...----------------...
"Ilyas, Mbak mau ngomong sesuatu." Perempuan berhijab itu memanggil adiknya yang sedang menidurkan keponakannya, keponakan yang sudah seperti seperti anak baginya karna saking nyaman anak itu pada Ilyas.
"Kenapa?" Lelaki berdarah melayu itu menoleh pada Mbaknya yang terlalu kental dengan budaya Jawanya karna selama ini tinggal di Surabaya bersama dengan keluarga Ibu, Sedangkan Ilyas, sejak SMP dia dibawa oleh Ayahnya ke negeri sebrang, Malaysia, tempat kelahiran Ayahnya. Ibu dan Ayahnya bercerai ketika Ilyas baru saja menginjak SMP.
Ibunya sudah menikah kembali saat kelas 2 SMA. Dia menikah dengan pria yang berstatus sama cerainya, namun berbeda kasus. Suami Ibu yang sekarang dulu cerai meninggal, istrinya meninggal ketika melahirkan anaknya laki-lakinya. Dan Ayahnya sampai detik ini masih sendiri, hanya mengurus bisnisnya yang berkembang pesat.
Ilyas bangkit dari tidurannya lalu mendekat ke arah Mbaknya yang sedang duduk di sofa dekat jendela hotel itu, dia sedang merajut cardigan untuk anak perempuannya. Rajutannya sudah mulai terlihat rapih dengan bola berwarna merah muda itu.
"Mbak, mau ngomongin sesuatu. Tapi tolong kamu jangan kaget, yo?"
"Ngomong aja, Mbak. Jangan berbelit."
Perempuan berhijab putih itu meletakan rajutannya di meja samping, dia mulai menatap mata adiknya dengan penuh keraguan. "Nadya hamil, Yas."
"Hah?"
"Nadya, Nadya pacarmu."
"Tunggu dulu. Mbak, kenapa iso? Aku bahkan belum pernah nyentuh dia sama sekali." Katanya dengan penuh raut kebingungan.
"Ayahnya, ayahnya kakakmu."
"Kakakku siapa? Kakakku cuman Mbak."
"Radit, Yas. Radit itu kakakmu juga."
Ilyasa terdiam, mencerna semua perkataan yang keluar dari mulut Mbaknya. Ini terlalu mendadak, bahkan sudah ada lima bulan Ilyas tidak bertemu dengan kekasihnya itu karna pekerjaanya yang selalu membuatnya bulak-balik negara lain.
"Mbak bercanda kan?"
"Mbak serius... Mereka akan mengadakan pernikahannya sebentar lagi. Semuanya udah dipersiapkan tanpa sepengetahuan kamu, tapi Mbak..." Perempuan itu mulai menitikan air matanya, "Mbak gak bisa menyembunyikan ini terlalu lama dari Adik kandung Mbak sendiri. Maafin Mbak, Yas..." Katanya dengan sesegukan.
Mbaknya memberikan ponselnya disana berisi, foto test pack, serta persiapan pernikahan untuk Nadya dan Radit. Ilayas menatap foto test pack itu yang dikirim oleh Nadya pada whatsapp kakaknya, dia mengirim voice note menangis dan meminta maaf. Suaranya sangat lemah.
"Yas, mereka udah ngejalin hubungan 2 bulan. Mbak baru tau ketika Nadya hamil saja." Dia mulai memeluk Ilyas dengan air matanya, sedangkan Ilyas masih meresapi semua ini.
Ilyas kira, kakanya mengunjunginya ke London hanya karna rindu, ternyata dia membawa berita yang menyesakkan. Ilyas mulai mengelus bahu Mbaknya, untuk menenangkan Mbaknya yang sedang menangis itu.
"Udah, Mbak. Jangan nangis. Aku gapapa."
"Mbak, tahu kamu pasti bilang gitu tapi aslinya kamu pasti sedih kan, Yas? Ditambah hubunganmu dengan Nadya sudah terbilang lama sekali. Maafin Mbak gak bisa cegah semua ini, padahal kamu menitipkan Nadya sama Mbak, tapi Mbak malah kelolosan."
Ilyas melepaskan pelukannya untuk bisa melihat wajah Mbaknya, "Mbak, denger Ilyas, ya? Ini semua bukan salah Mbak. Mbak udah tenang aja, semuanya bukan salah Mbak."
"Kamu akan pulang ke Indonesia, Yas? Tapi tolong kamu relakan saja Nadya, kamu bisa mencari pengganti yang lebih baik dari pada perempuan itu."
Mencari pengganti tidaklah mudah, bahkan hatinya sudah terkunci sejak lama pada Nadya Narasma. Perempuan lulusan pesantren terbaik di Indonesia itu membuatnya jatuh cinta ketika mereka pertama kali bertemu. Dia tidak pernah membayangkan hubungannya akan berjalan selama dua tahun setengah sampai mana pada titik kehancurannya, disini.
Perjanjian mereka yang akan menikah telah hancur, dia menghancurkannya tanpa memikirkan perasaan Ilyas.
"Ilyas, Mbak tau kamu lelaki kuat. Kamu boleh nangis sekarang. Kamu akan pulang kan? Menghadiri pernikahannya? Kamu harus menghadirinya setelah itu kamu boleh pergi kemana pun semau kamu. Tolong jangan rebut Nadya dari Radit, ya? Bukan Mbak berbicara buruk, tapi Mbak tahu kamu sangat mencintainya dan Nadya tidak pantas disandingkan dengan kamu, kamu pantas dapat pengganti lebih baik. Kalau kamu mau, nanti Mbak cari kan yang lebih shole-"
"Mbak... udahlah, aku gapapa. Aku keluar dulu ya? Aku mau cari angin dulu." Katanya pergi meninggalkan Mbaknya yang masih tersisa dengan tangisnya.
...----------------...
Ilyas berjalan menyusuri setiap langkah kakinya melangkah, entah kemana. Kakinya hanya mengikuti arah angin dan semaunya saja.
Dia berhenti ketika melihat sekumpulan para burung merpati mendekat ke arah gadis berambut merah menyala itu, dia menaburkan pangan burung ke arah para burung yang semakin banyak mendekat ke arah gadis itu.
"Para burung, ayok mam yang banyak, ya! I tau dunia ini memang sangat brengsek dan berat. Terkadang, ketika kita sedang baik-baik saja, ada saja cobaanya. Kalau you pada pasti cobaanya gak bisa makan ya? Nah sekarang peri yang berbaik hati ini memberi kalian makanan. Jangan lupa bersyukur, ya."
Kata-katanya seakan itu berlaku untuk Ilyas juga. Ilyas memperhatikan gadis yang pendek itu yang dia perkirakan tingginya 160.
"You tahu gak? Setiap cobaan ada jalannya, kalau gak ada ya berarti mungkin jalannya kalian belum cor aja. Nah itu sih yaudah derita you sih itu. Tapi seriusnya, pasti ada jalan keluar, kalau buntu yaudah puter balik aja cari belokan lain. Aduh, ngomong apa sih i ini jadi gila gini, gara-gara Kai sialan! Bikin overthinking aja." Katanya dengan gerutuannya. Padahal para merpati di bawah sana tidak peduli padanya, tapi gadis itu masih setia menyebarkan ceramahnya.
"Doain i ya, besok i mau pulang ke Indonesia. Eh, you pada bisa bahasa Indonesia gak? Hah, jangankan bahasa Indonesia. Bahasa manusia saja you pasti tidak tahu kan? Yasudah kapan-kapan i buka les, ya! Tapi tidak deh, i sibuk gini-gini i artis terkenal di negara yang agak freak itu." Katanya membuat Ilyas terkekeuh ketika memperhatikannya.
Tidak mendapat angin segar, namun malah mendapat hiburan segar. Ya, setidaknya dia terobati sedikit.
"I sebenarnya males balik. Tapi i kangen Papih sama Mamih, i mau ngurusin wasiat yang disembunyiin itu sekalian i nanti mampir ke makam mamih. You pada doain Mamih i juga ya semoga tenang di alam sana."
"Aamiin." Ilyas jadi ikutan mendoakan dia tanpa disuruh pun, mungkin dia merasa jadi merpati sekarang.
Gadis itu menoleh ke belakang karna mendengar gumaman dari seseorang di belakangnya. Terkejut bukan main, rasa malu mulai terasa. Mata sipit itu mulai membesar karna terkejut.
Wajahnya tidak asing, ternyata itu adalah gadis yang dia temukan di Lobby hotel. Yang tadi menangis di Lobby.
Gadis itu gugup langsung kabur menumpahkan seluruh makanan burung itu yang berhamburan ke tanah. Seluruh merpati yang disana seakan sedang merasakan pesta makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments