"Syad, please kita coba sekali lagi ya," bujuk Ella agar Arsyad mau kembali membuka audisi untuk mencari calon istri kontraknya.
"Cukup ya Ella, aku udah capek seharian ngeliat cewek-cewek yang aneh apalagi saat peserta yang terakhir … membuatku mual," omel Arsyad sembari menaiki anak tangga rumahnya.
"Tapi Arsyad, waktu kita nggak banyak … kita cuman punya waktu tiga hari lagi loh," desak Ella terus mengekori Arsyad.
Arsyad menghentikan langkah kakinya di depan pintu kamar lalu, berbalik ke arah Ella. "Bodo amat, itu urusan kamu."
Brugh…
Arsyad menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah sang manajer dan tak lama kemudian pintu itu kembali terbuka. Ella langsung tersenyum saat mengira Arsyad telah berubah pikiran untuk mengadakan audisi kembali.
"Oh ya, jangan lupa untuk menyelidiki kasus tabrakan ku dan cari wanita itu sampai dapat," ucap Arsyad kembali menutup pintu kamarnya kencang.
Ella menurunkan bibirnya yang semula terangkat ke atas, dengan perasaan kesal ia pun turun ke lantai bawah sambil menggerutu.
.
.
.
🌸🌸🌸🌸
"Michelle," panggil seorang dokter berusia 50 tahunan.
"Ya, dokter."
"Bisa kita bicara sebentar."
Michelle yang sedang menunggu neneknya itu menatap sekilas sang nenek kemudian mengangguk dan mengikuti dokter tersebut ke luar ruangan.
"Ada apa ya, dok?" tanya Michelle penasaran.
"Begini, saya terpaksa harus menyampaikan berita buruk ini pada kamu. Penyakit nenek kamu semakin parah dan harus segera dioperasi jika tidak—." dokter itu menjeda ucapannya dan menatap nanar Michelle.
"Jika tidak kenapa, dok?"
Dokter itu terlihat begitu berat untuk menyampaikan kabar buruk mengenai pasiennya pada Michelle.
"Dok, nenek saya akan baik-baik sajakan?" tanya Michelle dengan manik mata berkaca-kaca.
"Kecil kemungkinannya untuk bisa baik-baik saja, maka dari itu nenek kamu harus segera dioperasi agar penyakitnya tidak semakin menjalar kemana-mana. Saya harap kamu bisa kembali mempertimbangkan untuk segera mengoperasi nenek kamu, kalau begitu saya permisi dulu."
Michelle mengangguk, bulir beningnya kini berjatuhan saat memikirkan ucapan sang dokter tentang neneknya. Kemana lagi dirinya harus mencari uang untuk biaya operasi sang nenek, sementara dirinya baru saja kehilangan pekerjaan tetapnya.
Gadis itu mengusap air matanya dan kembali ke ruangan sang nenek, untuk berpamitan mencari pekerjaan yang memiliki upah cukup besar agar bisa segera mengoperasi neneknya.
"Nek, Michelle pergi dulu ya. Nenek baik-baik disini, doain Michelle agar Michelle cepet dapet kerjaan," ucap Michelle dengan suara yang bergetar, karena menahan tangis tak tega melihat sang nenek yang terus terbaring lemah di ranjang rumah sakit berbulan-bulan lamanya.
Walaupun berat hati meninggalkan sang nenek sendirian, Michelle tetap harus pergi. Sebab ia harus mencari uang agar neneknya bisa cepat dioperasi walaupun kecil kemungkinan yang bisa ia dapatkan.
Gadis itu pergi meninggalkan rumah sakit, berbekal ijazah SMA ia berjalan kesana kemari menanyakan lowongan pekerjaan ke setiap toko yang ia lewati.
Namun, sudah hampir seharian dirinya mencari pekerjaan tapi hasilnya nihil. Hanya penolakan dan penolakan yang terus ia dapatkan.
Michelle yang merasakan kakinya lelah setelah berjalan seharian, duduk di sebuah halte bis. Ia mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya dan meminumnya hingga habis, selain lelah dan haus Michelle juga kini merasa kelaparan, pasalnya sejak pagi sampai malam hampir menjelang dirinya belum makan sama sekali karena tidak punya uang sepeserpun untuk membeli makanan.
Ia menatap jauh jalanan, menghela napasnya yang berat sambil memikirkan kemana lagi dirinya harus mencari pekerjaan. Rasanya ia sudah ingin menyerah dan mengakhiri hidupnya yang terus menderita sejak kecil, akan tetapi selain melakukan bunuh diri itu dosa. Michelle juga selalu memikirkan neneknya, bagaimana nasib sang nenek jika sampai dirinya tak ada, siapa yang akan mengurusnya sementara dirinya tak punya sanak saudara yang bisa diandalkan untuk menjaga sang nenek.
Michelle kembali menghela napas sambil berkhayal, seandainya saja ada seorang pria tampan nan kaya raya tiba-tiba melamarnya, ia pasti akan langsung menerimanya tanpa berpikir panjang. Selain bisa hidup enak berlimpah harta, ia juga bisa secepatnya mengoperasi sang nenek. Namun sayang Michelle harus tersadarkan oleh kenyataan, karena realitanya mana mungkin ada pria tampan dan kaya mau padanya yang merupakan seorang gadis miskin dan berpendidikan rendah, meskipun ada ia bisa jamin jika pria itu pasti tidak waras.
Michelle menyunggingkan senyum di bibirnya, seolah ia sedang menertawakan dirinya sendiri yang selalu berkhayal setinggi langit, entah sampai kapan ia akan terus menyimpan angan-angan ingin segera sukses, sementara takdir saja seolah sedang mempermainkannya saat ini.
Malam semakin dingin, Michelle yang hanya mengenakan kaos berlengan panjang mulai merasakan angin menusuk ke dalam tulangnya, memutuskan untuk segera pulang dan beristirahat agar besok ia bisa menjaga sang nenek dan mencari pekerjaan lagi.
Saat dirinya bangkit dari duduk, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Michelle menatap mobil itu tanpa banyak berpikir, sebab saat ini dirinya sedang berada di halte bis yang bisa saja orang-orang datang kesana tanpa harus untuk naik bis seperti dirinya yang sejak tadi hanya duduk disana.
Michelle hendak melanjutkan langkah kakinya, tapi seseorang menyuruhnya untuk berhenti. Gadis berambut coklat itu memutar tubuhnya dan kaget saat melihat pria yang sedang berdiri di depannya.
"Kamu," pekik Michelle sebal.
"Mana ponselku?" tanya Arsyad datar.
"Ponsel? Ponsel apa?"
"Tidak perlu pura-pura enggak tahu ya, kamu kan yang mengambil ponselku," tuduh Arsyad.
Michelle mengerutkan dahinya semakin tak mengerti apa yang dimaksud oleh pria yang beberapa hari lalu telah mengusirnya tanpa mengucapkan terimakasih setelah ia tolong dari kecelakaan.
Arsyad menjentikkan jarinya di depan Michelle.
"Hei, malah bengong. Kamu denger nggak apa yang aku omongin hah," ketus Arsyad tidak sabar.
"Maaf ya pak, aku tidak tahu ponsel apa yang bapak maksud ,permisi," pamit Michelle buru-buru pergi karena tak ingin memiliki urusan dengan pria sombong sepertinya.
"Hei, tunggu! Aku sedang berbicara padamu," teriak Arsyad mengejar dan saat ia menyentuh bahu gadis itu, tiba-tiba saja Michelle terjatuh dan tak sadarkan diri.
Arsyad tersenyum kecut, ia tahu jika gadis itu sedang berpura-pura agar dirinya tak menanyainya. Arsyad membangunkan gadis itu dengan cara menendang kakinya perlahan, karena gadis itu masih tak kunjung bangun Arsyad menjongkokkan tubuhnya dan menusuk-nusuk pipi sang gadis dengan jarinya seperti yang ia lakukan saat di rumah sakit dua hari yang lalu.
"Hais, pake pingsan segala … Kanza! Kanza!"
"Iya, pak ada apa?"
"Bawa dia ke rumah," titahnya.
Kanza menatap gadis yang sedang pingsan itu. "Astagfirullah, ini kenapa pak?"
"Dia pingsan, gak tau mati udah buruan bawa entar ada yang liat salah paham lagi," ketusnya.
Kanza cepat-cepat menggendong Michelle dan memasukkannya ke dalam mobil lalu, membawa gadis itu ke rumah Arsyad.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments