sanksi untuk saya," imbuhnya.

"Saya akan memberikan keputusan besok. Saya juga akan mengundang Rafka dan orang tuanya untuk turut hadir. Silakan Bapak keluar!" tegas Rektor Universitas Gaharu. Kepalanya seakan mau pecah memikirkan masalah yang ditimbulkan oleh dosen dan mahasiswanya.

***

Kelopak mata seorang gadis terbuka perlahan. Beberapa kali berkedip untuk menetralkan cahaya yang masuk ke retina. Pertama kali yang dilihat olehnya adalah warna putih dari dinding ruangan.

Ia menatap sekeliling, netranya terpaku pada sosok laki-laki yang tertidur di sampingnya. Kepalanya tertelungkup di antara kedua tangan yang terlipat dan sebelahnya memegang tangan Azalia.

'Kenapa kamu harus sebaik ini sama aku, Rafka?' lirihnya dalam hati.

Tangan Azalia terulur untuk mengelus kepala Rafka yang tampak nyaman dalam posisi tidurnya.

Rafka yang merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya langsung mendongak melihat siapa yang melakukannya. Netranya bertemu dengan netra Azalia yang menatapnya penuh keteduhan. "Apa aku mengganggu tidurmu?" lirih Azalia.

Rafka menggeleng bak anak kecil, matanya masih terpaku pada wajah pucat Azalia yang tersenyum.

"Kalau begitu, tidurlah lagi," pinta Azalia.

Rafka kembali menggeleng, lalu berkata, "Kamu sejak kapan sadar?"

"Belum lama," lirih Azalia. Tenaganya belum cukup kuat untuk sekadar bersuara keras.

"Kenapa nggak bangunin aku? Sekarang kamu makan, ya. Asam lambung kamu kambuh lagi sampai harus dirawat inap. Aku suapi kamu. Sebentar aku beri air panas sedikit dulu," tutur Rafka, lalu melangkah ke arah dispenser yang tersedia.

Ruangan VIP membuat Rafka tak kesulitan mencari air panas. Pemuda itu rela menyewa ruangan VIP tersebut demi kenyamanan Azalia.

"Tunggu dulu! Muka kamu kenapa ada memar begini?" Azalia memegang sudut bibir Rafka yang lebam dan ada sayatan luka kecil di sana.

"Nggak apa-apa, kok. Biasa laki-laki. Sudah, sekarang kamu makan biar cepat sembuh."

Tanpa melawan, Azalia membiarkan pemuda itu untuk menyuapinya walaupun ada rasa bingung dalam benaknya. Di sela-sela makan, Azalia teringat perkataan Rafka bahwa ia akan di rawat inap. Ia tak punya uang untuk biaya rumah sakit. Azalia merutuki dirinya yang tak kuat menjalani kehidupan.

"Lia? Azalia?" panggil Rafka seraya melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu.

"Eh, iya? Ada apa?" tanya Azalia.

"Kamu kenapa malah melamun? Makanannya masih banyak, loh." Rafka memperlihatkan bubur di piring yang ia pegang.

"Ka?" panggil Azalia.

"Iya?" balas Rafka lembut.

"Aku langsung pulang saja setelah ini, ya? Nggak usah dirawat inap. Aku ... aku–"

"Pokoknya kamu harus dirawat inap! Nggak usah pedulikan masalah biaya. Itu, 'kan yang kamu pikirkan?" Rafka langsung memotong perkataan Azalia.

"Lia, tatap dan dengar aku. Aku tidak ingin kamu sakit karena hati aku juga sakit melihatnya.  Aku tahu, di hatimu belum ada namaku. Tapi, berjanjilah untuk tidak membuatku khawatir. Jika bisa aku meminta ... saat ini juga aku mau kamu jadi pacar aku, memberikan aku kesempatan untuk melindungi dan membahagiakan kamu. Tapi, aku tidak mau egois, kamu berhak menolak saat ini juga," sambungnya dengan menatap dalam manik cokelat Azalia.

Suasana menjadi hening dan hanya denting jam yang terdengar mengisi indra pendengaran. Azalia bingung dengan hatinya. Ingin menolak, tetapi rasa nyaman itu mulai hadir. Ia bingung dengan perasaannya. Sementara Rafka, pemuda itu masih menunggu jawaban dengan sabar.

'Haruskah aku menerimanya? Bagaimana dengan Sesil?' Inilah yang membuat Azalia menjauh dari teman-temannya, terlebih teman laki-laki. Gadis itu tak ingin dibuat pusing oleh masalah hati.

Jika ia menerima, artinya ia siap dengan luka yang akan menganga di hatinya kelak. 'Baiklah akan kucoba,' batinnya.

"Tapi, aku belum mengenalmu. Aku hanya mengetahui dirimu sebatas namamu saja. Bagaimana aku bisa meyakinkan hatiku?" Mulut Azalia berbanding terbalik dengan hatinya. Ternyata, masih ada keraguan yang tersimpan di sana.

"Aku akan memperlihatkan padamu siapa aku dan keluargaku nanti. Tak usah meragukanku, Azalia. Terima aku jika kamu yakin," jelas Rafka penuh kelembutan.

Azalia diam sebentar, menimbang apakah ia harus mengiyakan atau tidak. Lama ia berpikir, akhirnya gadis itu mengangguk. Tak peduli jika akhirnya ia akan disiksa oleh Sesil dan lainnya. Sudah saatnya ia keluar dari zona yang membuatnya tersiksa. Ia harus bisa membuka hati, tak selamanya ia bisa berdiri di atas kaki sendiri.

"Tapi, Rafka. Berjanjilah untuk selalu ada untuk aku dan menjadi tempat aku bersandar," pinta Azalia.

"Insyaa Allah. Aku akan berusaha untuk itu. Terima kasih sudah menerimaku. Sekarang kamu makan lagi, ya. Habis itu istirahat, infus kamu juga sudah waktunya diganti," tutur Rafka lembut.

Azalia mengangguk mencoba untuk membahagiakan hatinya. Berharap dengan bersama Rafka hidupnya akan terasa sedikit lebih indah.

Dua puluh dua tahun, Azalia hidup penuh siksaan. Papanya tak pernah perhatian sejak kecil, Mamanya selalu menilai buruk apapun yang dikerjakan olehnya.

Sempat ingin mengakhiri hidup, tetapi urung karena Ilyas—kakaknya—langsung marah besar dan memutuskan untuk pergi ke luar negeri.

Hal itu juga yang menjadi penyesalan terbesar Azalia, ditinggal oleh kakaknya hanya karena kebodohan ia sendiri.

Kini, Rafka-lah yang akan menjadi tempat ia mengeluh dan bersandar. Berharap harapannya mengudara hingga kebahagiaan yang akan ia jelang kelak.

'Mengenalmu adalah bagian terindah dalam hidupku. Apalagi bisa menjadi bagian dari hidupmu, mungkin aku akan menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Kini, usahaku berbuah manis. Aku telah menjadi kekasih dari orang yang aku cintai, Azalia Atmadja.' Kebahagiaan tak dapat disembunyikan oleh Rafka. Selama menyuapi Azalia, pemuda itu tersenyum bahagia, bahkan sesekali mencubit pipi gadis berkulit putih tersebut karena gemas.

Terpopuler

Comments

Ahmad Suhaemi

Ahmad Suhaemi

💯🤩

2023-04-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!