Kepergian Bayu dan Kembalinya Elvan

Yuda berjalan mondar-mandir di luar ruang tindakan operasi. Istrinya duduk di salah satu kursi tunggu stainless sambil sesekali mengusap air matanya. Menunggu tindakan operasi yang sedang berjalan, di mana putra mereka yang menjadi pasien.

Elvan dan dua rekan Bayu tiba di rumah sakit milik keluarga Hadi Putra dan langsung mendapatkan perawatan. Selain khawatir dengan kondisi putranya, Yuda pun terpukul dengan informasi bahwa jenazah yang berada di dalam mobil Elvan adalah benar Bayu Andika bahkan pihak keluarga sudah membenarkan ciri-ciri jenazah itu adalah Bayu Andika.

Sudah beberapa jam tindakan operasi berlangsung, akhirnya pintu ruang operasi pun terbuka dan lampu tanda operasi sedang berjalan pun padam. Keluarlah beberapa petugas medis termasuk dokter yang menangani tindakan Elvan.

“Bagaimana kondisi putra saya dok?” tanya Yuda.

“Tuan Yuda, operasi berjalan lancar dan pasien masih tidak sadar menunggu observasi pasca tindakan,” jelas dokter. Tentu saja informasi itu membuat Yuda dan istrinya lebih lega.

“Sudahlah, Elvan sudah aman,” ujar Yuda menenangkan istrinya. “Ada hal lain yang perlu kita kita pikirkan, keamanan hidup kita ke depan dan keluarga Bayu.”

...***...

Nia menggeliat dan terjaga dari tidurnya, merasakan nyeri di kepalanya. Ponsel yang berada di atas nakas terus bergetar tapi gadis itu mengabaikannya. Dia enggan menjawab panggilan yang masuk atau bahkan membaca pesan. Setelah mendengar kabar mengenai Bayu, Nia berlari di bawah guyuran hujan. Tangisnya saru dengan suara gemuruh, bahkan air matanya tidak kentara dengan air hujan yang menerpa wajahnya.

Kedua mata Nia bengkak dan sembab, dia berharap berita yang dia dengar semalam adalah mimpi. Walaupun mendengar dan melihat langsung saat informasi itu disampaikan. Bayu sudah tiada, Bayu sudah meninggalkan dunia termasuk dia untuk selamanya.

“Tidak, ini salah. Abang nggak mungkin ingkar janji,” gumam Nia.

Terdengar ketukan pintu. Dengan malas, Nia pun menurunkan kedua kakinya lalu berjalan gontai menuju pintu.

“Heh, punya ponsel itu dipakai jangan cuma buat cadangan,” marah Adam langsung melebarkan pintu dan masuk ke dalam kamar Nia.

Nia kembali menutup pintu lalu duduk di salah satu sofa.

“Nia, gue tahu lo sedih. Tapi lo harus ikut gue, kita antar laki lo ke tempat istirahat terakhirnya,” tutur Adam. Semalam Nia menghubungi Adam dan menceritakan musibah yang dia alami sambil menangis. Saat ini Adam sudah mengenakan setelan hitam walaupun tetap dengan gaya agak melambai.

“Aku nggak bisa, aku nggak sanggup,” ujar Nia lalu terisak dengan kedua tangan menutupi wajahnya.

Adam berpindah duduk di samping Nia, merangkul bahu gadis yang sedang terpuruk. Berusaha menenangkannya, karena paham akan kesedihan yang dialami oleh Nia. Bagaimana tidak, mereka akan menikah dalam hitungan hari tapi takdir berkata lain.

“Nia, yang kuat ya. Gue percaya lo bisa, jangan sampai suatu saat lo menyesal karena tidak pernah melihat atau mengantarkan Bayu untuk terakhir kalinya,” tutur Adam.

Hati Nia merasakan dilema antara harus pergi atau tidak. Begitu ingin memastikan kalau apa yang terjadi adalah kenyataan tapi dirinya seakan tidak sanggup.

Adam dan Nia tiba di kediaman Bayu. Ada tenda biru terpasang di rumah tersebut, bukan menandakan perayaan atau pesta tapi kedukaan. Ketika melihat beberapa bendera kuning tertancap di pagar dan ujung gang, hati Nia terasa teriris.

Nia terpaku tepat di depan kediaman keluarga calon suaminya. Sudah ramai pelayat, termasuk juga rekan kerja Bayu. Adam kembali merangkul bahu Nia, keduanya melangkah pelan sampai akhirnya berada di ruang tamu di mana jenazah terbaring dan telah siap dikebumikan.

Tangis Nia kembali pecah, manakala melihat foto Bayu tepat di atas kepala jenazah. Ibunda Bayu yang tidak mengetahui kedatangan Nia menoleh dan langsung memeluk gadis itu. Gadis yang seharusnya menjadi putrinya karena akan menikah dengan putranya.

“Aku nggak sanggup Bun, ini pasti salah. Abang pasti bercanda, dia akan tepati janjinya,” tutur Nia bersamaan dengan isak tangis.

“Bunda pun merasakan hal yang sama, rasanya bunda tidak akan sanggup menjalani hidup tanpa dia. Dia satu-satunya harta paling berharga yang Bunda miliki.”

Tidak ada yang bisa menahan kesedihan melihat kedua wanita itu saling menguatkan diri dan memastikan kalau yang mereka alami adalah kenyataan.

“Bunda, Nia, sudahlah. Bayu harus segera dimakamkan,” tutur Ayah.

Saat di pemakaman, Nia kembali menangis bahkan tidak sadarkan diri ketika tanah mulai diturunkan dan menimbun tubuh Bayu yang sudah terbujur kaku.

“Nia, woy kenapa pingsan,’’ seru Adam. “Buset mana panas banget badan lo,” pekiknya lagi.

Salah satu rekan Bayu membantu Adam membawa Nia ke salah satu mobil lalu menuju rumah sakit. Adam tidak tenang menunggu di depan UGD, karena Nia sedang dalam pemeriksaan.

“Lo bisa duduk nggak, mondar mandir gak jelas,” ujar Rekan Bayu yang membantunya membawa Nia ke rumah sakit.

“Eh, gue khawatir sama temen gue. Wajar kalau ekspresi gue kayak gini, bukan kayak lo yang pasang muka datar dan kaku kaya kanebo kering,” sahut Adam.  “Nama lo siapa sih?”

“Bimo,” jawab pria itu yang kemudian berdiri dan mengeluarkan kartu nama diberikan kepada Adam. “Tolong hubungi gue terkait kondisi Nia,” titah Bimo.

Sedangkan di tempat berbeda, tepatnya di kediaman Hadi Putra. Yuda sedang berada di ruang kerjanya mendapatkan laporan terkait pemakaman Bayu.

“Berikan yang terbaik untuk kedua orang tua Bayu, pindahkan mereka dari sana,” titah Yuda. Sudah bertemu dengan keluarga itu semalam dan dia menyaksikan sendiri bagaimana kesedihan orang tua yang kehilangan putranya.

“Bagaimana dengan tunangan Bayu, Pak?”

“Tunangan?” tanya Yuda.

“Betul, Pak. Bayu akan menikah dalam waktu dekat bahkan calon istrinya tadi tak sadarkan diri, Bimo yang membawa ke rumah sakit.”

Yuda menghela pelan lalu mengetikkan jarinya di atas meja. “Cari tahu identitas  gadis itu termasuk perkembangan pelaku penyerangan. Aku tidak akan biarkan mereka tenang setelah membuat putraku celaka,” ancam Yuda.

“Bimo dalam perjalanan, dia dan timnya sudah mendapatkan kejelasan kasus ini,” ujar asisten Yuda.

Yuda menyadari jika dia memiliki banyak musuh, karena masa lalunya. Masih ada yang menyimpan dendam dan tidak akan tinggal diam melihat Yuda yang saat ini semakin sukses. Pembalasan dendam yang dia terima salah satunya dengan menyakiti keluarganya dan saat ini sedang Yuda terima.

“Halo,” ujar Yuda yang menjawab panggilan telepon dari istrinya.

“Pah, Elvan sudah sadar. Ini sedang diperiksa dokter,” seru sang istri di ujung telepon

Yuda menarik nafas lega, artinya dia akan fokus pada pelaku dan wanita yang ditinggalkan oleh Bayu. Bagaimanapun dia merasa bersalah dan harus bertanggung jawab, apalagi Bayu berkorban demi keselamatan putranya. Walaupun dia paham, umur manusia diatur oleh pemilik kuasa tapi Elvan selamat karena Bayu berinisiatif menukar kendaraan yang mereka gunakan.

“Tuan Yuda, Bimo sudah tiba,” ujar asisten Yuda.

Terpopuler

Comments

🌸ReeN🌸

🌸ReeN🌸

sedih ih....kasihan kania

2023-07-15

3

Defi

Defi

Kania yang sabar ya 😥..
Syukurlah Yuda masi peduli dengan keluarga Bayu

2023-03-11

1

Es Cendol

Es Cendol

lanjut thor

2023-03-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!