Di rumah sakit.
Mei sudah membawa wanita yang bernama Aryanti itu ke rumah sakit dan sekarang wanita itu sudah mendapatkan penanganan Dokter dan sekarang Aryanti sudah berada di ruang rawat inap.
Sebenarnya Aryanti tidak perlu dirawat inap tapi karena keluarganya belum datang, akhirnya Mei meminta izin pada Dokter untuk beristirahat sebentar di ruangan rawat yang kosong.
"Nak, siapa namamu?" tanya Aryanti pada Mei.
"Maisya Meylanie panggil aja Mei," sahut Mei.
"Terimakasih ya sudah menolong Tante."
"Sama-sama Tante, ini sudah kewajiban saya sebagai sesama manusia."
"Mei kamu tinggal di mana?"
"Di belakang pasar ada terminal bus, nah saya tinggal di belakang terminal itu."
"Kapan-kapan saya akan menyempatkan waktu untuk menemui kamu ke rumah kamu."
"Terimakasih Tante, saya senang jika ada yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi. Oh ya Tante tadi saya sudah menelpon anak Tante jadi sekarang saya mau pamit soalnya saya masih harus bekerja."
"Kamu gak bisa tinggal di sini sebentar lagi saja? Saya ingin mengenalkan kamu pada anak saya."
"Maaf Tante, bukannya saya tidak mau tapi saya benar-benar harus pergi sekarang."
"Ya udah kalau gitu. Sekali lagi terimakasih ya."
"Iya Tante sama-sama."
Maisya pun segera keluar dari ruangan itu dan membiarkan Aryanti sendiri di sana!
Saat di lobby rumah sakit, Mei berpapasan dengan Darren dan juga Isabella.
Darren terlihat fokus pada jalan yang sedang dilaluinya sedangkan Isabella terus fokus pada ponselnya hingga dia menabrak Maisya dan ponselnya pun terlepas dari genggamannya.
"Awh." Isabella meraung kesakitan padahal mereka bertabrakan tidak terlalu keras.
"Ya ampun, maaf Mbak, maaf," ucap Mei sembari membantu Isabella berdiri karena gadis itu tersungkur di lantai.
"Isa!" Darren menghampiri adiknya yang masih berada di belakangnya.
"Mbak kalau jalan hati-hati jadi nabrak adik saya kan," ucap Darren pada Mei.
"Nggak-nggak, bukan dia yang salah kak. Aku yang salah karena terlalu fokus pada ponselku," ucap Isabella pada Darren.
"Mbak maaf ya, saya yang salah," ucap Isabella pada Mei.
Mei tersenyum lalu memberikan ponsel milik gadis yang tak dikenalnya itu.
"Ini ponselnya Mbak, untung tidak rusak.".
"Oh ya, terimakasih ya."
Mei pun langsung pergi meninggalkan area rumah sakit itu. Kalau saja di sana bukan rumah sakit, mungkin Mei sudah memukul Darren yang tiba-tiba mencacinya dengan tanpa alasan yang jelas.
"Kamu jangan terlalu baik sama orang yang gak dikenal apalagi wanita tadi dari segi penampilannya saja sudah mencurigakan," ucap Darren pada Isabella setelah Mei pergi.
"Kak penampilan tidak menjamin baik buruknya seseorang. Udah deh kakak tuh jangan selalu mencurigai orang dan selalu menganggap orang jahat. Gak semua orang yang berpakaian seperti Mbak tadi orang jahat dan gak semua orang yang berpakaian muslim itu orang baik."
"Terserah. Ayo cepat kita temui Mama."
Darren menggandeng tangan Isabella dan membawanya ke arah ruangan yang di dalamnya ada Aryanti.
"Ma, Mama gak apa-apa kan, apa yang terjadi?" ucap Darren dengan penuh kekhawatiran.
Darren adalah satu-satunya laki-laki di keluarga mereka setelah Papanya Darren menderita sakit keras dirinya dituntut untuk mengurus semua urusan Papanya mulai dari urusan pekerjaan hingga urusan keluarga karena itulah Darren menjadi sangat perduli pada Aryanti dan Isabella karena hanya dirinya lah yang harus bertanggungjawab atas apa pun yang terjadi pada keluarga mereka.
"Ma kenapa bisa begini sih?" ucap Isabella.
"Tadi pas Mama keluar dari Bank tiba-tiba ada dua perampok yang mencoba mengambil tas Mama dan memaksa Mama untuk menyerahkan perhiasan Mama tapi Mama melawan hingga akhirnya mereka mendorong Mama sampai jatuh dan kepala Mama membentur tembok, jadinya gini deh," jelas Aryanti.
"Siapa yang bawa Mama ke sini dan mana orang yang tadi menelpon aku?"
"Yang nolongin Mama itu seorang gadis, dia baik, cantik dan juga jagoan. Dia yang mengalahkan perampok itu dan dia juga yang menelpon kamu tadi."
"Sekarang mana dia? Aku mau berterimakasih."
"Iya Ma, aku juga mau berterimakasih sama dia karena dia udah menolong Mama. Kalau gak ada dia, kita gak tahu apa yang akan terjadi sama Mama."
"Dia udah pergi karena dia masih harus bekerja katanya."
"Ya sudah kalau begitu, semoga saja lain kali kita ketemu lagi sama dia dan kita bisa berterimakasih sama dia. Sekarang kita pulang, Nenek sama Gabriella sudah menunggu kedatangan Mama," ucap Darren.
"Ya udah, ayo kita pulang."
*******
"Eh Mei, udah dateng lu? Gimana orang itu?" tanya Karen.
"Syukurlah dia baik-baik saja. Tidak ada luka serius, Ibu itu udah boleh langsung pulang hari ini juga," jelas Mei.
"Syukurlah. Lu hebat Mei, sejak lu yang megang kekuasaan di wilayah ini gak pernah gue dengar ada kasus pencopetan atau perampokan, sekalinya ada perampok, mereka gak pernah berhasil karena selalu lu yang menang melawan mereka," ucap seseorang pedagang di pasar itu.
"Abang bisa aja. Semua berkat kerja sama kita Bang, penjahat juga mikir-mikir mau berbuat jahat di lingkungan kita ini karena di sini selain keamanannya yang rajin patroli, pedagangnya juga sering ngingetin tentang pencopetan pada pelanggannya. Makanya tempat ini aman dari pencopet," ucap Mei.
"Gimana gak aman orang sekarang pencopetnya aja udah jadi anak muridnya lu Mei," ucap Dion.
"Iya juga ya. Lu emang hebat Mei, lu bisa membuat mereka menjadi orang baik dan membuat mereka sibuk dengan pelajaran yang lu berikan," sambung Joni.
"Mei emang hebat deh," ucap pemilik warung kopi itu.
"Kalian jangan terlalu memuji, nanti yang ada aye terbang ke langit mending kalau aye bisa terbang, lah kalau kagak yang ada nanti aye jatuh."
"Mei, lo memang hebat. Nyak sama Babeh lu pasti bangga punya anak kayak lu," ucap Karen.
"Lu juga hebat kok. Udah-udah jangan muji-muji terus mending kita lanjut keliling."
"Ya udah, ayo lanjut."
"Eh Mei, makanan buat anak-anak udah selesai nih. Siapa yang mau nganterin makanan ni sama mereka?" ucap Ibu pemilik warung nasi.
"Belum diantar? Udah jam berapa nih." Mei melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul empat belas lewat lima belas menit.
"Gila lu pada, udah jam segini mereka belum dikasih makan."
"Kita sibuk mengkhawatirkan lu Mei."
"Ah lu pada, udah tahu gue pasti baik-baik aja. Udah deh, mana nasinya Bu, biar aye yang anterin ke mereka."
Mei pun langsung menenteng kantong plastik yang berisi nasi kotak untuk anak-anak itu!
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
lanjut lagi thor
2023-09-25
2
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-07-23
0