Sean bergegas menganti pakaiannya dengan pakaian casual dan mengambil kado yang sudah di sediakan nya untuk sang Mama.
Mobil sedan Sean tiba di restoran tempat keluarganya janji untuk berkumpul.
Tampak Papa,Mama, Kak Nini beserta suami, Eni, juga Will dan pacarnya sudah berkumpul di restoran.
Sean menjadi orang terakhir yang tiba karena dia harus kembali ke apartemen yang cukup jauh untuk berganti pakaian.
" Baru datang nih pangeran nya. Lama amet sih?! " Tanya Eni yang merasa kesal karena harus lama menunggu Sean.
" Maaf, habis balik tukar baju dulu" Ucap Sean lalu duduk di kursi kosong sebelah Kak Eni.
Sean cukup heran dengan 3 kursi bersebrangan dengannya yang kosong. Tumben mereka duduk di meja yang muatannya lebih dari seluruh anggota keluarga.
" Tunggu sebentar ya. Ada temen Papa yang gabung makan bersama" Ucap Mahaprana.
Mereka hanya bisa patuh mendengar perkataan sang Papa.
Tak lama tampak sepasang suami istri bersama seorang wanita yang mungkin berusia 28 tahunan berjalan masuk kedalam restoran.
Mereka duduk tepat di kursi kosong meja keluarga Sean.
" Halo. Gimana kabar kalian? " Sapa Mahaprana kepada ketiga tamunya itu
" Sehat. Ah ini ada kue. Maaf enggak tahu harus bawa apa" Ucap teman Mahaprana yang bernama Senata.
" Santai aja ngapain repot. Ya udah makan yuk" Ucap Mahaprana tampak sangat bahagia.
Mereka kemudian makan bersama. Sambil bercanda gurau.
Terlihat wanita muda yang datang bersama kedua suami istri itu terus mencuri-curi pandangan ke arah Sean.
Sean tampak tidak peduli. Hanya menikmati makanan yang terhidang.
Selesai makan mereka masih berbincang.
" Sean, kenalin itu anak Pak Senata, namanya Prilly" Ucap Mahaprana memperkenalkan Sean dengan wanita muda putri dari temannya yang bernama Prilly itu.
Sean hanya tersenyum tipis sesopan mungkin.
" Prilly tamatan dari Australia, kebetulan Dia belum menikah. Papa dan Pak Senata ingin menikahkan kalian" Ucap Mahaprana langsung tanpa basa-basi.
Mata Sean membola, dirinya merasa marah. Bagaimana bisa Papa-nya langsung memutuskan dengan siapa dia harus menikah.
Sedangkan wanita bernama Prilly itu tampak tersenyum senang, melihat calon suaminya setampan dan se-perfect Sean.
Perfecto! Tanpa celah! Bagaimana Prilly tidak jatuh hati langsung.
" Maksud Papa makan malam ini untuk menjodohkan Sean? Bukan untuk ulang tahun Mama? " Tanya Sean langsung tanpa basa basi sambil menahan emosinya saat berbicara.
" Ya, sekaligus. Kalau Papa ajak makan malam untuk perjodohan pasti Kau tidak mau" Ucap Mahaprana tanpa rasa bersalah.
Sean mengeram menahan amarahnya.
Eni yang tahu Sean sudah sangat emosi mencoba menengahi.
" Tapi setidaknya kasih tahu dulu Pa. Kalau begini kan enggak enak di Sean-nya" Ucap Eni membela adik nya itu.
" Ngapain di kasih tahu. Di nasihati saja tidak dengar. Pokoknya Papa dan Pak Senata susah sepakat kalian harus menikah secepat mungkin! " Tegas Mahaprana yang di barengi anggukan kepala dari Pak Senata tanda setuju/
" Iya Sean. Anak Om juga sudah siap menikah kok. Om yakin dia bisa jadi istri yang baik untuk mu" Ucap Pak Senata.
" Tanpa memedulikan perasaan dan pendapat Ku? Kalau Papa jadi Aku apa Papa mau di perlakukan begini? " Tanya Sean yang suaranya mulai meninggi.
Mama Sean paham Sean sakit hati dengan cara Papa-nya.
" Serendah itu-kah Sean sampai harus di paksa dengan perjodohan gila ini? Tanpa bertanya kepada Sean terlebih dahulu? " Tanya Sean menahan emosi yang membuncah.
" Kurang ajar! Anak tak tahu untung! Tidak perlu orang tua bertanya kepada anak! Mutlak keputusan orang tua sudah yang terbaik! " Ucap Mahaprana dengan emosi yang tinggi.
Nyonya Mahaprana berusaha menenangkan suaminya itu, dirinya merasa tidak enak karena sedang berada di tempat umum.
" Mutlak? Terbaik? Ya terbaik! Terbaik untuk kalian! Bukan Aku! " Ucap Sean yang langsung berdiri dari duduknya.
" Maaf, Aku tidak bermaksud merendahkan mu! Tapi Aku tidak pernah setuju untuk menikah apalagi dengan mu! Kau bukan selera Ku! " Tegas Sean terdengar ketus menatap Prilly.
Wanita muda itu menangis mendengar perkataan tajam dari Sean.
Sean langsung melemparkan kado yang belum sempat dia serahkan kepada sang Mama di atas meja.
Dirinya langsung meninggalkan restoran tanpa pamit.
Terdengar suara Mahaprana yang memanggil nama Sean dan membentak Sean dengan kata-kata kasar.
Eni dan Kak Nini merasa tidak enak, terlebih kepada Sean yang tampak benar-benar tersinggung.
Eni mengambil bungkusan kado yang di lempar Sean dan melihat di dalamnya terdapat surat.
'For my lovely Mama. Sorry Sean belum bisa membahagiakan Mama. Tapi mungkin suatu saat nanti Sean bisa membahagiakan Mama dengan cara Sean sendiri. Salam cinta dari anak mu yang nakal, Sean' -isi surat itu-
Eni menghembuskan nafas beratnya. Sean tidaklah buruk, Dia sangat mencintai keluarganya. Namun Dia hanya belum mau menikah sampai saat ini.
" Sean pasti sangat sakit hati" Gumam Eni.
Eni menyimpan kado Sean dan akan di berikannya nanti kepada Sang Mama.
.
Sean melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan tanpa arah.
Dirinya sangat kesal dan sakit hati.
Entah bagaimana dia berhenti di sebuah bar pinggir kota.
Tampak seperti Bar yang biasa saja dari luar.
Sean masuk ke dalam dengan langkah yang gontai dan lesu. Dia masih tidak habis pikir bagaimana bisa Papa-nya seperti itu.
"Selamat datang" Ucap sang pelayan mempersilakan Sean masuk.
" Mau duduk di meja biasa atau meja Bar, Kak? " Tanya gadis pelayan itu.
Sean memperhatikan seisi bar yang tampak tidak terlalu luas namun nyaman. Interiornya juga tampak mewah dan bagus.
" Meja Bar saja. Saya sendirian" Ucap Sean kepada si pelayan.
Pelayan itu mempersilahkan Sean duduk di meja bar lalu lanjut melayani orang lain.
Sean melihat hanya ada 2 orang pekerja di dalam bar itu.
" Halo, mau pesan apa? Bir, wine, whiskey, cocktail? " Tanya seorang wanita cantik yang berada di dalam bagian meja bar.
*'Terlalu cantik untuk ukuran bartender' * Batin Sean.
Sean belum menyadari wanita di hadapannya itu.
Sean masih diam dan memikirkan masalahnya.
" Sedang ada masalah? " Tanya wanita itu lagi sambil menatap Sean.
Sean memperhatikan wajah cantik itu. Kelopak mata yang indah, alis yang sempurna, buku mata lentik, hidung mancung, bibir yang seksi, kulit putih, memiliki lesung pipi sebelah, terlihat setitik hitam yang mirip tahi lalat di pipi serta bola matanya yang indah berwarna coklat. Entah itu memakai kontak lens atau tidak. Wanita itu cantik menurut Sean.
Tunggu! Sean menatap sekali lagi wajah wanita itu.
Dia adalah Wanita kasar yang hampir tertabrak Sean waktu pagi kemarin itu.
" Hei. Tuan" Tampak wanita itu memanggil Sean lagi yang terpaku menatap wajahnya/
"Kau... Kau wanita itu kan??" Ucap Sean terheran-heran.
Wanita itu tampak tidak mengerti.
"Apa maksud Tuan??" Tanya wanita itu heran.
*'Dia tidak mengenaliku?' * Pikir Sean.
Sean cukup heran, wanita cantik di hadapannya ini tidak mengenali Sean yang pernah hampir menabraknya.
Jangan kan kejadian menabrak, biasanya wanita mana pun yang bertemu Sean selalu ingat dengan wajah Sean dalam sekali pertemuan.
Namun wanita ini tampak benar-benar tidak ingat.
"Hei Tuan... Mau pesan ?? Jika tidak silakan keluar" Tegur wanita itu dingin.
Sean tersadar dia terlalu memperhatikan wanita itu.
" Ah maaf. Berikan saja whiskey. " Ucap Sean
" Okey, mau merk apa? " Tanya wanita itu lagi.
" Terserah saja Mbak. Apa pun Saya cocok" Ucap Sean tidak peduli.
" Jangan panggil Mbak. Nama Ku Linny. Panggil saja Linny" Ucap Linny memperkenalkan diri.
Linny segera meletakkan satu gelas whiskey di hadapan Sean, sebotol Glenfiddich 18.
Linny memasukkan sebuah es batu berbentuk bola dan menuangkan sedikit whiskey ke dalam gelas itu
" Silakan di nikmati Tuan" Ucap Linny mempersilahkan Sean untuk menikmati alkoholnya.
" Nama Ku Winsen, panggil saja Aku Sean" Ucap Sean kepada Linny.
" Okey" Ucap Linny dengan santai lalu melanjutkan menyajikan minuman pesanan tamu-tamu di barnya.
Linny melihat wajah Sean yang tampak tak asing. Dia merasa pernah bertemu dengan Sean.
Namun Linny tetap bersikap santai dan tidak peduli.
"Maaf, Kau bukannya wanita yang kemarin yang hampir Aku tabrak?" Tanya Sean memastikan.
Linny akhirnya ingat, Dia hanya ingat mobil si penabrak dan suaranya, bukan wajah si penabrak tak sopan itu.
Pantas saja dia merasa mengenali wajah Sean sekilas.
"Oh jadi Kau pria tidak sopan itu" Ucap Linny sambil menaikkan satu alisnya.
"Iya, maaf untuk yang kemarin. Aku tidak sengaja. Kemarin Aku buru-buru" Ucap Sean merasa tak enak setelah dia pikirkan, dia memang salah melebihi batas kecepatan dalam mengemudi di dalam kota.
"Ya sudah lah. Lagi pula Aku tidak mati" Ucap Linny tidak peduli.
"Ah Kau....." Ucapan Sean terputus.
Baru saja Sean ingin melanjutkan perkataannya tampak tamu lain yang berada di meja bar memanggil Linny.
Linny meninggalkan Sean dan melayani pesanan tamu lain.
Linny tampak menjaga jarak dari sentuhan orang, Sean memperhatikan gerak-gerik Linny yang cukup aneh menurutnya.
Bekerja di bar dengan pakaian terbuka namun tidak mau di sentuh pria. Lucu sekali.
Sean kembali teringat perbuatan kedua orang tuanya yang membuat dia merasa di rendahkan sebagai seorang pria.
Segelas demi segelas whiskey di teguk tanpa henti oleh Sean.
Melihat kondisi Sean yang terus minum tanpa henti membuat Linny merasa ngeri.
'Pasti ada masalah berat. Sendirian pula. Kalau pingsan siapa yang urus' Pikir Linny sambil menggelengkan kepalanya.
Setelah tamu di meja bar tersisa hanya dua orang termasuk Sean, Linny mencoba mendekat dan berbicara dengan Sean. Mengabaikan kejadian Sean yang hampir menabraknya. Linny lebih takut jika Sean akan pingsan di dalam bar-nya karena cara minum yang seperti di kejar rentenir! Sebaiknya dia segera menghentikan Sean.
Emang pernah di kejar rentenir? Belum! Kan ngehayal doang bund!
" Ada masalah? Ceritakan" Ucap Linny sambil menuang segelas whiskey ke dalam gelasnya.
Linny duduk di hadapan Sean sambil meminum whiskey.
" Pekerja seperti mu santai sekali? Bisa ikutan minum apa tidak takut di tegur boss mu? " Tanya Sean yang heran.
" Aku pemilik di sini. Siapa yang bisa menegur Ku" Jawab Linny dengan santai.
Dirinya mengeluarkan sepiring chicken pop dan meletakkan-nya di hadapan Sean.
" Aku tidak memesan itu" Ucap Sean.
Dia cukup terkejut Linny adalah pemilik bar itu. Juga sikap Linny yang berbeda tidak membentak kasar seperti pertemuan awal mereka yang tidak menyenangkan meskipun Linny tetap tampak dingin dan ketus.
" Free untukmu! Cobalah! Itu menu kesukaan tamu di sini" Ucap Linny.
Sean mengambil sepotong chicken pop dan mengunyah-nya. Memang terasa enak. Luar nya garing namun bagian dagingnya lembut juga tidak berminyak.
" Kau tampak seperti banyak masalah" Ujar Linny dengan santai.
" Lumayan. Keluarga Ku terus memaksa Ku menikah" Ujar Sean yang entah mengapa sanggup bercerita dengan orang luar.
Sean cukup tertutup dan tampak galak dan dingin jika bersama orang baru di kenal. Dia memang menjaga jarak dengan orang-orang baru.
"Oh. Karena itu Kau ugal-ugalan? Mau bunuh diri atau kabur dari rumah?" Tanya Linny.
Mata Sean membelalak terkejut mendengar respons Linny.
"Bukan! Kemarin Aku memang buru-buru tapi bukan seperti yang Kau kira. Dan Aku minta maaf jika Aku hampir menabrak mu" Ucap Sean menjelaskan kejadian kemarin itu.
"Bukan hampir, tapi Aku benar-benar Kau serempet!" Ucap Linny dengan ketus.
"Aku sudah menawarkan membantu mu" Jawab Sean lagi.
"Dan Kau pikir dengan uang semua masalah selesai? Bodoh!" Ucap Linny dengan cuek.
Sean merasa tidak enak, benar perkataan Linny bahwa tidak semua masalah bisa di selesaikan dengan uang.
"Ya Aku minta maaf, Aku memang tidak meminta maaf dengan benar saat itu. Dan masalah Aku memberi uang itu karena Aku buru-buru dan sebagai tindak tanggung jawabku sudah melukai Kau" Sean mencoba menjelaskan kesalahpahaman itu
"Ya sudahlah. Sudah berlalu juga. Terus kata mu Kau dipaksa menikah??" Tanya Linny mengalihkan pembicaraan.
"Iya..." Jawab Sean lirih dan frustrasi.
" Tinggal menikah apakah sulit? " Tanya Linny lagi.
" Sulit sih tidak bagi yang sudah siap. Tapi aku tidak siap menikah. Aku juga tidak punya keinginan menikah" Jawab Sean dengan santai.
" Hmm.. Aku mengerti perasaan orang seperti mu" Ucap Linny sambil mengangguk pelan.
" Kau mengerti? " Tanya Sean penasaran
" Tentu, karena aku juga tidak ingin menikah!" Jawab Linny dengan santai dan tersenyum.
Sean cukup terkejut melihat wanita cantik di depannya ini. Dengan santai mengatakan dia juga tidak ingin menikah
" Maaf, apa kau.... Kau... Kaummm.... " Sean tampak ragu bertanya.
"Pelangi? " Tanya Linny langsung
Sean hanya mengangguk merasa tidak enak dengan pertanyaannya sendiri.
" Aku normal. Aku menyukai pria. Aku juga bukan transgender. Apa perlu aku buktikan? " Tanya Linny sambil tersenyum smirk.
Sean terkejut dengan kalimat Linny lalu menggelengkan kepala-nya.
" No, sorry. Tidak bermaksud menyinggung" Ucap Sean merasa tidak enak
" Tidak masalah. Kau hanya bertanya" Ucap Linny yang tampak sangat santai.
Sean cukup terpukau dengan sikap Linny yang tidak tersinggung
" So, apa kau kaum sejenis itu?" Tanya Linny pada Sean.
Sean mengangguk lalu kemudian menggelengkan kepalanya pelan. Dia sendiri ragu berada di posisi yang mana.
" Kau tidak paham orientasi **** mu sendiri?" Tanya Linny lagi.
" Bukan tidak paham. Jika Aku bilang Aku gay, mungkin iya karena pacarku saat ini adalah pria. Tapi jika mengiyakan Aku adalah kaum pelangi, Aku masih ragu" Ucap Sean jujur.
Dirinya benar-benar heran bagaimana dia bisa dengan santai bercerita dengan Linny, pemilik bar yang baru di kenalnya. Bisa-bisa rahasia gelapnya itu akan disebarluaskan oleh Linny.
"Apa Kau bisa tertarik dengan wanita juga? Mungkin kau Bisex? " Tanya Linny dengan santai.
" Aku pernah punya pacar wanita, bucin akut. Tapi juga patah hati karena wanita itu. Entah sejak kapan aku tiba-tiba nyaman berpacaran dengan laki-laki. Mungkin karena tidak perlu takut sakit hati di selingkuhi dan juga sesama laki-laki lebih paham satu sama lain kebutuhan kami" Ucap Sean menjelaskan.
" Jiwa mu masih terluka" Ucap Linny dengan santai.
" Jiwa ku? " Tanya Sean heran.
" Ya. Apa mungkin Kau tidak bisa 'berdiri' kalau melihat wanita? Hanya bisa 'berdiri' kalau melihat pria? " Tanya Linny lagi.
Sean menangguk membenarkan perkataan Linny.
" Sampai sekarang belum ada wanita yang bisa membuatku berhasrat, hanya mantan Ku dulu saja yang bisa dan pernah membuatku ingin bercinta. Untuk sekarang milikku hanya mampu 'berdiri' sempurna saat bercinta dengan pria" Ungkap Sean tanpa malu.
Eka yang di dekat mereka merasa malu mendengar percakapan boss-nya dengan pelanggan-nya itu.
Eka memilih duduk menjauh agar tidak mengganggu kedua orang itu, juga tidak mengotori telinganya mendengar pembicaraan dewasa dan pribadi itu.
" Begitu ternyata. Dan pastinya Kau tidak bisa menjelaskan hal itu kepada kedua orang tua mu bukan? " Tanya Linny lagi.
" Tepat sekali.. Heii apa Kau cenayang? " Tanya Sean heran
Linny tampak begitu memahami jalan pikirannya
" Aku hanya pemilik bar kecil ini. Masih banyak hutang lagi untuk dilunasi karena membangun bar ini! " Ucap Linny sambil mencuci tangan di wastafel belakangnya.
Sean cukup takjub dengan wanita itu.
" Tempat ini buka dan tutup pukul berapa? " Tanya Sean
" Buka pukul 9 malam sampai 2 dini hari setiap hari kecuali hari senin minggu ke empat di bulan-nya" Jelas Linny menjawab pertanyaan Sean.
" Boleh aku ke sini lagi besok? " Tanya Sean.
" Tentu saja tuan Sean! Ini tempat umum bukan rumah Ku. Lain cerita jika kau bilang ingin mendatangi rumah Ku" Ucap Linny dengan santainya.
" Kalau begitu boleh Aku mendatangi rumah mu??? " Tanya Sean.
Linny menatap Sean dengan penuh tanya.
Orang aneh!
.
.
.
Disclaimer : SEMUA CERITA-TOKOH-WAKTU-TEMPAT-KEADAAN HANYALAH FIKSI BELAKA. TANPA MENGURANGI RASA HORMAT TERHADAP SIAPAPUN SEMOGA KARYA INI DAPAT MENGHIBUR TEMAN-TEMAN.
-Linalim
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Setiyawatisay
bapakny keras banget maksa2 ke anakny..terus itu cewek cepet amat langsung setuju..wahhh akhirnya ketemu juga Sean linny pertama kaku lama2 lancar yg di bahas langsung curhat ..
2023-03-04
2
Sri. Rejeki
egois dan keras kepala. selain itu otoriter juga. tipe orang tua yang sangat tidak disukai.
2023-03-03
2