Sang ibu tiba di kamarnya dan ketika melihat putrinya tersebut tengah kesulitan menaikkan resleting gaun hitamnya, ibu segera berjalan menghampiri Anindita dan membantunya segera.
"Sayang... Kamu itu kebiasaan deh, jika kamu butuh bantuan harusnya kamu bicara pada ibu, biar ibu bisa membantumu" ujar sang ibu sambil segera membantunya menaikkan resleting tersebut.
Anindita pun membalikkan badan dan berterima kasih kepada sang ibu sambil mereka segera keluar dari kamar dan pergi ke acara lelang amal malam ini, mereka pergi untuk menghormati rekan kerja sang ibu yang selalu penyelengara kegiatan tersebut, sampai sesampainya disana terlihat suasana sudah mulai ramai dan semua orang juga nampak sibuk memilih tempat duduk paling depan agar bisa melihat barang lelap lebih jelas, begitu pula dengan aku dan ibu yang dimana kami sangat beruntung malam itu sebab mendapatkan tempat duduk VIP di depan yang sudah di sediakan oleh rekan bisnis ibu saat itu.
Ibu segera mempersilahkan Anindita untuk duduk di sampingnya dan dia pun segera duduk disana hingga acara pelelangan segera di mulai saat itu, sedangkan di sisi lain Anindya justru masih terisak di kamarnya sedangkan sang ayah baru saja kembali dari luar dan dia langsung mengetuk pintu kamar putrinya dengan keras sebab dia sudah mendapatkan desakkan dari seorang bos besar di kota tersebut yang terus saja mendesak dia untuk mencuri lukisan matahari yang asli itu dalam acara pelelangan.
Karena sang ayah sendiri tidak bisa melukis dia terpaksa harus terus memaksa Anindya untuk melakukan hal tersebut sebelum acara puncak pelelangan amal itu akan segera di mulai beberapa jam lagi.
"Tok...tok...tok.... Anindya ayolah bantu ayah, jika kau tidak membantu ayah kali ini, maka kita tidak akan bisa membayar sewa rumah ini lagi, ayah sudah menjual rumah ini sebelumnya dan kita hanya menyewanya sekarang, Anindya apakah kau mendengarkan ayah!" Teriak sang ayah dari luar sambil terus mengetuk pintu kamar putrinya sangat kencang.
Anindya yang mendengar ucapan dari ayahnya dia sangat kaget ketika mengetahui bahwa rumah yang dia tinggali saat ini sudah bukan milik mereka lagi, tentu saja mendengar itu dengan terpaksa Anindya langsung keluar dari kamarnya dan dia harus menyetujui rencana yang ayahnya hendak lakukan untuk mencuri lukisan matahari tersebut.
"Ayah.... Baiklah, aku akan membantumu tapi ini adalah yang terakhir kalinya, aku ingin ayah berjanji untuk segera keluar dari dunia yang gelap ini" ujar Anindya kepada sang ayah.
Tentu saja sang Ayah sangat senang saat itu dan dia langsung mengangguk menyetujui ucapan dari putrinya tersebut, karena dia ingin Anindya segera melukis membuat tiruan dari lukisan matahari tersebut.
"Bagus...bagus... Sudah ayo cepat ikut dengan ayah dan bawa perlengkapan melukismu kita akan melihat contoh lukisan aslinya dan segera menukar dengan hasil lukisanmu, orang yang membelinya tidak akan tahu soal itu, ayo cepat!" Ucap sang ayah sambil langsung menarik tangan Anindya dengan antusias.
Mereka segera pergi ke acara pelelangan itu dan menyamar menjadi salah satu tamu undangan dalam lelang tersebut sebab sebelumnya sang ayah juga sudah mendapatkan akses untuk masuk ke dalam sana dari orang yang menyuruh dia untuk mencuri lukisan tersebut, mereka berdua memakai pakaian yang sangat rapih dengan sang ayah yang mengenakan jmsetelah jas bak seperti para pengusaha lainnya juga Anindya yang memakai gaun berwarna hitam saat itu sebab mereka mengetahui bahwa gaun warna hitam tidak akan mudah di kenali dalam acara tersebut sebab banyak orang lain yang juga memakai pakaian berwarna hitam lainnya, juga mudah untuk bersembunyi nantinya.
Mereka berdua segera masuk ke dalam layaknya tamu undangan yang lain dan diam-diam sang ayah mulai membawa Anindya masuk ke dalam aula penyimpanan barang antik disana dan segera masuk ke dalam dengan begitu mudah sebab tidak ada penjagaan di arena penyimpanan barang yang akan di lelang hari ini, sang ayah segera menyuruh Anindya untuk melukis di tempat itu juga dengan segera tepat di depan sebuah lukisan aslinya yang ada di dalam sebuah box kaca transparan.
Namun untuk membuat lukisan yang sama persis Anindya masih perlu memegang lukisan tersebut dengan tangannya untuk menyamakan tekstur pada lukisan tersebut, dia pun segera melakukan semua itu dan segera mulai melukis sedangkan sang ayah menjaga di luar untuk mencegah ada orang yang masuk ke sana.
Sementara saat itu Anindita merasa perutnya sakit dan dia permisi ke belakang terlebih dahulu pada sang ibu hingga dia pergi ke toilet dan tidak sengaja dia malah tersesat karena tidak tahu dimana toiletnya berada di gedung tersebut.
"Aduhh... Aku lupa tidak menanyakan letak kamar mandinya, sekarang kemana aku harus pergi ada tidak lorong disini?" Gerutu Anindita memikirkan.
Dia pun masuk dengan asal karena sudah tidak tahan lagi menahan dirinya, sayangnya dia justru masuk ke tempat yang salah dia justru malah masuk ke dalam ruang penyimpanan benda untuk lelang hari ini dan tidak sengaja malah bertemu dengan ayahnya Anindya yang saat itu sudah mengambil lukisan yang asli di tangannya, sedangkan Anindya yang asli justru masih ada di dalam ruangan itu dan dia tengah membereskan alat lukisnya disana.
Ayah Anindya yang bernama Dona itu kaget melihat putrinya sudah berada di hadapan dia, padahal dia ingat sekali sebelumnya Anindya mengatakan bahwa dia tengah membereskan alat lukisnya di dalam.
"Ehhh... Kau rupanya sudah selesai, ayo cepat kita harus pergi dari sini, secepatnya!" Ucap Doni sambil langsung menarik tangan Anindita dan membawanya dengan paksa ke dalam lift dan naik ke lantai atas dengan cepat karena saat itu para penjaga terdengar datang ke sana.
Para penjaga itu sudah bersiap untuk mengambil lukisan matahari tersebut yang merupakan barang paling berharga dan yang di tunggu-tunggu pada acara lelang amal kalo ini, Anindya yang mendengar suara langkah kaki dari luar dia segera keluar melewati jendela yang ada disana dan turun ke lantai bawah menggunakan tali yang ada di pinggangnya, dia bisa masuk melewati jendela di ruangan bawah dengan cepat dan segera membuang alat lukisnya tersebut ke dalam tong sampah saat itu juga untuk meninggalkan jejaknya, lalu dia berjalan mencari ayahnya karena dia pikir pasti ayahnya sudah kabur lebih dulu meninggalkan dia.
"Aahhh.... Aku harus segera keluar dari gedung ini, ayah pasti sudah menungguku di luar" ujar Anindya sambil bergegas hendak pergi.
Namun disaat dia hendak pergi tiba-tiba saja dari samping ada yang menahan tangannya dan memanggil dia dengan sebutan nama yang aneh baginya.
"Anindita rupanya kamu disini yah, aku cepat acara lelangnya akan segera di mulai" ujar sang ibu Anindita yang mengira bahwa gadis itu adalah putrinya.
Sedangkan Anindya sendiri tidak mengerti apa yang dikatakan wanita tersebut dia berusaha untuk berontak namun pegangan tangan wanita itu terlalu keras dan dia tidak bisa melepaskan diri darinya.
"Aahh... Siapa wanita ini sebenarnya, kenapa dia mengira aku sebagai orang lain?" Gumam Anindya kebingungan sendiri.
Namun walau begitu, karena dia kaget melihat wanita itu malah membawanya ke tempat yang ramai dan mengajak dia duduk di bangku pelelangan paling depan, dia pun tidak bisa berkutik lagi karena dia takut ketahuan atas apa yang sudah dia lakukan dengan lukisan lelang hari ini, dia hanya menuruti wanita itu dan bersikap dengan tenang, agar tidak ketahuan.
"Sepertinya aku harus tetap bersikap tenang agar wanita ini tidak menyadari siapa aku sebenarnya" gumam Anindya memikirkan.
Disisi lain Anindita justru malah berontak dengan keras dan dia bahkan menampar pria yang membawanya masuk ke dalam mobil dengan paksa itu.
"Plak.... Siapa kau? Beraninya kau menarik tanganku seperti itu?" Bentak Anindita dan menampar pria tersebut,
"Ahh.... Anindya ada apa denganmu, apa kau terbentur saat berusaha melarikan diri tadi? Kenapa kau menampar ayahmu sendiri? Sejak kapan kau berani bersikap kasar kepadaku hah!" Balas sang ayah lebih membentak dengan keras.
Seketika Anindita kaget dan dia langsung membelalakkan matanya seakan tidak bisa mempercayai semua itu.
Ketika dia mendengar bahwa pria tersebut adalah ayahnya, barulah dia mengerti bahwa pria tersebut salah mengenai putrinya sendiri.
"Aishh.... Dia salah mengenaliku, tapi bagaimana bisa itu terjadi apa dia buta atau memang putrinya memiliki wajah yang mirip denganku?" Gumam Anindita terus memikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments