Di Periksa

Anindita terus cemberut menekuk wajahnya sendiri karena merasa sedikit kesal pada dokter Gavin yang selalu saja menolak dia, dan tidak pernah menjawab pernyataan cinta darinya hingga sang ibu mendekati Anindita dan mengusap kepalanya dengan lembut.

"Sayang kamu tidak boleh seperti itu, kamu harus menghormati dokter Gavin dia adalah dokter yang merawat kamu selama ini, kau tidak boleh memaksanya terus seperti itu" ucap ibunya terus menenangkan Anindita,

"Iya Bu aku mengerti dia adalah dokterku, dan aku berharap dia bisa menikah denganku aku akan selalu sehat jika seandainya dia bisa menerima aku" balas Anindita yang masih saja keras kepala dengan pemikirannya sendiri.

Tapi tiba-tiba saja dia merasakan dadanya kembali sakit dan dia tidak bisa menahan rasa sakit yang tumbuh saat itu.

"AA .AA..ahhh... Aduhh" lirih Anindita sambil memegangi dada atas sebelah kanan miliknya.

Ibu Kasih langsung menatap dengan panik begitu juga dengan dokter Gavin yang segera memegangi Anindita saat itu.

"Sayang ada apa denganmu, apa yang kamu rasakan?" Tanya ibu Kasih saat itu,

"Anindita tahan dirimu kita harus ke rumah sakit sekarang juga, aku harus melihat seberapa jauh kanker itu di hatimu" ucap dokter Gavin dengan wajah yang sangat panik.

Saat itu Anindita tidak bisa melakukan apapun lagi dengan dirinya dia tidak bisa menahan rasa sakit yang begitu menyiksa di uluh hatinya tersebut hingga dokter Gavin langsung menggendong dia dan membawanya masuk ke dalam mobil dan disaat itu juga Anindita bisa melihat seorang wanita yang sangat mirip dengannya berdiri memperhatikan dia di atas balkon kamarnya.

"Wanita itu... Dia pasti Anindya si pencuri lukisan tersebut, aku harus menemui dia nanti" gumam Anindita saat melihatnya.

Sedangkan disisi lain Anindya langsung kabur dari rumah itu dia pergi melewati jalan belakang secara diam-diam hingga berhasil kembali ke rumahnya dan bertemu sang ayah yang saat itu tengah mabuk lagi di rumahnya.

Semua barang yang berantakan dan semuanya pecah berserakan lagi di lantai seperti biasanya, Anindya sangat kaget ketika melihat hal tersebut dan dia tidak menduga sang ayah akan melakukan hal seperti itu lagi.

"Ayah.. astaga apa yang terjadi padamu sampai kau melakukan semua ini?" Ucap Anindya dengan kaget.

Dia segera menghampiri sang ayahnya Doni lalu membantu ayahnya itu untuk duduk di sofa kecil yang ada disana lalu Anindya memberikan minuman pereda pengar yang selalu dia sediakan di dalam lemar es karena sudah tahu bahwa ayahnya selalu saja mabuk-mabukkan seperti itu setiap kali dia mendapatkan masalah atau kesulitan dalam hidupnya.

"Ayah katakan padaku apa yang terjadi denganmu?" Tanya Anindya lagi setelah memberikan minuman pereda pengar tersebut,

"Anindya kita akan segera di usir dari rumah ini, tuan Antonio sudah menipu ayah, dia tidak membayar ayah dia menipu kita semua dan kau... Kau selalu bertanya seperti itu kepadaku aku sangat jengkel mendengarnya aaarghhhhh kepalaku pusing sekali" balas Dona sambil memegangi kelapanya dan mengacak rambutnya sendiri dengan kasar.

Anindya kaget mendengar mereka akan di usir dari rumah ini, apalagi ketika mendengar ayahnya di tipu oleh seorang tuan Antonio yang merupakan mafia sekaligus CEO perusahaan ternama dimana tidak ada siapapun yang bisa menyinggungnya.

"AA.. apa? Lalu kita akan pergi kemana jika kita di usir dari rumah ini ayah?" Tanya Anindya merasa bingung dan sedih.

Dia sudah terlanjur melakukan kejahatan itu namun ujungnya dia tetap akan kehilangan rumah masa kecilnya ini, Anindya duduk di samping ayahnya dengan lesu dan dia bingung harus melakukan apa saat itu.

Sedangkan disisi lain Anindita langsung di periksa secara menyeluruh oleh dokter Gavin dan setelah meminum obatnya Anindita sudah merasa lebih baik dan tidak merasakan rasa sakit itu lagi.

Namun dokter Gavin mendapatkan bahwa Anindita tidak meminum obatnya selama beberapa hari ini sehingga hal tersebut yang membuat Anindita bisa merasakan penyakitnya kambuh lebih sering dan secara tiba-tiba juga rasanya yang akan semakin sakit karena dia tidak terbiasa dengan hal itu.

"Anindita apa kau sudah benar-benar bosan hidup, kenapa kau tidak memakan obat dariku?" Bentak dokter Gavin dengan menatap tajam dan nafasnya yang menderu pada Anindita saat itu.

Ibu Kasih yang mendengar hal tersebut dia sangat kaget dan terperangah begitu juga dengan Omanya.

"A..apa? Anindita kamu tidak meminum obatnya?" Tanya sang ibu kasih kepadanya.

Anindita saat itu hanya bisa tertunduk dengan kebingungan dia memang tidak meminum obat itu namun bukan karena dia tidak ingin atau sengaja melakukannya namun semua itu terjadi karena di tertukar dengan gadis lain yang memiliki wajah yang mirip dengannya sehingga tentu dia tidak membawa obat itu bersamanya, dan saat itu Anindita tidak bisa menjawab semua sesuai dengan apa yang terjadi karena dia tahu semua orang tidak akan mempercayainya karena tidak ada bukti kuat yang bisa di perlihatkan kepada semua orang.

"Anindita cepat jawab ibumu? Apakah kau tidak meminum semua obat yang selalu Oma dan ibumu berikan padamu hah?" Tambah Oma membentaknya lagi,

"Maafkan aku Oma, ibu aku tidak bermaksud membuat kalian sedih dan kecewa padaku seperti ini, tapi aku.... Aku hanya" ucap Anindita menahan air mata di wajahnya yang sudah dia bendung sejak lama.

Ibu Kasih langsung memeluk putrinya itu dengan sangat erat dan dia juga menangis tanpa suara.

"Cukup Anindita kamu harus tetap hidup bagaimana pun caranya, ibu tidak ingin kehilanganmu sayang, ibu sangat mencintaimu dan sangat menyayangimu kau tidak boleh melakukan hal seperti ini lagi" ucap ibu kasih sambil menangkup wajah Anindita dengan kedua tangannya.

"Ibu... Aku akan sangat bahagia jika aku tetap bisa hidup lebih lama denganmu juga Oma, aku juga masih ingin bertemu dengan Miss Elen walau dia kadang menyebalkan, aku juga masih belum bisa mendapatkan hati dokter Gavin jadi bagaimana bisa aku akan mati semudah itu, obat tersebut tidak akan membuat umurku panjang, obat itu hanya membuat aku mati dengan tenang, obat itu hanya membuat aku tidak merasakan sakitnya jadi aku mencoba untuk menikmati rasa sakit itu, setidaknya agar aku tahu sudah sampai mana aku menuju kematian" ucap Anindita dengan tersenyum kecil dan dia menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Kamu... Kamu tidak akan mati, ibu akan memberikan semuanya untukmu ibu sudah bilang padamu ibu akan mendapatkan pendonor hati yang cocok untukmu kau jangan berpikir seperti itu lagi" balas ibu kasih sambil terus menggelengkan kepalanya dan dia terus menangis.

Anindita langsung menggenggam kedua tangan sang ibu dan dia juga menarik tangan Omanya yang sedari tadi menatap tajam dengan mata yang berlinang air mata.

"Ibu... Oma, sekalipun aku melakukan pencangkokan hati, apakah itu akan berhasil? Kemungkinannya hanya lima puluh persen, itu sangat sedikit untuk pengidap kanker ganas sepertiku, lagi pula aku sudah sangat bahagia menjalani hidupku selama ini, sehingga jika aku mati aku tidak akan menyesali apapun" balasku sambil memeluk mereka dengan erat.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!