Aku Bisa Atasi

Dengan terpaksa Amaya kembali ke kantor dan masuk ke ruangan Dave hanya untuk mengambil jas yang tertinggal dan dia harus mengantarnya ke rumah atasannya itu.

"Apa harus kita antarkan jas itu?"

Amaya mengangguk. "Baiklah. Tidak masalah!"

"Kenapa kamu tidak marah, sih? Padahal karena bosku kita jadi tidak bisa makan di angkringan malam ini," ujar Amaya kesal. Sebenarnya dia bukan kesal kepada kekasihnya itu, dia kesal kepada Dave yang memaksanya dengan mengatakan kata-kata menyebalkan. "Kenapa ketawa?" tanya Amaya heran.

"Tidak. Kamu lucu saja kalau sedang kesal. Padahal aku biasa saja!"

"Huh. Kamu terlalu baik untuk bosku yang terlalu menyebalkan!"

Saat mobil mereka berhenti di depan rumah Dave, mobil Dave baru saja datang. Amaya yang mengetahui itu menjadi begitu kesal. Dia kira Dave sudah berada di rumah, tetapi pria tersebut baru saja pulang.

Amaya langsung menghampiri Dave yang baru keluar dari mobilnya. Tanpa mengatakan apa pun lagi Amaya langsung menyerahkan jas di tangannya kepada Dave. "Saya harap tidak ada lagi perintah malam ini. Waktu bekerja saya sudah selesai, Pak!" Amaya mengingatkan Dave, takut atasannya itu lupa.

Dave mengangguk setuju. "Terima kasih!"

"Sudah?" Amaya mengangguk. Di depan Dave dia memeluk lengan kekasihnya dengan posesif dan hal itu membuat Dave mendengkus kesal.

"Yuk!"

Amaya mengajak kekasihnya pergi. Apa yang dilakukannya tidak luput dari perhatian Dave. Pria tersebut langsung masuk rumah setelah mereka masuk mobil.

"Kita mau ke mana setelah ini?"

"Pulang saja deh. Aku capek!"

"Baiklah! Setelah sampai kost kamu langsung istirahat!"

Amaya mengangguk. Dia memperhatikan kekasihnya yang tidak pernah sekali pun membantah apa maunya. Seakan Amaya orang yang memang begitu sangat spesial, sehingga apa pun yang diinginkannya akan dituruti.

"Makasih banyak, Leo. Kamu pacar terbaiknya aku!" Amaya memeluk lengan kekasihnya yang masih menyetir.

Leo hanya mengangguk dan tersenyum tipis menanggapi tingkah Amaya tersebut.

***

Amaya yang begitu merasa lapar, akhirnya memutuskan untuk memasak mie instan saja. Beruntung masih ada stok di kamarnya. Sebelum membuatnya dia memilih mengganti pakaiannya dan pergi ke dapur umum.

Di sana ternyata ada salah satu penghuni kost yang Amaya belum tahu namanya siapa. "Baru pulang kerja, Mbak?" sapa perempuan yang diperkirakan seusia dengan Amaya begitu ramah.

"Iya."

Tidak ada lagi percakapan di antara mereka, Amaya sedang tidak berminat untuk mengobrol dan penghuni tersebut juga seakan sama dengannya.

"Duluan, Mbak!" Amaya hanya mengangguk saat perempuan tersebut pergi dengan membawa makanan yang tadi dipanaskannya.

Amaya mendesah pelan. Dia melihat wajan kotor yang tidak perempuan tadi cuci dulu setelah digunakan. "Kebiasaan!" Walau begitu Amaya tidak ada niatan untuk melakukannya juga.

"Masak mie tidak ajak-ajak!"

Amaya memutar bola matanya malas. Dia memilih menikmati mie-nya daripada menanggapi ucapan Fhea. Teman sekaligus sahabat yang bekerja dan tinggal di tempat yang sama. "Mau, dong!" Tanpa menunggu persetujuan Amaya, Fhea mengambil mangkuk mie Amaya. Dia mengambil garpu dan menikmati mie tersebut.

"Kenapa tidak masak sendiri, sih?"

"Malas. Aku juga cuma minta dikit, doang, May!" Amaya mendengkus kesal lalu mengambil kembali mangkuknya. "Pelit banget!"

"Terserah!"

"Lagi ada masalah apa, sih, May? Tumben banget sensi gitu? Berantem sama Leo?"

"Sok tahu!"

"Yee, karena aku tidak tahu makanya asal nebak. Mukamu kelihatan banget kalau lagi ada masalah. Masalah kerjaan atau Pak Dave?"

Mendengar nama Dave disebut Amaya meletakkan sendoknya dan menggeser mangkuk tersebut ke Fhea, tentu saja hal itu disambut baik oleh Fhea.

"Kamu tahu tidak, May, kebanyakan makan mie, bisa buat tubuh kamu melar loh!" Amaya mengerutkan dahinya lalu menggeleng.

Dia tidak mengetahui hal semacam itu. Walau dulu dia sering kena marah oleh orang tuanya karena terlalu banyak makan mie yang katanya menjadi penyebab tubuhnya menggemuk, dia merasa bukan salahnya di mie. Namun, karena memang sudah waktunya saja tubuhnya gemuk.

Buktinya tanpa meninggalkan kebiasaan makan mie instan, dia bisa tetap bisa kurus seperti sekarang. Ya, dia akui salah satu motivasinya untuk bisa kurus itu karena kebenciannya yang mendarah daging.

Dia ingin membuat orang-orang yang dulu suka sekali mengatainya buruk, malu dan meminta maaf walau rasanya terlalu sulit.

"Habiskan deh!" Amaya bangkit berdiri dan hendak pergi meninggalkan Fhea. Di ambang pintu dia berbalik memperhatikan Fhea yang sedang menikmati mie buatannya itu. "Jangan lupa cuci piringnya, wajan itu juga!" Setelah itu Amaya pergi ke kamarnya kembali.

***

Dave menatap nanar dua butir obat di telapak tangannya. Hal yang selalu dia lakukan sebelum beranjak tidur. Semenjak kejadian itu dirinya tidak benar-benar bisa tidur nyenyak. Selalu saja bermimpi hal yang buruk dan tentunya berhubungan dengan kejadian di masa lalu.

Dia bahkan pernah dua hari tidak tidur sama sekali karena tidak sanggup untuk terus bermimpi buruk. Terkadang, obat tidur yang dia konsumsi setiap hari itu sama sekali tidak bekerja dengan baik.

"Jangan pikirkan apa pun!" Setelah mengatakan beberapa kata tersebut Dave meminum obat tidurnya. Dia lalu membaringkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya dalam diam sambil menunggu obatnya bereaksi.

Senyum Dave terbit mengingat bagaimana reaksi berlebihan Amaya tadi saat menyerahkan jasnya. Namun, saat melihat bagaimana Amaya bertingkah manja dengan pria lain membuatnya kesal.

Dave mendengkus kesal, dia lalu mencoba memejamkan matanya.

Baru beberapa saat terpejam, mimpi buruk itu kembali hadir. Dahi Dave berkeringat. Dia terus saja mengigau, mengucapkan kata-kata yang sama berulang kali dan sulit untuk membuka mata.

"Maafkan aku! Tolong, jangan ... jangan!"

"Dave ... Dave, bangunlah!" Setelah merasakan pipinya ditepuk-tepuk kuat Dave akhirnya terbangun. Dia beringsut duduk dengan wajah berkeringat. "Mimpi lagi?"

Dave mengangguk. Dia menerima gelas yang diberikan kepadanya dan meminum sampai habis. "Kamu harus konseling lagi, Dave. Jangan begini terus dengan mengandalkan obat tidur! Bahkan obatnya tidak berefek sama sekali!"

"Jangan bahas tentang konseling atau apa pun itu, Ma. Aku tidak mau!" tolak Dave keras.

"Tapi, kamu tidak bisa seperti ini terus. Bahkan kamu jarang tidur! Itu tidak baik untuk kesehatan kamu!"

Dave menggeleng. "Aku bisa atasi. Aku yakin secepatnya mimpi buruk ini akan berakhir!"

"Kamu yakin?" Dave mengangguk. "Kalau begitu Mama juga akan yakin!" Dave tidak menanggapinya. Dia mencoba memejamkan mata sambil memegang kuat tangan perempuan paruh baya yang begitu menyayanginya itu.

"Tidurlah, Nak. Mama akan temani kamu di sini!" Perempuan itu mengecup pelipis Dave sayang. Dia memperhatikan wajah putranya yang terlihat sekali begitu menderita.

Hal yang tidak pernah disangkanya akan terjadi kepada putranya itu. Bahkan semua kejadian itu sudah beberapa tahun berlalu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!