"Ha-ha-ha! Seumur hidupku, aku baru menemukan satu manusia yang cukup percaya diri. Kamu membicarakan keuntungan dengan seorang pangeran yang memiliki kekuasaan?" Pangeran Arthur membenarkan kacamata hitamnya sambil tersenyum sinis. Sebagai ejekan untuk Alice.
"Sebagai Maise palsu, aku tidak peduli tentang hal itu. Tapi, aku hanya perlu dia bisa membuatku sedikit aman. Keluarga yang memungutku, mungkin tidak akan bisa membiarkan aku hidup tenang." Alice berbicara dalam hati.
Ia cukup mengkhawatirkan Duke Theo dan Duchess Cessie memperlakukannya dengan buruk. Pasalnya Alice sangat memahami karakter keduanya yang ingin memanfaatkan kondisi dirinya.
"Apakah saya tidak boleh berbicara tentang keuntungan dari kesepakatan kita?" Tentu saja Alice masih berani mempertanyakan keuntungan yang bisa ia dapatkan.
Seulas senyuman tipis dari Pangeran Arthur terbit di bibirnya. "Cukup pintar mengamati keadaan. Tapi, bukankah dengan menjadi istriku kamu sudah mendapatkan keuntungan? Apakah kamu sedang mencoba untuk lebih serakah?"
"Tidak juga. Tapi, mungkin bisa jadi iya. Entah mengapa Anda tiba-tiba bersedia untuk memilih menikah dengan saya? Saya tahu jika Anda bisa menolak upaya perjodohan ini. Sebenarnya, apa yang Anda rencanakan, Pangeran Arthur?" Balasan menohok dari Alice cukup membuat puas Pangeran Arthur. Sebab, Alice sangat peka terhadap kata-katanya.
Hening melenggang. Suasana malam kian terasa dingin. Binatang malam mulai bernyanyi mengusir keheningan yang sempat terjadi selama hitungan detik. Pangeran Arthur tidak segera menjawab.
"Kau tahu seperti apa keadaanku?" tanya Pangeran Arthur.
"Semua orang saya yakin tahu akan hal itu," jawab Alice.
Kini Alice menghentikan gerakannya mendorong kursi roda Pangeran Arthur. Saat tangan Pangeran Arthur mengisyaratkan untuk berhenti. Tampak Alpha mengambil alih. Sehingga Alice terpaksa harus menggeser tubuhnya.
"Ke ruang kerja," kata Pangeran Arthur.
Alpha tanpa menyahut pun segera mendorong kembali kursi roda Pangeran Arthur. Di belakangnya Alice mengikuti tanpa protes. Ia ingin melihat sejauh mana ia bisa bernegosiasi dengan pangeran dari negara Inggris itu.
"Pertama aku membutuhkan uang dan komputer. Kedua, aku membutuhkan senjata untuk melindungi diri. Sementara, aku ingin mendapatkan informasi tentang pengkhianatan Hugo. Bisa-bisanya dia menghancurkan geng mafia yang sudah dibangun oleh Lady Rosaline dengan susah payah," batin Alice.
Pangeran Arthur membawa Alice ke dalam sebuah ruangan yang cukup megah. Alice termangu sejenak ketika Alpha menutup pintu yang menjulang tinggi itu. Alice berpikir, bilamana Pangeran Arthur merencanakan sesuatu.
"Duduklah, Putri Maise." Pangeran Arthur berada di sisi lainnya. Sedangkan Alpha berada di belakangnya. Alice menurut. Gadis itu duduk di sisi yang lainnya sehingga ia duduk berhadapan dengan Pangeran Arthur.
"Aku tidak akan berbasa-basi lagi. Kamu pasti sudah mendengar kabar tentang perebutan kursi putra mahkota bukan?" todong Pangeran Arthur.
"Bagaimana aku bisa tahu akan hal itu? Aku baru menjadi Maise dalam beberapa waktu saja," gerutu Alice dalam hati.
"Saya tidak peduli dengan hal itu," sahut Alice.
"Sebagai calon istriku kau harus peduli juga mulai detik ini. Aku membutuhkan orang-orang yang cukup bisa diandalkan. Karena aku membutuhkan kekuatan. Sampai di mana, aku bisa membalikkan keadaan dan pantas menjadi putra mahkota." Tangan Pangeran Arthur bergerak.
Membuat Alpha berjalan ke salah satu rak buku dan kembali dengan beberapa majalan di tangannya. Kemudian, Alpha memberikannya kepada Alice. Dahi Alice mengerut bingung. Meski begitu, Alice membuka majalah berita yang diberikan oleh Alpha.
"Jadi, Pangeran ingin menyeret saya dalam kisruh perebutan tahta pewaris?" Alice menutup kembali majalah yang baru saja ia baca. Kesimpulannya, ternyata Pangeran Arthur ingin menyeretnya dalam masalah perebutan kekuasaan.
"Kamu hanya perlu menjadi mataku seperti yang dilakukan oleh Alpha. Tidak mungkin juga Alpha akan selalu menemaniku setelah kita menikah. Meskipun di beberapa kesempatan dia akan membantuku," kata Pangeran Arthur.
"Dia ingin aku menjadi seorang informan dan mata-mata? Aish, itu bisa menjadi bumerang untukku. Aku yakin ada polemik yang jauh lebih besar dari ini. Tapi, bukankah aku bisa memanfaatkan hal ini? Kesepakatan." Alice membatin dan bersorak. Kesepakatan, rencana selanjutnya dan uang. Alice membutuhkan uang untuk bertahan.
"Kembali ke titik awal. Sebelum berbicara lebih lanjut, bagaimana dengan keuntungan yang akan saya dapatkan, Pangeran?" desak Alice.
Hening. Pangeran Arthur terdiam. Sejak awal ia berbicara dengan Alice, tampaknya gadis itu sangat memahami bagaimana cara bernegosiasi. Dalam hal ini, Pangeran Arthur cukup yakin dengan siapa ia akan bekerja sama.
"Bagaimana kalau … Apa yang kamu inginkan?" tanya Pangeran Arthur.
Di dalam mobil, Alice hanya terdiam saat mendengar ocehan dari Cessie dan Theo. Sepasang suami istri itu cukup antusias dengan rencana pernikahannya. Sebagai orang yang dikorbankan, Alice hanya bisa memejamkan kedua matanya dan berpura-pura tidur.
"Hari ini benar-benar hari keberuntungan kita, Pa! Kamu dengar tadi? Pangeran Arthur menginginkan perhelatan pesta pernikahan! Mama tidak sabar hadiah pernikahan yang akan kita dapatkan!" Cessie masih terus bersorak kegirangan. Wanita yang bergaya hedon itu tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.
"Semua orang pasti akan iri dengan kita, Ma! Papa dengar ada banyak emas batangan yang mereka jadikan hadiah pernikahan!" sahut Theo.
"Emas batangan? Jadi, ada banyak hadiah berharga yang bisa aku dapatkan? Untuk mencari Hugo dan membalas dendam, aku memerlukan banyak uang. Seharusnya semua hadiah itu milikku bukan?" Alice membatin dalam hati.
"Mama nggak sabar. Kita masih memiliki waktu satu bulan lagi untuk sampai di hari pernikahan itu, Pa. Tapi, apa dia akan menurut pada kita?" Cessie menoleh pada Alice yang tengah tertidur. Wanita paruh baya itu terlalu sumringah untuk mendapatkan semua hadiah pernikahan yang sudah dijanjikan.
"Ma, Mama tenang saja. Dia pasti akan mengikuti rencana kita. Yang terpenting adalah, putri kita selamat dari pernikahan ini. Papa tidak rela, kalau putri kita yang cantik harus menikahi pangeran lumpuh dan buta itu. Meskipun dia seorang pangeran dan memiliki harta yang banyak, tapi tetap saja menikahkan putri kita dengan Pangeran Philips adalah pilihan terbaik," papar Theo.
"Benar. Kudengar Pangeran Philips juga sangat tampan. Dia tidak kalah dengan Pangeran Arthur. Sayang sekali karena kecelakaan itu dia harus buta. Kalau saja Pangeran Arthur tidak pernah mengalami kecelakaan itu, mama dengan senang hati akan menerima perjodohan pernikahan ini," sahut Cessie.
"Sudah, Ma. Jangan cemas. Kita harus membuat Maise palsu ini tidak menghancurkan rencana kita. Setidaknya Mama didik dia supaya mengikuti semua rencana kita tanpa terkecuali. Dia bisa menghancurkan rencana kita kapan saja." Theo menimpali.
"Mama akan mengajarinya tentang etika bangsawan, Pa. Tapi, Pa. Bukannya dia belum kita beritahu apapun? Mengapa dia mengetahui tata cara menyambut raja dan ratu?" Cessie membeberkan kecurigaannya. Yang mana membuat Theo terdiam.
Alice tak lagi mendengar percakapan apapun. Mungkin mereka sedang tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Sedangkan Alice sendiri, ia juga menyadari sesuatu.
"Jadi, Pangeran Arthur buta dan lumpuh karena suatu kecelakaan? Dan mereka tidak terima bila putri mereka menikah dengan Pangeran Arthur yang lumpuh dan buta itu? Kalau begitu, apakah kecelakaan itu disengaja sehingga membuat Pangeran Arthur menjadi sedikit lebih waspada?" Alice bertanya dalam hati.
"Jangan berbicara aneh-aneh, Ma. Masih untung dia berguna untuk kita," timpal Theo.
Mendengar hal itu, Alice mengepalkan kedua tangannya. Jadi, kalau dirinya tidak berguna, itu artinya mereka tidak sudi untuk menyelamatkannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Kustri
💐💐💐
2024-04-06
0
Kustri
bs ditebak sih alur'a
tp sll suka smua karyamu
nyaman BGT baca'a
tulisan'a rapi
penggunaan EYD 👍
2024-04-06
0
🅰️Rion bee 🐝
orang licik n maruk modelan mereka mah emang gak mau rugi lice..
2023-03-04
1