Tidur Bersama

Semenjak percakapan singkat malam itu, Amaya merasa kasihan kepada Dave. Dia sama sekali tidak menyangka, pria yang dulu ikut membully dirinya dan David memiliki nasib seperti itu.

"Ada apa, kenapa malah melamun?" Amaya lupa kalau saat ini dia sedang bersama Leo. Setelah beberapa kali batal untuk pergi makan malam, akhirnya malam minggu ini mereka melakukannya juga.

"Makanannya tidak enak?" Amaya menatap lekat mata Leo. Dia menggeleng lalu menyuap potongan steik-nya.

"Ini enak, aku cuma lagi mikirin Pak Dave!"

Kening Leo berkerut karena mendengar ucapan Amaya baru saja. "Dave? Bos kamu itu?" Amaya mengangguk. Dia tidak melihat bagaimana tatapan Leo yang kesal, tetapi mencoba ditahan dengan tersenyum. "Kenapa dengannya? Dia buat ulah?"

Amaya meletakkan garpunya. Dia memperhatikan wajah tenang Leo karena selalu bisa menenangkan hatinya yang bergemuruh, apalagi itu disebabkan oleh Dave. "Tidak. Beberapa hari ini dia lebih banyak serius kerja karena kita sedang banyak kerjaan. Tapi ...."

"Tapi, apa?"

"Aku kasihan sama dia. Mungkin ini juga hukuman, tapi menurutku terlalu berlebihan!" Amaya menghela napas pelan. Dia tidak pernah berpikir jika Dave akan memiliki trauma semacam itu. Dia kira selama ini Dave baik-baik saja, ternyata tidak.

"Kenapa?" Amaya menatap lekat Leo lalu menggeleng. Dia memilih tidak cerita saja. Dia tidak mau membebani Leo dengan menceritakan pria lain dalam hubungan mereka.

"Kerjaan kamu gimana? Lancar?" Amaya mengalihkan pembicaraan mereka. "Lebih baik kita bahas hal yang mengenai kita, kan? Aku tidak mau saat kita habiskan waktu berdua, malah bicarakan orang lain!"

"Kamu benar."

Amaya mengangguk. "Huh. Maaf, padahal aku yang mulai!" Dia terkekeh pelan.

"Sudah jangan dibahas lagi. Untuk kerjaku semua berjalan baik, besok selama dua hari aku dan beberapa rekan satu tim akan pergi ke luar kota. Tidak apa-apa aku tinggal?"

Amaya mengangguk. "Apa Femi juga ikut?"

"Sayangnya iya. Dia bagian dari tim!"

"Oke, tidak masalah. Lagipula aku percaya kamu sampai kapan pun tidak akan tergoda sama dia!"

Amaya memperhatikan tangannya yang digenggam erat oleh Leo. Dia tersenyum senang membalas senyuman manis kekasihnya tersebut. "Jangan khawatir. Aku sudah pilih kamu, kita harus saling percaya dan setia saja!" Amaya tentu saja tersentuh dengan ketulusan dari ucapan dan tatapan Leo, dia mengangguk senang.

"Tentu. Aku percaya. Pergilah tanpa beban! Tapi ... jangan lupa oleh-oleh!"

Leo melepaskan genggamannya. Dia tertawa setelahnya. "Itu pasti. Nanti aku akan belikan oleh-oleh yang banyak untukmu!"

Amaya menghela napas pelan. Dia memperhatikan Leo yang beranjak pergi untuk menerima panggilan telepon. Hatinya menghangat mengingat setiap momen kebersamaan yang dia habiskan bersama Leo.

"Sungguh aku beruntung banget sama kamu. Pria yang selalu ada untuk aku!"

***

Baru juga sampai di depan kost, setelah melepas kepergian Leo yang pulang. Amaya dikejutkan dengan kedatangan Dave yang entah dari mana.

Pria tersebut tiba-tiba saja datang, tanpa mengatakan apa-apa memegang tangannya kuat dan memeluknya erat. Beruntung saja tubuh Amaya tidak terjatuh karena pelukan tiba-tiba tersebut.

"Pak Dave!" cicit Amaya sambil mengusap punggung kekar pria tersebut. "Pak!" panggil Amaya kembali saat tidak ada jawaban. Amaya mendengar deru napas kasar dari pria yang sedang memeluknya itu.

"Pak, ada apa?" Amaya merasakan pelukan Dave makin erat dan dia merasa tidak nyaman. Takut ada yang melihat. "Pak, jangan begini!"

Terdengar helaan napas kasar. "Satu menit lagi!" pinta Dave. suaranya begitu lemah. Amaya mengurungkan niatnya saat akan melepaskan paksa pelukan Dave. Dia menjadi tidak tega dan memilih membalas pelukan Dave.

"Kenapa begitu menenangkan? Amaya sadar, dia pria yang sudah mempermalukan dirimu!"

Dave melepaskan pelukannya, dia menunduk menyembunyikan wajahnya dari Amaya. "Pak, ada apa? Kenapa bisa di sini?"

Dave tidak menjawab pertanyaan Amaya. Merasa penasaran dengan apa yang terjadi kepada Dave, Amaya menangkup wajah Dave dan memaksa membuat pria tersebut menatapnya.

"Kenapa dia begitu rapuh?"

Amaya menelan ludahnya mendapat tatapan begitu dalam dari Dave. Mata pria tersebut berkaca-kaca. "Kita duduk di sana!" ajak Amaya untuk duduk di bangku tidak jauh dari mereka.

"May, apa sebenci itu kamu denganku?"

Amaya terdiam. Pertanyaan Dave tidak perlu untuk dijawab. Pria tersebut sudah tahu. "Maaf, tapi aku sungguh tersiksa, May! Bisakah memaafkanku?"

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Amaya. Dia membiarkan saja saat Dave mengenggam tangannya.

"Kenapa mengalihkan pertanyaan? Apa kamu benar-benar ingin tahu yang terjadi kepadaku?" Tatapan Dave begitu menghunus. Mengerikan, tetapi Amaya ingin terus menatap mata indah Dave tersebut.

Amaya mendongak saat tiba-tiba saja Dave bangkit berdiri. Melepaskan genggamannya dan memilih berjalan menjauh. "Ada apa dengannya?"

Perempuan tersebut memilih mengejar Dave yang berjalan sempoyongan. Dia membantu Dave yang ternyata berjalan menuju mobilnya.

"Sudah, aku akan pulang. Selamat tidur, May!" ucap Dave tulus. Senyumnya juga tulus.

"Pak Dave akan pulang dengan kondisi begini?" Dave mengangguk. Tentu saja. "Saya akan antar!"

Alis sebelah kanan Dave terangkat, pria tersebut menatap lekat Amaya dan terkekeh pelan. Dave menepuk kepala Amaya tiga kali lalu menggeleng. "Kenapa?" tanya Amaya kesal. Niat baiknya malah ditolak. "Saya tidak mau kalau ada apa-apa dengan Anda dan saya!"

Dave membuka pintu mobilnya, lalu menyuruh Amaya masuk mobil. "Kenapa diam? Katanya mau antar, jadi kamu yang bawa mobilnya!"

"Saya tidak bisa mengemudikan mobil, Pak!" Dave terkekeh pelan. Dia mengangguk paham.

"Kalau begitu masuklah lewat pintu sebelah sana!" tunjuk Dave dengan dagunya. Amaya menurut begitu saja. Dalam hatinya dia begitu girang, Dave mengizinkannya ikut.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Dave, tidak ada percakapan antara mereka. Dave memilih diam sambil sesekali memijat kepalanya yang terasa sakit dan Amaya hanya menjadi penikmat pemandangan yang ada di mobil tersebut.

"May, aku butuh tidur. Sejak dua hari lalu, aku sama sekali tidak tidur! Obat tidur itu tidak ada reaksinya sama sekali!"

Amaya menatap Dave kasihan. Selama dua hari ini mereka memang jarang menjalin komunikasi karena pekerjaan. "Kamu mau, kan, May?" Dave menoleh dan menatap Amaya berharap dia setuju.

"Jangan takut, May. Aku tidak akan melakukan hal buruk. Aku cuma butuh ditemani tidur. Terakhir kali aku bisa tidur nyenyak di kantor dan itu karena kamu!"

"Tante Rose?" tanya Amaya memastikan.

Dave menggeleng. "Mamaku sedang berada di luar kota. Menghadiri acara pernikahan sepupuku, May. Kamu bisa, kan?" Amaya mengangguk. Dia tidak tega melihat wajah lesu Dave.

***

"Kenapa berhenti, May?" tanya Dave gemas melihat Amaya yang terlihat takut saat mereka akan masuk ke kamar Dave. "Kamu tadi setuju aku memintamu untuk menemaniku tidur!"

"Saya takut, Pak!"

Dave tersenyum manis kepadanya. Pria tersebut menggenggam kembali tangan Amaya lalu mengajaknya masuk ke kamar. "Kamu duduk di situ dulu, ya. Aku mau ke kamar mandi sebentar!"

Amaya menurut, dia duduk di sofa menanti dengan cemas Dave di kamar mandi.

Dave keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar, tanpa berkata apa pun dia beranjak ke kasur. Sebelum berbaring, dirinya mengambil obat tidur dari wadahnya.

"Obat apa itu?" Amaya menghampiri. Dia penasaran dengan obat yang akan diminum oleh Dave. "Obat tidur?" Dave mengangguk. "Kenapa sebanyak itu?" Amaya tidak menyangka jika Dave benar-benar mengonsumsi obat tidur. Dia kira Dave hanya berkata-kata agar dirinya luluh.

Dave terkekeh. "Kalau hanya satu atau dua butir tidak akan berpengaruh. Makanya aku minum lebih banyak!" Amaya menggeleng. Dia lalu memaksa mengambil alih obat tersebut dan mengembalikan ke tempatnya lagi.

"Pak Dave minta saya temani tidur, jadi jangan minum obat. Sekarang tidurlah!"

"Kamu yakin?" Amaya mengangguk. Dia lalu meminta Dave menggeser tubuhnya lalu ikut berbaring di samping Dave.

"Sekarang Pak Dave, tidurlah. Saya janji akan temani!"

Dave mengangguk. Dia lalu memejamkan matanya. Dia menyunggingkan senyum dengan tangan menggenggam erat tangan Amaya.

"Kamu kasihan sekali! Leo maaf! Ini akan jadi yang terakhir."

Amaya mengusap sayang kepala Dave dan terus memperhatikan wajah damai Dave yang tertidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!