Radit masih berusaha untuk membujuk sang putra agar diam dan segera tidur. Namun, bocah kecil itu tidak kunjung diam, tangisnya semakin keras.
"Rafif, Papa bilang diamlah!" bentak Pria itu merasa habis kesabaran.
"Papa jahat! Papa tidak sayang lagi dengan aku, Papa sekarang bentak-bentak!" tangis bocah itu semakin keras, dan segera lari ke dalam kamar, lalu mengunci pintu dari dalam.
"Rafif, buka pintunya! Rafif!" Radit menggedor pintu kamar Putranya, namun sepertinya anak kecil itu masih marah dan ngambek.
Akhirnya Pria itu mengalah, membiarkan Rafif untuk lebih tenang dulu. Radit kembali duduk di bangku yang ada di taman belakang. Hati Pria itu entah, pikirannya benar-benar buntu bagaimana harus menyikapi.
Satu minggu hidup bersama dengan wanita itu membuat hidupnya sedikit lebih berwarna. Tapi apakah hatinya siap menerima segala kekurangan wanita itu? Radit larut dalam lamunan.
Pagi ini Radit bangun lebih awal, ia segera menghampiri Putranya untuk meminta maaf. Pria itu duduk di bibir ranjang sembari menatap wajah damai anaknya saat tidur pulas.
"Sayang, bangun yuk. Hari ini Papa yang anterin kamu ke sekolah ya," bujuk Radit pada anak kecil itu.
"Radit, udah dong Sayang, jangan marah lagi ya. Oke, Papa minta maaf karena semalam udah bentak kamu. Udah, anak Papa jangan ngambek lagi ya," ujar Pria itu masih berusaha mengambil hati Rafif.
"Aku tidak mau sekolah hari ini," jawab bocah itu masih menyembunyikan wajahnya di dalam kain tebal.
"Jangan begitu dong, Sayang. Gini deh, karena kebetulan Papa sudah libur, jadi nanti sepulang sekolah kita pergi nonton bareng, gimana, mau nggak?" tanya Radit.
"Nggak mau. Aku mau perginya bareng Tante Amel. Aku tidak mau apapun Papa, aku hanya ingin Tante Amel disini kembali bersama kita. Aku malu sama teman-temanku. Karena mereka tahu bahwa Tante Amel adalah Mama aku!" pekik pria kecil itu didalam selimutnya dengan tangisan gusar.
Radit menghela nafas dalam. Pria itu mencoba menahan amarahnya. Ia bingung bagaimana, apakah dia harus meminta Amel untuk kembali lagi ketempat ini? Tapi bagaimana dengan hatinya yang terlanjur kecewa.
"Baiklah, sekarang kamu mandi bersiap, habis itu kita kerumah Tante Amel, dan memintanya untuk ikut mengantarkan kamu ke sekolah, sepulang sekolah kita nonton bareng, gimana, kamu mau?" tanya Radit yang akhirnya mencoba mengalah, menekan segala egonya demi kebahagiaan sang anak.
"Papa serius?" Rafif terlonjak tak percaya.
"Iya, Papa serius. Ayo sekarang mandi."
"Yeee! terimakasih Papa!" Rafif memeluk sang Papa dan mencium pipinya dengan tawa bahagia.
Radit membalas dengan pelukan sayang, dan mengecup wajah anaknya penuh kasih sayang.
Dengan dibantu pengasuhnya, Rafif segera bersiap, tak perlu lama. Kini bocah kecil itu sudah rapi dan tampan dengan pakaian sekolahnya.
"Sudah siap?" tanya Radit menyongsong Rafif yang baru keluar dari kamar.
"Ready, Papa!" sahut bocah itu sembari senyum Pepsodent.
"Okey, ayo kita sarapan dulu."
"No, Papa. Kita sarapannya dirumah Tante Amel saja," tolak bocah itu yang sudah tak sabar ingin bertemu dengan wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu sambung.
Radit hanya tersenyum menggelengkan kepala. Pria itu terpaksa mengikuti semua mau sang anak. Tak ingin lagi membuat mood bocah itu rusak.
Sementara itu Amel baru saja selesai membuat sarapan dengan secangkir teh hangat sudah terhidang di meja makan. Saat wanita itu hendak menyendok makanannya, terdengar suara bel pintu berbunyi.
Amelia menghentikan gerakan tangannya yang ingin memasukkan sendok berisi makanan itu kedalam mulutnya. Amel segera menuju pintu utama untuk melihat siapa tamunya yang datang sepagi ini.
Amel terkejut saat melihat kehadiran kedua Pria yang sangat dirindukannya. Padahal baru tadi malam ia tak bertemu dengan ayah dan anak itu.
"Assalamualaikum, Tante Amel!" ucap bocah itu dengan semangat.
"Wa'alaikumsalam, Rafif! Kamu datang Sayang? Tante kangen banget," balas Amel sembari berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan anak kecil itu. Amel memeluk Rafif dan menciumnya dengan penuh kasih. "Kok Rafif pagi-pagi sudah datang kesini, Nak?" tanya Amel mengusap kedua pipi mulus Rafif.
"Iya, Rafif kangen banget sama Tante. Rafif ingin Tante Amel kembali lagi bersama kami ya. Rumah sepi tidak ada Tante, benar kan, Pa?" tanya bocah itu minta pendapat sang Papa.
Amel menatap Pria dewasa yang sedari tadi hanya diam tak bicara apapun. Wajahnya tampak begitu datar. Tanpa sengaja netra mereka bertemu.
"Apakah kami tidak diperkenankan untuk masuk?" tanya Radit membuka percakapan.
"Ah, maaf. Ayo masuk, Sayang." Amel membawa mereka untuk masuk.
"Apakah Rafif sudah sarapan?" tanya Amel pada bocah itu. Sepertinya lebih nyaman berbicara dengan Rafif daripada Papanya. Pria itu begitu kaku dan dingin.
"Belum, Tan, kami sengaja tidak sarapan dirumah, kami ingin sarapan bersama Tante," jawab anak kecil itu dengan polosnya.
"Baiklah, kebetulan Tante sudah buat sarapan yang banyak. Ayo kita sarapan dulu," ajak Amel pada mereka.
Radit hanya mengekor dibelakang Ibu dan anak itu. Amel menyediakan sarapan untuk mereka berdua. Tentu saja Amel lebih leluasa bicara pada Rafif.
"Ayo makan, Sayang. Semoga kamu suka dengan masakan Tante," ujar Amel pada Rafif.
"Tentu saja aku suka, Tante. Kan dirumah Tante Amel sering Masakin buat aku," celoteh bocah itu menimpali ucapan Amel.
"Mas Radit, kenapa tidak makan? Apakah kamu tidak suka masakan perempuan sepertiku?" tanya Amel merasa selalu dirinya rendah dihadapan Pria itu. Amel tak lagi banyak berharap, karena dia menyadari bahwa wanita sepertinya tidaklah pantas untuk Radit.
"Kenapa kamu bicara seperti itu? Aku tidak makan karena tuan rumah tidak menawarkan," ujar Radit datar.
"Ya Allah, tadi aku sudah tawarkan, Mas. Ayo makanlah, maaf jika masakanku tidak enak," ucap Amel segera menawarkan.
Radit segera menyendok makanan yang ada di piringnya. Mereka makan bersama, suasana kembali menjadi hangat. Tawa renyah dari sang Putra membuat hati Radit menjadi lega.
Hatinya belum tahu bagaimana, tetapi untuk saat ini semua ia lakukan demi Rafif. Radit hanya ingin anaknya tetap bahagia, ia akan tetap melangsungkan akad nikah yang akan digelar besok pagi.
Radit tahu ini tidak mudah, apalagi ada salah satu temannya yang sudah mengetahui siapa calon istrinya yang sebenarnya. Tak mengapa, demi sang anak ia akan berkorban. Berharap Amel benar-benar bisa berubah untuk menjadi wanita lebih baik lagi.
Selesai makan Amel membereskan peralatan makan mereka. Rafif mengikutinya ke dapur.
"Tante, ikut ya anterin aku ke sekolah," pinta bocah itu menatap polos.
"Tapi, Sayang, kan, sudah ada Papa yang nemenin kamu."
"Nggak mau, aku mau Tante juga ikut!" rengek bocah itu.
"Ayo bersiaplah, ikutlah denganku untuk mengantarkan Rafif," ucap Radit meminta.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Amaracinta
gak pp dokter, smga jd ladang pahala buat kamu, dan smga Amel Istiqomah dalam hijrah
2023-03-06
1
Marliana MARLIANA
kacian sekali nassib mu pak dokter....total semangat tugas pak dokter adalah mengAngkat martabat seorang BO' menjadi wanita terhormat...smoga amel Istiqomah....
2023-03-06
1