BAB 4 : Alasan Putusnya Hubungan (1)

“Sudah saya lakukan sesuai perintah Pak Angga. Mentari tadi sudah saya suruh istirahat dan pekerjaannya diambil alih sama rekan kerjanya yang lain.”

Mentari mengurungkan niatnya yang hendak berbelok kearah ruangannya, dia niatnya memang akan pergi ke ruang kesehatan. Namun, berhubung ponselnya tertinggal dan takut jika ada panggilan penting masuk, maka dia pun mengurungkan niatnya, berniat pergi kembali ke ruangannya. Dan, justru dikejutkan dengan sesuatu yang dia dengar.

“Oke Pak Surya, thank you. Bapak bisa kembali ke ruangan bapak.”

“Baik, Pak Angga. Saya permisi.”

Mentari mendengus kesal mendengarnya. Ternyata dibalik sikap aneh dan mencurigakan atasan juga rekan kerjanya, ada Angga penyebabnya.

Setelah kepergian Pak Surya, Mentari segera menghampiri Angga yang berniat pergi.

“Angga!”

Angga berbalik, mengurungkan niatnya untuk pergi dan terkejut mendapati keberadaan Mentari disini. Melihat wajah Mentari yang kesal, Angga sudah tahu jika perempuan itu pasti mendengar semuanya. Awalnya dia cemas, namun bukan Angga namanya jika tak bisa menutupi itu semua. Dia diam dengan wajah tenang, seolah semuanya bukan masalah. Memang bukan masalah sebenarnya.

“Aku gak suka, ya kamu kayak gini.”

“Kayak gini apaan sih, Tar? Emangnya aku ngapain?” tanya Angga, pura-pura tak tahu dan tak mengerti dengan apa yang diucapkan Mentari.

“Kamu pikir aku gak dengar apa yang tadi kamu bicarain? Aku denger semuanya, Angga.” kesal Mentari, dia tak suka dengan cara Angga, mengingat juga hubungan mereka sedang tak baik-baik saja.

“Aku lakuin itu juga demi kamu.”

“Dan, aku gak suka!”

Angga memicingkan matanya, dia jadi ikut kesal dengan Mentari yang saat ini tak henti-hentinya marah padanya. “Mau kamu apa sih? Aku cuma melakukan apa yang seharusnya aku lakukan, lagipula gak merugikan kamu ini. Toh, demi kebaikan kamu. Aku gak mau kamu tambah sakit, Tari. Aku gak suka lihatnya.”

“Kamu tanya mau aku apa?” tanya Mentari, dia menatap tajam Angga. “Aku mau kamu gak usah lagi campurin kehidupan aku. Kita udah gak punya hubungan apapun lagi, urusan kamu sama aku, ya, sebatas urusan atasan sama bawahan aja. Gak lebih. Jadi, jangan pernah bersikap berlebihan lagi!”

Angga menggeleng heran mendengar ucapan Mentari. “Kamu lupa gitu aja gimana hubungan kita selama 7 tahun terakhir ini? Cuma karena masalah kecil, kamu lupain gitu aja semuanya.”

“Kecil menurut kamu, itu berarti buat aku.”

Angga menyugar rambutnya, dia memejamkan sejenak matanya dan menatap Mentari kembali. “Kenapa sih, kenapa kamu kekeh banget untuk menikah? Padahal sebelum-sebelumnya kamu gak masalah dengan hubungan kita yang kemarin. Kamu tahu aku, tahu gimana aku gak sukanya dengan pernikahan.”

“Angga! Aku tahu kamu gak suka pernikahan karena trauma kamu. Tapi, Angga aku ini perempuan dan aku gak mau main-main sama hubungan, kalau kamu emang serius sama aku. Ya, kamu nikahin aku. Bukan cuma digantung gak jelas selama bertahun-tahun. Kamu pikir aku gak sakit setiap kali kamu tolak permintaan sederhana aku? Aku sakit hati Angga! Sakit!” Mentari mengeluarkan semua keresahan dihatinya selama ini. “Lagipula itu masalalu Angga, pernikahan yang kamu takuti itu gak mungkin terjadi sama kita. Aku cinta kamu, kamu cinta aku, kita sama-sama cinta. Ketakutan kamu itu gak berarti Angga!”

“Ya, itu! Kamu cinta aku, seharusnya kamu gak mempermasalahkan ini semua, Tari. Kita jalanin aja hubungan kita kayak biasa.”

Mentari ternganga tak percaya, dia pikir Angga akan mengerti, namun ternyata tidak. “Dan, harus bertahan sama laki-laki yang gak bisa kasih kepastian. Gitu maksud kamu? Gak mau aku!” tukas Mentari.

“Kepastian, kepastian, kepastian. Kepastian kayak gimana sih yang kamu mau? Menikah? No!” Angga meraih tangan Mentari, menggenggamnya erat dengan tatapan penuh permohonan. “Aku bisa kasih kamu segala, tapi enggak dengan menikah, Tar.”

Mentari mencoba melepaskan tangan Angga yang menggenggam tangannya, namun tak bisa. “Tapi, aku maunya menikah, Angga. Pernikahan yang aku mau.” jawab Mentari, dia berkata dengan lirihnya.

Angga berdecak kesal kembali, “Apa sih untungnya menikah? Apa sesuatu yang spesial dari pernikahan? Gak ada! Kita bisa sama-sama terus tanpa harus terikat pernikahan!”

“Tapi, aku gak bisa kalau harus kayak gitu.”

“Menikah? Kamu mau menikah? Apa yang kamu bayangin dari pernikahan itu?” tanya Angga, nada suaranya datar dan tatapannya menusuk pada Mentari. “Apa karena aku anak dari pengusaha terkenal, anak konglomerat. Jadi, kamu kekeh untuk menikah sama aku, untuk terikat sama aku? Begitu?”

Awalnya emosi Mentari sudah luluh, namun mendengar ucapan Angga membuat emosinya kembali terpancing. Namun, rasa kecewa justru lebih besar dia rasakan saat pertanyaan itu terlontar.

“Ga, apa aku serendah itu dimata kamu?” lirih Mentari, dia tertawa sumbang.

Raut wajah Angga berubah seketika, dia baru sadar kalau dirinya baru saja salah berucap. Dengan cepat dia coba menggapai tangan Mentari kembali, namun perempuan itu lebih dulu menarik tangannya dan memberikan jarak diantara mereka.

“Tar, aku gak bermaksud gitu. Aku—”

“7 tahun kita sama-sama, kamu tahu aku, aku tahu kamu. Keluarga kita kenal, dekat. Tapi, justru penilaian kamu ke aku kayak gitu?” Mentari menggeleng heran, benar-benar tak percaya.

“Tari, aku—”

“Coba kamu pikir lagi. Selama kita berhubungan, selama aku jadi pacar kamu, 7 tahun lamanya. Apa aku pernah pakai status aku sebagai pacar kamu, sebagai kekasih dari seorang Angga yang merupakan anak konglomerat untuk kepentingan aku sendiri? Pernah?”

Angga diam, Mentari tak pernah seperti itu. Justru sebaliknya.

“Apa selama 7 tahun itu aku pernah minta sesuatu yang berlebihan sama kamu atau aku morotin kamu atau apapun yang kamu pikirin tentang perempuan seperti apa aku ini.” Mentari terdiam sesaat, dia mengerutkan keningnya bingung. “Apa aku terlihat seperti perempuan matre? Perempuan yang tergila-gila sama pria-pria kaya dengan tujuan untuk dapatin harta mereka. Apa aku kayak gitu, Ga?”

Angga menggeleng cepat. “Tar, aku cuma lagi emosi tadi. Aku—”

“Apa perempuan yang minta kepastian itu dianggap murahan dan terlalu tergila-gila? Apa aku keliatan kayak tergila-gila sama kamu?” Mentari menatap lekat Angga, “Iya, Ga? Apa aku kayak gitu di mata kamu?” tanya Mentari lagi.

Angga menatap lekat bola mata Mentari, ada genangan air mata disana juga kekecewaan yang tersirat jelas. Dengan cepat, dia menarik Mentari ke pelukannya, memeluk erat perempuan itu. “Enggak, Tar, enggak. Kamu gak kayak gitu, kamu gak kayak perempuan seperti itu.” Angga mengeratkan pelukannya, dia bisa mendengar isak tangis pelan dari Mentari. “Aku minta maaf, Tar. Aku minta maaf.”

***

“Gue kayaknya mau resign deh, Yu.”

Ayumi yang tengah menikmati makan malamnya langsung tersedak seketika, cepat-cepat Mentari memberikan air mineral miliknya pada Ayumi yang langsung meneguk nya cepat.

“Lo gakpapa, Yu?” tanya Mentari cemas, dia mengusap-usap pelan punggung Ayumi.

Ayumi menggeleng, dia meletakkan kembali botol air minum milik Mentari. Saat ini mereka berada di restoran cepat saji, sengaja pulang kantor langsung kesini untuk makan malam bersama. “Lo becanda, ya, Tar?”

“Enggak, gue serius. Gue mau resign aja deh.”

“Tapi, kenapa?” tanya Ayumi, raut wajahnya masih terlihat terkejut. “Jangan bilang ini ada sangkut pautnya sama hubungan lo juga Angga? Ya ampun, Tar... Ayolah, masa cuma karena kalian putus, lo jadi resign sih. Gak sayang apa sama kerjaan lo, udah bagus itu posisi lo.”

Mentari terkekeh mendengarnya, kalau di pikir-pikir memang sayang sebenarnya, tapi dia jauh lebih sayang dengan kesehatan jiwa raganya. “Tapi, ini bukan sekedar tentang hubungan doang, Yu. Ada hal lain yang jauh lebih penting sebenarnya.”

“Mau cerita?”

“Enggak dulu, deh.”

Ayumi mengangguk-angguk, dia tak masalah jika Mentari belum mau bercerita padanya. “It's okay, gue ngerti kok. Tapi, menurut gue, mending lo pikirin lagi deh. Jangan sampai, lo ambil keputusan gitu aja cuma karena emosi sepihak. Soalnya, banyak hal yang bakalan lo korbankan nantinya. Oke?”

Mentari tersenyum lebar, “Tumben lo ngomong kayak orang benar.” ucap Mentari, dia mencomot kentang goreng yang sudah berbalut cheese sauce dan memakannya.

Ayumi terkekeh, dia malu sendiri kalau sudah berkata sok bijak. “Lagi normal otaknya, alhamdulillah.” jawab Ayumi yang mengundang tawa Mentari.

“Tari!”

Mereka menoleh saat nama Mentari dipanggil, ternyata oh ternyata yang menyapa Mentari adalah seorang wanita paruh baya yang begitu cantik dengan pakaian sederhana namun terlihat mewah dan mempesona dimata yang melihatnya. Wanita paruh baya itu tak lain dan tak bukan adalah Mama Angga.

“Tante,”

Mentari segera mengambil tisu basah, mengelap tangannya yang baru saja mencomot kentang goreng. Dia segera beranjak, menyapa balik Rianti dan memeluknya sekilas. Pun begitu dengan Ayumi yang melemparkan senyum hangatnya.

“Kebetulan ketemu kamu disini. Ada yang mau tante obrolin. Boleh, gak?”

***

“Jadi, kamu beneran putus sama my Angga?”

Mentari tersenyum tipis, dia sudah menduga jika pertanyaan itu akan muncul dari mulut Rianti. Dia mengangguk pelan, “Iya, tante. Aku sama Angga, kami udah putus.”

“Kenapa? Kenapa putus?” tanya Rianti, dia menunjukkan wajah sedihnya. “Padahal kelihatannya hubungan kalian baik-baik aja. Kok bisa sampai putus?”

Mentari bingung harus menjelaskan bagaimana. “Mungkin belum jodoh aja, tante.”

“Padahal tante lihat, kalian bahagia. Dan, tante juga berharap kalian bisa ke jenjang yang lebih serius. Tapi, kalian justru putus.”

Mentari tersenyum mendengarnya, dia menatap jemari tangannya. “Bahkan kalaupun aku sama Angga gak putus, kita gak akan pernah ke jenjang serius, tante.”

Rianti mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”

“Tante tahu kan, trauma Angga?” tanya Mentari, dia yakin jika Rianti tahu maksudnya. “Trauma Angga dengan pernikahan yang membuat dia jadi gak mau menikahi aku. Aku tahu trauma dia, dari dulu pun dia sering bilang gak siap dengan yang namanya pernikahan. Tapi, aku pikir seiring berjalan waktu, dia bakalan berubah pikiran dan akan menikahi aku, mengingat hubungan kita yang begitu lama. Tapi, ternyata enggak. Angga masih trauma.” Mentari tersenyum miris membayangkan penolakan Angga padanya.

“Dan, maaf tante. Aku gak bisa lanjutin hubunganku sama Angga kalau dia aja gak ada niatan serius sama aku.”

Rianti terdiam, dia tahu sekarang sebab permasalahannya apa.

Episodes
1 Blurb
2 BAB 1 : Setelah Putus
3 BAB 2 : I'm single, I'm free
4 BAB 3 : Dipantau Mantan
5 BAB 4 : Alasan Putusnya Hubungan (1)
6 BAB 5 : Andai Baik-baik Saja
7 BAB 6 : Mencoba Tak Peduli
8 BAB 7 : Pembalasan Mantan
9 BAB 8 : Makan Siang
10 BAB 9 : Orang Lama Tetap Pemenangnya
11 BAB 10 : MANTAN!
12 BAB 11 : Jogging Pagi
13 BAB 12 : Wejangan
14 BAB 13 : Tidak Terima
15 BAB 14 : Bagaimana cara bahagia
16 BAB 15 : Sekertaris Pengganti? (1)
17 BAB 16 : Sekertaris Pengganti? (2)
18 BAB 17 : Sebuah Tawaran
19 BAB 18 : Terlalu Munafik (1)
20 BAB 19 : Mata ke Hati
21 BAB 20 : Kenapa Menyakitkan?
22 BAB 21 : Rasa Sakit Ini.
23 BAB 22 : Cemburu
24 BAB 23 : Mentari dan Abimanyu
25 BAB 24 : Cemburu (2)
26 BAB 25 : Surat Resign
27 BAB 26 : Alasan Resign
28 BAB 27 : Racauan Angga
29 BAB 28 : Tak Punya Hak?
30 BAB 29 : Dikejutkan oleh Fakta
31 Ep 30. Masih Peduli
32 Ep.31 : Omong Kosong
33 Ep. 32 - Kekecewaan
34 Ep.33 - Kasus Baru
35 Ep.34 - Kepercayaan
36 Ep.35 : Bagaimana Caranya?
37 Ep.36 : Ungkapan Kecewa
38 Ep.37 : Birthday Cake
39 Ep.38 : Omong kosong
40 Ep.39 : Fakta yang Mengecewakan
41 Ep.40 : Meminta Kepercayaan?
42 Ep.41 - Insiden di Lift
43 Ep.42 : Keputusan Akhir
44 Ep.43 : Keputusan Akhir (2)
45 Ep.44 : Ayo, berpisah baik-baik.
46 Ep.45 : Bisakah kita kembali?
47 Ep.46 - Mencari keputusan
48 Ep.47 : Menunggu Jawaban
49 Ep.48 : Kembali Dibuat Kecewa
50 Ep. 49 : Everything will be okay
51 Ep.50 : Harus kembali bangkit
52 Ep.51 : Overthinking
53 Ep.52 - Surprise?
54 Ep.53 - I love you (Kenapa Putus?)
55 Extra Part : Aku, mau
56 Extra Part : Sayang...
57 Extra Part : Akhir Penantian
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Blurb
2
BAB 1 : Setelah Putus
3
BAB 2 : I'm single, I'm free
4
BAB 3 : Dipantau Mantan
5
BAB 4 : Alasan Putusnya Hubungan (1)
6
BAB 5 : Andai Baik-baik Saja
7
BAB 6 : Mencoba Tak Peduli
8
BAB 7 : Pembalasan Mantan
9
BAB 8 : Makan Siang
10
BAB 9 : Orang Lama Tetap Pemenangnya
11
BAB 10 : MANTAN!
12
BAB 11 : Jogging Pagi
13
BAB 12 : Wejangan
14
BAB 13 : Tidak Terima
15
BAB 14 : Bagaimana cara bahagia
16
BAB 15 : Sekertaris Pengganti? (1)
17
BAB 16 : Sekertaris Pengganti? (2)
18
BAB 17 : Sebuah Tawaran
19
BAB 18 : Terlalu Munafik (1)
20
BAB 19 : Mata ke Hati
21
BAB 20 : Kenapa Menyakitkan?
22
BAB 21 : Rasa Sakit Ini.
23
BAB 22 : Cemburu
24
BAB 23 : Mentari dan Abimanyu
25
BAB 24 : Cemburu (2)
26
BAB 25 : Surat Resign
27
BAB 26 : Alasan Resign
28
BAB 27 : Racauan Angga
29
BAB 28 : Tak Punya Hak?
30
BAB 29 : Dikejutkan oleh Fakta
31
Ep 30. Masih Peduli
32
Ep.31 : Omong Kosong
33
Ep. 32 - Kekecewaan
34
Ep.33 - Kasus Baru
35
Ep.34 - Kepercayaan
36
Ep.35 : Bagaimana Caranya?
37
Ep.36 : Ungkapan Kecewa
38
Ep.37 : Birthday Cake
39
Ep.38 : Omong kosong
40
Ep.39 : Fakta yang Mengecewakan
41
Ep.40 : Meminta Kepercayaan?
42
Ep.41 - Insiden di Lift
43
Ep.42 : Keputusan Akhir
44
Ep.43 : Keputusan Akhir (2)
45
Ep.44 : Ayo, berpisah baik-baik.
46
Ep.45 : Bisakah kita kembali?
47
Ep.46 - Mencari keputusan
48
Ep.47 : Menunggu Jawaban
49
Ep.48 : Kembali Dibuat Kecewa
50
Ep. 49 : Everything will be okay
51
Ep.50 : Harus kembali bangkit
52
Ep.51 : Overthinking
53
Ep.52 - Surprise?
54
Ep.53 - I love you (Kenapa Putus?)
55
Extra Part : Aku, mau
56
Extra Part : Sayang...
57
Extra Part : Akhir Penantian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!