Koper tertukar.

...----------------...

Bandara Juanda-Internasional sore itu ramai dengan orang-orang berjalan dengan cepat atau pun santai. Entah mereka akan pergi atau pulang. Yang jelas, Ilyas telah menginjakan kakinya kembali ke Indonesia setelah beberapa bulan tidak pulang karna sibuk bolak-balik mengurus bisnis ayahnya di luar negri. Apalagi di Qatar, bisnis perminyakan ayahnya itu berkembang dengan baik. Namun, itu malah membuat kepalanya pusing tujuh keliling harus mengurusnya seorang diri walau dibantu oleh asistennya.

Ilyas berjalan dengan tenang dan gugup karna akan menghadapi sesuatu yang membuatnya sakit.

Keponakannya merecok dari tadi, merengek meminta bonekanya yang tersimpan di koper Ilyas. Ibunya dari tadi membujuk untuk meminta anak itu sabar sebentar.

"Nanti, Jel. Pas udah nyampe aja, ya? Susah kalau buka koper disini." Ibunya menenangkan anak kecil gembul itu.

Bukannya terdiam, anak itu malah semakin merengek sampai menarik-narik kerudung Ibunya.

Ilyas jadi kasihan melihatnya. "Gapapalah, Mbak. Bentar ya, Mas buka dulu kopernya."

Ilyas meletakkan koper itu di lantai bandara, membuka resleting kopernya. Dan tebak apa isinya? Isinya membuat yang melihatnya istighfar dengan keterkejutan luar biasa.

"Astagfirullah!" Sebut kedua orang itu ketika melihat isi koper yang dari tadi Ilyas seret.

Sejak kapan isi kopernya pakaian dalam wanita? Atau jangan-jangan ini bukan kopernya.

Ilyas langsung menutup koper itu takut terlihat oleh orang-orang yang melewatinya.

"Kok isi kopermu aneh, Yas. Itu kopermu kan?"

"Ya, Mbak. Ilyas juga gak paham. Apa jangan-jangan tertukar ya?"

"Walah, gimana dong? Coba lihat lagi. Siapa tau, ada nama pemiliknya." Suruh perempuan yang berdiri di sampingnya itu.

"Mbak nyuruh Ilyas buat bongkar-bongkar di dalem koper ini?" Tanyanya dengan heran.

Mbaknya kebingungan, "Oh, iya. Mbak lupa. Kalau gitu biar Mbak yang cari. Awas dulu kamunya. Jangan lihat-lihat." Katanya mengusir Ilyas.

Ilyas langsung berdiri menggantikan Mbaknya yang tadi berdiri di samping anak kecil itu.

Mbaknya membuka setengah sambil mengorek-orek mencari pemilik koper itu. Sampai akhirnya menemukan foto berukuran kecil.

Mbaknya langsung menutup kembali koper itu, "Yas, ada foto." Mbaknya memberikan foto itu pada Ilyas.

Ilyas menerimanya, langsung melihat foto itu. Kebetulan macam apa ini? Dia melihat foto gadis berambut merah sedang membuat gaya love dengan jarinya. Foto berukuran kecil itu menggambarkan selfie seorang wanita yang kemarin Ilyas temui di London. Apa kopernya ada di tangannya juga?

Sesegera mungkin dia harus menemukan gadis itu untuk menukar koper mereka.

"Mbak, tunggu di parkiran aja, ya? Aku mau cari dulu yang punya kopernya, sekalian aku cari koperku." Pamitnya.

"Memangnya bisa? Kamu tau harus cari dimana?"

Dia sebenarnya tidak tahu, tapi apa salahnya mencari kan?

"Tau. Dah, ya, Mbak. Ilyas nyari dulu."

"Iya, hati-hati! Jangan lama ya, Yas!" Mbaknya sedikit teriak karna Ilyas sudah berlari cukup jauh.

...----------------...

Langkah kaki yang terbalut sepatu boots itu berjalan dengan santai menuju seorang lelaki muda yang menunggunya. Tingginya melebihi orang yang seorang berjalan ke arahnya. Lelaki itu tersenyum dengan cengirannya, menyambut kedatangan Cici tercintanya.

"Woi wibu!" Sapa Cicinya ketika mereka telah mendekat.

"Waba wibu, waba wibu. Enak aja! I bukan wibu yeu!" Protes lelaki tampan bermata sipit mirip dengan gadis di depannya.

"Makin ganteng aja you, Kai. Ck, pasti makin banyak yang ngedeketin, i gak rela kalo harus berbagi kegantengan adik i sama cewek lain."

Lelaki itu mendengus, "Mulai deh dramanya. Jangan kebiasaan karna you artis itu hidup you drama mulu deh." Protesnya kembali.

Jiani tergelak mendengar itu. "Hahaha. Sorry."

"Mana oleh-oleh i?" Tagihnya seperti debt collector.

"Yeu gak ada, you kan sering juga ke London. Ngapain minta oleh-oleh ke i? Beli aja sono sendiri."

"Kan biar beda sensasinya. Itu koper tiga isinya apa aja kalau bukan oleh-oleh?"

"Baju i semualah, terus peralatan make up, skincare, dan lain-lain."

"Dasar woman! Udah ayok balik keburu macet nih," Ajaknya akan berbalik.

"Eitss! Eits! Tunggu dulu." Cegahnya, "Karna i sekarang udah di Indonesia. You harus jelasin, ada masalah apa soal warisan mamih yang kata you kemarin itu."

"Disini?"

"Ya."

"Sekarang juga?"

Jiani semakin menyipitkan matanya kesal, "Iya, Kai! Ayok cepetan."

Kaili menghembuskan nafasnya seperti berat saja akan menjelaskannya, padahal dia hanya tinggal bicara saja. Soal yang melakukannya kan Jia.

"Mamih ada warisan Panti Asuhan yang harusnya jadi atas nama you."

"Terus?" Potongnya tidak sabaran.

"Ya, sabar napa! Nih i lagi jelasin."

"Yaudah, terus-terus gimana??? Apa masalahnya? Tinggal balik nama doang kan?" Jiani semakin tidak sabaran.

"Bukan tinggal balik nama doang. Masalahnya, mamih nyantumin persyaratan soal panti itu kalau mau jadi atas nama you."

"Persyaratannya apa?" Kembali memotong.

"You bisa sabar gak sih?"

"Emosian banget." Cibir Jiani pada adiknya.

"Persyaratannya harus nikah. Dan nikahnya dengan cowok baik-baik paham agama yang bisa membingbing you ke jalan yang benar, gitu katanya."

Jiani mendengar itu dengan eskpresi cengonya. Tidak menyangka mamihnya akan menulis persyatan seperti itu.

"Yaudahlah gak usah jadi milik i gapapa. Dari pada i harus kawin." Katanya dengan santai.

Kaili yang mendengar itu menjadi gregetan ingin menghantam kepala kakanya ini. "Masalahnya itu panti malah disalah gunain sama yang sekarang ngurus, Ci. Donatur yang selalu ngasih ternyata dia korupsi itu uang."

"Hah? Masa sih?"

"Iya! Maka itu i nyuruh you balik buat ngurusin ini. Mamih pasti sedih di alam sana tau soal ini. You harus bertindak, Ci."

"Yaudah kita rebut aja sih langsung?" Katanya gregetan entah memang lemot.

"Ya gak bisa, Ci! Kan i dah bilang. Jalan satu-satunya bisa panti itu ada di tangan you, ya you harus nikah dulu." Jelasnya dengan gregetan.

Muka Jiani semakin cengo, prustasi. Dia mengacak-acakan rambutnya perlahan kesal. "Serius gak ada cara lain?" Tanyanya mencari setitik harapan lain.

"Gak ada."

Jiani mulai mempasrahkan hidupnya, dia mulai menimbang-nimbang langkahnya yang akan menuju kemanan. Akankah dia memilih menikah? Benarkah ini hanya jalan satu-satunya, kalau iya, menikah dengan siapa masalahnya? Semenjak putus dengan Alkan dia hanya menjalin hubungan palsu demi kerja sama kontrak saja dengan beberapa artis. Dan sudah dipastikan statusnya sekarang adalah jomblo. Catat itu, jomblo. Jadi si jomblo ini akan menikah dengan siapa?

"Masalahnya, Kai. I harus nikah sama siapa?" Tanyanya dengan nads prustasi.

"Saya!" Suara seseorang di belakang mereka.

Wajah itu, walau pun Jiani tipikal orang yang pikunan, jelas dia ingat siapa lelaki itu. Lelaki yang kemarin mengamini doanya sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Apa maksudnya dengan sautannya, mana katanya 'saya!' maksudnya apa coba?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!