Ada Apa dengan Dave?

Amaya memperhatikan Dave yang terlihat lesu. Memang bukan kali pertama dirinya melihat hal tersebut, tetapi kali ini Dave seperti benar-benar tidak bertenaga. Sapaan yang selalu dia berikan setiap pagi kepada Dave hanya dibalas dengan anggukan, tanpa senyum sama sekali.

Padahal pria tersebut yang meminta Amaya untuk menyapanya setiap pagi dan akan dibalas dengan senyuman menyebalkan. Atau kata-kata bercanda.

"Apa dia sakit?" gumam Amaya, tapi setelah itu dia memilih untuk mengabaikan saja apa yang terjadi kepada Dave.

Amaya merapikan berkas yang kemarin akan dia serahkan kepada Dave untuk diperiksa. Dia masuk ke ruangan Dave dan melihat pria tersebut sedang sibuk dengan laporannya di meja.

Dave mengangkat wajahnya, menatap lurus Amaya yang berjalan makin dekat menghampirinya. "Pak, ini berkas yang sudah saya perbaiki, Pak Dave tinggal memeriksanya lagi!"

Dave hanya berdeham saja. Dia kembali sibuk dengan laporannya. Tidak mau ambil pusing Amaya lekas meletakkan berkas tersebut di meja dan pamit keluar ruangan.

Saat dirinya hendak melangkahkan kaki keluar ruangan, Amaya mengingatkan jadwal kepada Dave. "jadwal hari ini hanya ada meeting dengan klien pukul empat sore di kantor, Pak!"

"Baiklah, terima kasih!" Amaya mengangguk. Lagi dia dibuat kebingungan saat Dave sama sekali tidak tersenyum kepadanya.

"Dia lagi ada masalahkah?"

Amaya salah tingkah saat Dave menangkap basah dirinya yang terus memperhatikan pria tersebut. Dia lekas keluar dari ruangan Dave dan merutuki kecerobohannya.

"Astaga, May, kamu ngapain lihatin Pak Dave sampai ketahuan?" rutuknya menyalahkan diri.

"Fhea?" Amaya menerima panggilan dari Fhea yang jarang sekali menghubungi di saat jam kerja begini. "Ada apa, Fhe?"

"Pantry yuk!"

"Tumben. Lagi tidak ada kerjaan?"

Hanya terdengar suara dehaman rendah dari Fhea, selanjutnya Amaya mendengar suara seseorang yang sedang bernyanyi lalu disusul beberapa suara. "Oke, aku ke sana! Kamu duluan saja!" Amaya lekas memutuskan panggilan tersebut lebih dulu.

Sebelum pergi ke pantry, dia membereskan meja kerjanya. Setelah memastikan komputer yang mati dan meja tidak pada keadaan berantakan, Amaya lekas pergi menyusul Fhea yang pasti sudah sampai.

Amaya menggunakan lift untuk pergi ke lantai dua di mana pantry berada. Selama beberapa saat dirinya mencoba mengirim pesan kepada Leo, mengajaknya untuk nanti setelah pulang bekerja makan malam bersama. Mengganti hari kemarin yang batal karena Dave.

"Tumben belum dibalas, padahal online?" Amaya tidak ambil pusing. Dia keluar dari lift menuju ke pantry yang berada di sebelah kirinya, sebelum sampai ke tempat itu dia lebih dulu harus melewati ruangan yang khusus untuk fotocopy dan ada ruang untuk santai sambil menunggu berkas selesai difotocopy. Dia ruangan itu juga terdapat dispenser, alat, dan, bahan untuk membuat minuman, sehingga karyawan tidak perlu ke pantry.

"May!" Amaya berbalik dan melihat Fhea yang berlari ke arahnya. Dia menunggu temannya itu sabar.

"Aku kira kamu sudah sampai di pantry!"

Fhea menggeleng. Dia menggamit tangan Amaya dan mengajaknya pergi ke pantry. Di sana ada dua orang office boy yang sedang bersantai, tetapi saat keduanya masuk mereka memilih pergi.

"Ada apa tumben ajak aku ke sini? Tidak ada kerjaan?"

Fhea mengembuskan napas pelan. "Ada, sih, tapi dikit. Ya bonus karena divisi aku melampaui target!"

"Wah, yang benar? Keren! Selamat loh!" Amaya begitu senang atas pencapaian kerja temannya itu. Dia tahu betapa temannya itu merasa kesusahan untuk mencapai target yang ditentukan perusahaan. Beberapa kali sering dia mendengar keluhannya.

"Aku juga tidak sangka, sih. Tapi, ya memang kita semua beberapa bulan ini bekerja keras banget. Lagian, ya, aku merasa ini sebagai hadiah dari kesusahan yang aku alami!"

Amaya mengangguk. "Aku ingat banget waktu kamu ngeluh dan bilang tidak sanggup!" Dia terkekeh pelan melihat wajah kesal Fhea karena ucapannya itu.

"Sudahlah, aku malu. Mulai sekarang aku akan rajin bekerja. Katanya bisa ada kenaikan jabatan kalau kerja kita bagus. Kamu gimana?"

"Aku?" tanya Amaya bingung. Fhea mengangguk sambil beranjak untuk membuat minuman. "Tidak tahu. Mungkin aku akan tetap jadi sekretaris."

"Mau buat kopi atau teh?" Amaya menggeleng. Dia tidak menyukai dua minuman itu, bahkan dia juga tidak suka minuman berkarbonasi. "Oke."

Tidak butuh waktu lama Fhea membuatnya, dia kembali duduk dengan membawa kopi yang uapnya masih mengepul. "Kita dikasih kelonggaran sampai istirahat nanti, semoga nanti tidak banyak kerjaan biar pulang cepat. Pak Dave masih sering buat ulah?"

Amaya menghela napas pelan. Kapan atasannya itu tidak membuat ulah. Amaya sendiri bingung, padahal dulu pria tersebut membencinya. Membiarkan teman-teman lain membully dirinya. Namun, sekarang Dave bersikap berbeda, walau menyebalkan sikap pria tersebut terkadang manis.

"Seperti biasa, tapi hari ini dia berbeda!" ucap Amaya sambil membalas pesan dari Leo. Dia menjadi kesal karena Leo mengatakan tidak bisa karena dia harus keluar kota dan kembali besok.

"Kenapa? Kamu merasa kehilangan?"

Amaya menatap Fhea heran. "Maksudnya?"

"Raut wajah kamu tiba-tiba berubah setelah bicara soal Pak Dave seakan kamu tidak suka sama sikapnya pagi ini. Atau ada yang lain?"

"Oh, itu. Leo, dia bilang tidak bisa jemput aku. Ada urusan ke luar kota katanya!" Fhea mengangguk. "Untuk Pak Dave aku tidak peduli. Lagipula aku malah senang kalau dia tidak banyak tingkah."

"Mungkin tidak, sih, kalau dia itu suka sama kamu?" goda Fhea yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Amaya.

"Ngaco. Mana mungkin!" kilah Amaya. Dia tidak akan percaya Dave memiliki perasaan seperti yang Fhea katakan. Itu terlalu berlebihan untuk orang yang pernah saling membenci, bahkan sampai saat ini pun dia masih membenci pria itu. Dengan versi berbeda.

"Mungkin. Kamu ingat apa yang pernah aku bilang?" Amaya menggeleng. Fhea mendengkus kecil lalu melanjutkan ucapannya, "Pak Dave itu orang yang keras. Dia bahkan akan memarahi karyawan perempuan di depan karyawan yang lain. Dia juga tidak pernah bersikap baik dan ramah, tapi lihatlah sama kamu semua sikapnya berubah!"

"Entahlah. Aku tidak mau memikirkannya!"

"Mau ke mana?" tanya Fhea saat Amaya bangkit berdiri.

"Aku balik duluan."

***

Amaya masuk ke ruangan Dave saat pukul sebelas untuk mengantarkan kopi seperti biasanya. Saat itu Amaya benar-benar terkejut saat melihat Dave yang sedang tidur di sofa sambil mengigau.

Tubuh pria tersebut sudah berkeringat, Amaya langsung mencoba membangunkan Dave dengan menepuk pelan pipinya. "Jangan, tolong, jangan!"

"Pak Dave! Pak!" Amaya tidak tahu harus melakukan apa. Melihat kegelisahan Dave saat tertidur begini dia menjadi kasihan. Rasa bencinya entah pergi ke mana, berganti rasa ingin melindungi.

Amaya berjongkok di depan Dave, mencoba untuk membangunkannya. Dia bahkan melakukan hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dengan memeluk Dave. Dia mengingat hal yang sering ibunya lakukan ketika dirinya mimpi buruk dan tidak kunjung terbangun.

"Amaya ...," ucap Dave lirih saat membuka mata. Amaya lekas melerai pelukannya dan hendak bangkit, tetapi Dave menahan tangannya. "Jangan pergi. Maafkan aku!" Setelah itu dia kembali tertidur dengan tenang, seolah tidak pernah mengalami mimpi buruk itu sebelumnya.

Amaya berhasil melepaskan diri dari Dave. Memastikan jika pria tersebut tertidur dengan tenang, dirinya memilih keluar dari ruangan tersebut. Sebelum itu dia menggunakan jas milik Dave untuk menyelimuti tubuh pria tersebut.

Amaya tidak akan mengganggunya dan akan membangunkannya saat akan meeting.

"Apa yang terjadi? Aku lakukan apa tadi?" gumam Amaya sambil menyentuh dada kirinya dengan napas memburu.

Terpopuler

Comments

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

obat e amaya dav

2023-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!