Bab 5. Perjodohan

"Oh, iya nak, bapak tidak papa, apa kamu baik-baik saja?" Pak Abdi bertanya sama remaja yang menabraknya.

"Oh, gitu syukur pak, maaf ya pak saya tidak sengaja." Jawab Lini melihat pak Andi.

Entah kenapa Lini merasa nyaman saat bicara sama orang yang ada di depannya? Dia merasa begitu dekat sama orang yang baru dia temui, padahal sebelumnya dia tidak pernah mengenalnya tapi kenapa rasanya sudah sangat dekat, tidak terasah Lini meneteskan air matanya.

Tes!

Air mata Lini menetes di kedua pipinya dia langsung menghapusnya, pak Andi terkejut melihat gadis remaja yang ada di depannya menangis, beliau jadi merasa bersalah mungkin saja beliau sudah melakukan kesalahan sampai membuat dia menangis.

"Ya ampun, maafkan bapak nak, apa kamu kesakitan sampai kamu menangis seperti itu?" Pak Andi sangat merasa bersalah.

"Tidak pak, saya tidak papa aku juga nggak tau kenapa aku bisa menangis seperti ini." Jawab Lini tersenyum senduh melihat pak Andi.

Pak Andi menganggukan kepalanya beliau jadi teringat sama anaknya yang sudah lama menghilang, nggak tau masih hidup atau sudah meninggal sudah 13 tahun mereka tidak pernah bertemu mungkin kalau anaknya masih ada mungkin besarnya seperti gadis remaja yang ada di depannya.

Dari jauh Bagas melihat Lini lagi ngobrol sama supir papahnya dia mendekati dua orang yang lagi ngobrol, Bagas sudah berdiri di samping mereka berdua, pak Andi menundukkan kepalanya melihat tuan mudanya sudah ada di sampingnya, Lini memutar bola matanya males melihat kaka kelasnya.

"Tuan, apa tuan muda mau pulang sekarang?" Pak Andi langsung bertanya sama Bagas.

"Pak Andi, sudah berapa kali aku katakan jangan panggil aku tuan muda, panggil aku dengan sebutan Bagas." Ujar Bagas melihat pak Andi.

"Tapi itu tidak sopan tuan, biar bagaimanapun tua anak atasan saya." Sambungnya lagi.

"Terserah bapak saja, kalau gitu panggil saya mas saja pak, jangan panggil tuan saya nggak nyaman soalnya." Bagas memberi saran.

"Baik mas Bagas, apa mas Bagas mau pulang sekarang?" Pak Andi kembali bertanya.

"Iya sebentar lagi lagi pak, bapak masuk ke mobil dulu." Bagas kembali menjawab pertanyaan pak Andi.

Pak Andi menganggukan kepalanya beliau masuk kedalam mobilnya lebih dulu, Lini yang sadari tadi memperhatikan dua laki-laki beda usia lagi ngobrol cuma bisa diam saja, Lini bisa menyimpulkan kalau Bagas adalah majikan bapak yang tadi dia tabrak, Lini bisa melihat kalau Bagas cowo yang baik di lihat dari cara dia bicara sama orang yang lebih tua darinya, tapi kenapa kalau di sekolah dia menjadi cowo yang super duper galak.

Bagas mengalihkan pandangannya ke arah Lini dia melihat adik kelasnya sedang melihatnya tanpa berkedip, dia menggerakan tangannya di depan wajannya, Lini menyingkirkan tangan Bagas yang berada di depan wajahnya, dia mencibir melihat Bagas.

"Apaan si kamu? Ngapain kamu menggoyangkan tangan kamu di depan wajahku." Protes Lini sama Bagas.

"Harusnya aku yang nanya sama kamu, ngapain kamu masih ada disini dan lihatin aku seperti itu? Apa kamu terpesona sama ketampanan aku?" Bagas menaik turunkan alisnya.

"Dih kepedean jadi orang, ngaca sana biar bisa tau bentuk muka kamu kaya apa? Jangan ngaku tanpan kalau masih jomblo." Lini tersenyum mengejek.

Di katain jomblo sama gadis yang ada di depannya Bagas meninggalkan Lini sendirian, dia masuk kedalam mobilnya menyuruh pak Andi untuk menjalankan mobilnya.

Indah mendekati Lini yang masih terbengong, tiba-tiba Lini air matanya kembali menetes saat pak Andi sudah pergi dari hadapannya, dia tidak tau sebenarnya apa yang sudah terjadi padanya kenapa lagi-lagi dia menangis? Indah menepuk-nepuk pundak Lini hingga dia tersadar.

"Hai, kamu kenapa ko ngelamun? Kamu juga kenapa ko menangis kamu habis berantem sama kak Bagas? Dia bicara apa sama kamu sampai kamu menangis seperti ini?" Indah bertanya panjang lebar sama sahabatnya.

Lini menggeleng mendengar pertanyaan Indah dia juga tidak tau kenapa? Kenapa jadi sedih dan merasa kehilangan saat supir Bagas pergi, kenapa dia merasa begitu deket padahal baru pertama kali dia melihatnya.

"Aku bukan menangis karena kak Bagas, Ndah, aku juga tidak tau kenapa aku menangis setelah melihat supirnya kak Bagas, saat aku melihat beliau entah kenapa aku seperti sudah mengenal beliau lama, padahal aku tidak mengenalnya sama beliau." Jawab Lini terbengong.

Indah mengusap pundak sahabatnya, dia memeluknya dia bisa melihat tatapan mata Lini yang bener-bener senduh dia jadi penasaran sama supirnya Bagas, saat mereka lagi terdiam Sisil mendekati mereka berdua dan langsung mendorong Lini.

Lini yang belum mengetahui kedatangan Sisil yang langsung mendorongnya, membuat dia jatuh terduduk di lantai, Indah membulatkan matanya melihat Sisil ada di belakangnya dia mendorong pundak Sisil yang sudah mendorong temenannya, Sisil tersenyum sinis melihat Lini yang terjadi.

"Hei, apa si mau kamu? Dimanapun pasti ada kamu, aku heran apa kamu tidak ada pekerjaan lain selain mengganggu kita berdua!" Indah berteriak di depan wajah Sisil.

"Berani ya kamu berteriak di depan wajahku? Kamu berdua tidak tau siapa aku? Dan untuk kamu cewe miskin jangan deketin Bagas dia itu jodoh aku. Awas saja kalau kamu berani menganggu dia lagi kamu akan berurusan sama aku. Apa kamu mengerti?" Tanya Sisil menajam.

Lini bangun dia berdiri di depan Sisil, tanpa mau mengatakan sesuatu padanya dia menarik tangan Indah dan pergi meninggalkan Sisil dan ke dua temennya, Amara dan Anggi, mereka ber tiga mendelikan matanya saat Lini dan Indah meninggalkan mereka ber tiga.

"Kurang ajar, berani sekali mereka main pergi meninggalkan kita." Ujar Sisil geram.

"Lebih baik sekarang kita pergi, besok kita beri mereka pelajaran." Amara menenangkan Sisil.

*****

Malam hari di kediaman pek Hermawan mereka bertiga lagi duduk di ruang keluarga ada sesuatu yang mau pak Hermawan dan bu Bianca bicarakan sama anak semata wayangnya, siapa lagi kalau bukan Bagas putra Hermawan.

Bagas bingung melihat kedua orang tuanya, tumben sekali mereka berkumpul tidak seperti biasanya? Bagas merasakan ada gelagat aneh dari kedua orang tuanya, pek Hermawan dan bu Bianca mengangguk.

"Papah, mamah, kalian kenapa si ko kelihatan aneh gitu?" Tanya Bagas penasaran.

"Iya Bagas, ada yang mau mamah dan papah bicarakan sama kamu nak." Bu Bianca membuka suaranya.

"Bicaralah, kenapa kalian malah saling berpandangan seperti itu." Sahutnya.

Pak Hermawan menganggukkan kepalanya melihat sang istri, Bagas menggeleng melihat dua orang yang ada di depannya, jangan sampai mereka mengeluarkan suaranya yang membuat dia spot jantung, pak Hermawan melihat anaknya, Bagas masih setia menunggu ke dua orang tuanya bicara.

"Bagas kamu tau kan kalau kamu anak satu-satunya papah dan mamah?" Tanyanya.

"Iya tau, kenapa memangnya?" Tanyanya cuek.

"Besok malam persiapkan diri kamu nak, kita akan bertemu seseorang dan ingat jangan bikin papah dan mamah malu." Ujar pak Hermawan melihat anaknya.

"Maafkan Bagas, pah, mah, Bagas tau apa maksud kalian Bagas tidak mau di jodohkan, karena Bagas sudah mempunyai pacar." Jawab Bagas melihat kedua orang tuanya.

Degh.

Pak Hermawan dan istrinya saling berpandangan apa bener anaknya sudah punya pacar? Tapi kenapa sampai sekarang belum juga di kenalin padahal sebentar lagi anaknya lulus SMA.

"Tapi seenggaknya ketemu dulu nak, papah sudah kepalang membuat janji." Ujar pak Hermawan.

"Baiklah pah, Bagas mau bertemu dulu tapi ingat kalau Bagas tidak suka sama cewe itu kalian jangan memaksa." Sahut Bagas melihat orang tuanya.

Jantung pak Hermawan serasa tidak bisa berfungsi mendengar nada dingin anaknya.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!