Berusaha membujuk

Setibanya dikediaman Dr Radit, Amel mengikuti langkah Pria itu untuk masuk kedalam rumah itu. Radit menunjukkan kamar untuknya.

"Papa!" panggil Rafif menyongsong sang Papa.

"Hei, anak Papa lagi ngapain?"

"Lagi bantuin Bibik kasih makan ikan hias di belakang," ucap Rafif sembari memeluk sang Papa dengan manja.

"Papa kenapa tidak pulang tadi malam? Terus, Tante itu siapa?" tanya Rafif menatap Amel ingin tahu.

"Hai, Tampan, yuk kita kenalan. Namaku, Amelia. Kamu bisa panggil aku Mama Amel," ucap wanita itu tersenyum gemas.

"Mama?" tanya Rafif bingung sembari menatap Papanya, tatapan bocah itu ingin meminta penjelasan.

"Ah, Rafif Sayang, dengarkan Papa. Besok Papa dan Tante Amel akan menikah, jadi mulai sekarang kamu panggil Mama ya?" jelas Radit pada sang Putra.

"Kenapa Tante Amel? Kenapa tidak dengan Tante Arumi saja? Aku mau Papa menikah dengan Tante Arumi!" ucap bocah itu membuat hati Amel sedikit terusik.

Amel berusaha untuk tidak menanggapi terlalu dalam ucapan Rafif. Dia akan berusaha mengambil hati bocah itu. Mungkin Rafif belum terbiasa dengannya.

"Rafif Sayang, dengarkan Papa dulu, Nak. Mulai sekarang kita lupakan Tante Arumi ya, karena Tante Arumi sudah menikah dengan Om Khenzi. Jadi, Rafif harus belajar menerima Tante Amel." Radit masih berusaha membujuk Putranya.

Rafif tidak menyahut lagi,dia segera berlari masuk kedalam kamarnya. Radit hanya menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa Mas Radit. Aku tahu Rafif masih perlu waktu untuk itu semua. Aku yakin nanti lambat laun dia akan menerimaku," ujar Amel berusaha memahami.

"Terimakasih ya. Aku harap kamu tetap sabar menghadapi sikapnya. Rafif memang sedikit agak keras," balas Radit.

"Iya, Mas, tenang saja, aku pasti bisa memahaminya."

"Kalau begitu istirahatlah. Aku akan ke RS dulu. Nanti malam kita bahas kembali."

Amel baru menyadari bahwa Pria yang akan menikahinya adalah seorang Dokter, Semula dirinya mengira bahwa Radit orang kantoran.

"Maaf, Mas Radit seorang Dokter ya?" tanya Amel memastikan.

"Ya, aku Dokter Sp penyakit dalam. Maaf aku harus bersiap sekarang, soalnya sebentar lagi jam visit pagi sudah dimulai. Nanti sore kita akan ngobrol kembali," ucap Pria itu pamit undur.

"Ah, baiklah, Mas."

Setelah Radit berangkat ke RS. Kini Amel bengong sendiri dikamarnya. Wanita itu bingung harus berbuat apa. Amel keluar menuju dapur untuk sekedar bertegur sapa dengan dua Art di rumah itu.

"Selamat pagi, Bik," sapa Amel dengan senyum ramah.

"Ya, pagi kembali Non, apakah Non Amel ingin Bibik buatkan sarapan sesuatu?" tanya Art itu dengan ramah. Karena Radit sudah memperkenalkan Amel pada mereka bahwa Amel akan menjadi nyonya rumah itu.

"Boleh deh, Bik. Buatin aku salad buah saja ya. Soalnya aku tidak terbiasa sarapan pagi dengan yang berat-berat."

"Baiklah,Non, tunggu sebentar Bibik buatkan ya." Amel mengangguk.

Sembari menunggu, Amel beranjak menuju ke taman belakang untuk kembali menemui bocah kecil yang tadi sangat jutek dengannya.

"Hai, Ante boleh ikut main?" tanya Amel mencoba mengakrabkan diri pada calon anak tirinya itu.

"Tidak! Aku tidak ingin bermain dengan Tante!" jawab Rafif masih jutek.

"Baiklah, kalau begitu Tante jadi penonton saja ya," ucap Amel belum menyerah.

Rafif tak menghiraukan. Dia kembali menendang bolanya bermain dengan sang pengasuh. Amel hanya tersenyum melihat wajah bocah yang menggemaskan itu.

Saat Amel ingin berdiri, bola yang di tendang Rafif mengenai bahunya. Seketika wanita itu mengerang dengan aktingnya.

"Aaawwh!" pekik Amel mengusap bahunya.

"Maaf, Tante, aku tidak sengaja," ucap bocah kecil itu merasa bersalah.

"Hiks... Hiks... Ini sakit sekali. Kenapa kamu jahat sekali? Hu hu." Amel masih mendrama berpura-pura menangis menyembunyikan wajahnya.

"Sungguh Tante, aku tidak sengaja. Maafkan aku ya," ucap Rafif masih memohon maaf.

"Huu.. Tante akan memaafkan asalkan ada syaratnya," balas Amel masih berpura.

"Syarat apa, Tan?"

"Rafif harus mau berteman dengan Tante, gimana mau nggak?" tanya Amel menahan tawa masih menyembunyikan wajahnya dibalik kedua telapak tangannya.

Sesaat bocah itu terdiam seperti sedang menimbang. Akhirnya dia mengangguk dan mengiyakan.

"Baiklah, mulai sekarang kita berteman," ucap bocah itu mengulurkan tangannya. Amel segera menerima uluran tangan Rafif dengan senyum bahagia.

"Rafif, boleh Tante peluk kamu sebentar saja?" tanya Amel sembari merentangkan kedua tangannya.

Rafif hanya mengangguk dan segera masuk kedalam pelukannya. Amel mendekap dengan sayang. Ada gelayar hangat dalam hatinya, sudah lama sekali dia mengharapkan momen ini, mempunyai keluarga yang utuh. Ia merasa hidupnya sekarang sudah lengkap.

Tanpa terasa wanita itu menitikkan air mata. Amel sangat merindukan pelukan seorang anak, selama ini ia hidup dalam kesepian. Tak ada sanak famili, bahkan dirinya tidak mengenal garis keturunannya. Amel hanya seorang anak terbuang yang tak diinginkan.

"Tante kenapa masih menangis? Apakah masih sakit? Jika masih sakit, aku akan telpon Papa agar segera mengobati Tante," celoteh bocah itu.

"Tidak, jangan Sayang, Tante tidak apa-apa, Tante hanya senang saja, karena Rafif mau berteman dengan Tante, jadi ini adalah tangis bahagia," jelas Amel dengan jujur.

"Benarkah?"

"Benar sekali, Sayang."

"Baiklah, kalau begitu ayo kita main bola bareng. Apakah Tante bisa?"

"Oh, bisa dong! Ayo kita main, siapa takut!" seru Amel tertawa bersama bocah itu.

Wanita itu mencoba mengikuti permainan sang bocah. Hingga Rafif menyerah karena lelah. Amel hanya tersenyum membimbing bocah itu untuk masuk kedalam rumah.

"Ayo kita sarapan dulu, nanti jika keringatnya sudah kering baru mandi ya," ucap Amel membawa Rafif ke meja makan.

"Baiklah, Tan."

Calon ibu dan anak tiri itu sarapan bersama. Rafif sudah mulai terbiasa dengan segala perhatian dari Amel. Terlihat bocah itu sudah mulai nyaman.

Sore hari saat Rafif dan Amel berada di taman belakang. Dr Radit pulang dengan raut wajah sedikit lelah, karena hari ini pasiennya membludak lantaran ini hari Senin.

"Rafif mana, Mbak?" tanya Radit pada pengasuh anaknya.

"Den Rafif ada di taman belakang bersama Nona Amel, Tuan," jawab pengasuh itu.

"Oh, terimakasih." Radit segera menuju taman belakang untuk menghampiri sang Putra.

"Rafif, Papa pulang!" seru Pria itu.

"Papa!" Rafif segera berlari menyongsong Papanya.

"Hap! Aduh berat banget kamu sekarang. Makin gendut anak Papa nih!" ucap Radit sembari menggendong bocah gembul itu.

Amelia tersenyum melihat tingkah kedua lelaki yang sudah berada dalam hatinya. Hati yang dulu sunyi tak berpenghuni kini telah ditempati oleh ayah dan anak itu.

"Hai, kamu sudah berhasil membujuknya," ucap Radit duduk disamping Amel. Sementara Rafif kembali bermain bersama Mbak pengasuhnya.

Radit menatap wanita cantik yang ada disampingnya. Sepertinya sudah waktunya membuka hati untuk wanita lain. Radit tak ingin lagi berharap pada Arumi, karena wanita itu sudah bahagia dengan pasangan hidupnya.

Bersambung...

happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Kim Nara

Kim Nara

gx terlalu cepat yaa thor alurnya

2023-06-30

1

titis irene

titis irene

lanjuuuut........

2023-03-14

0

Marliana MARLIANA

Marliana MARLIANA

bagus jugs cara mengambil drinya rafif ttp semangat amel kalo emang jdoh ga bakal ke mana ..

2023-03-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!