Cinta seketika tersenyum senang. Apakah dirinya akan segera bertemu dengan sang ayah? Baginya, Arka seperti malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuknya. Betapa dia sangat bersyukur akan hal itu.
"Beneran, Tuan? Tuan akan segera mencari keberadaan ayah saya?" tanya Cinta dengan begitu antusiasnya.
"Tentu saja. Saya sudah menyewa detektif swasta yang akan saya tugaskan untuk mencari ayah kamu. Sekarang, saya tunggu kamu di luar ya," jawab Arka tersenyum ramah.
"Baik, Tuan. Saya ke kamar mandi dulu. Setelah itu saya akan segera keluar."
Arka hanya tersenyum kecil lalu keluar dari dalam kamar tersebut.
Sepeninggal Arka, Cinta segera turun dari atas ranjang. Dia berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak membutuhkan waktu lama. Cinta pun keluar dari dalam kamar. Dengan begitu antusiasnya dia berjalan menuju ruang tamu dimana Arka bersama seorang detektif sedang menunggunya saat ini.
"Saya datang, Tuan," ucap Cinta berjalan menghampiri.
"Silahkan duduk Cinta. Sebelumnya kenalkan dulu, dia Rudi orang yang akan membantu kita dalam mencari keberadaan ayah kamu," Arka mengenalkan orang bernama Rudi.
Cinta pun mengulurkan tangannya lalu memperkenalkan diri begitu pun dengan laki-laki bernama Rudi. Pembicaraan pun di mulai. Cinta mulai menceritakan dari awal sampai akhir tentang bagaimana dirinya di titipkan oleh sang ayah di panti asuhan.
Dia juga memberikan ciri-ciri pisik yang dimiliki sang ayah, meskipun ingatan tentang ayahnya itu sudah semakin memudar dari dalam otaknya kini. Semua itu dia ceritakan dengan begitu antusias dan berharap bahwa ayahnya akan segera diketemukan.
"Saya mohon, segera temukan ayah saya, Pak Rudi. Saya hanya takut bahwa saya akan terlambat dan tidak bertemu ayah untuk selamanya. Jika semakin lama, bukankah ayah saya akan semakin berusia senja? maka akan semakin sulit untuk di temukan," lirih Cinta penuh harap.
"Baik, Nona Cinta. Saya sudah mencatat semua yang anda ceritakan tadi. Saya akan mencari keberadaan Tuan Ardi secepatnya. Namun, dengan informasi yang sedikit ini, akan sedikit memakan waktu. Saya harap anda bisa bersabar,'' jawab Rudi tersenyum ramah.
"Baik, terima kasih, Pak Rudi."
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Rudi kemudian.
"Baiklah, kami tunggu kabar dari anda secepatnya," ucap Arka berdiri lalu mengantar kepergian sang detektif sampai di depan pintu, hal yang sama pun dilakukan oleh Cinta.
Setelah Rudi benar-benar meninggalkan kediaman Arka, tinggallah mereka berdua. Cinta nampak tidak berhenti menyunggingkan senyuman. Raut bahagia terpancar jelas dari wajah polosnya. Tentu saja hal yang sama pun dirasakan oleh Arka, entah mengapa, dirinya merasa senang melihat gadis yang masih belia itu terlihat bahagia.
"Kita sarapan. Kamu pasti lapar," ucap Arka kemudian.
"Sebelumnya, saya benar-benar mengucapkan terima kasih sama Tuan Arka. Anda seperti malaikat penolong bagi saya. Tidak tahu apa yang akan terjadi denganku jika saya tidak bertemu dengan Tuan," lirih Cinta menatap lekat wajah Arka.
"Hmm ... Saya merasa tidak nyaman sebenarnya di panggil Tuan sama kamu. Bisakah kamu merubah panggilan itu?"
"Hah? Lalu, saya harus memanggil Tuan dengan sebutan apa?"
"Gimana kalau kamu panggil saya dengan sebutan Mas Arka saja. Anggap saja kalau saya ini Kakak kamu?"
"Eu ... Apa tidak apa-apa kalau saya memanggil Tuan dengan Mas Arka?"
"Tentu saja tidak apa-apa, panggil saya dengan sebutan Mas Arka mulai sekarang, oke?"
Cinta menganggukkan kepalanya lalu tersenyum kecil.
"Sepertinya Bibi sudah memasakan makanan yang spesial hari ini. Kita makan dulu.''
Cinta kembali mengangguk juga masih tersenyum begitu manisnya. Keduanya pun berjalan ke arah ruang makan. Sesampainya di sana, Cinta nampak membulatkan bola matanya saat melihat berbagai makanan enak yang sudah tertata rapi di atas meja makan.
Jika boleh berkata jujur, dirinya sama sekali tidak pernah melihat makanan sebanyak ini ketika dia masih berada di panti. Di tempat itu, dia dan anak-anak yang lain selalu makan seadanya, bahkan tidak jarang dirinya harus berbagi dengan penghuni lain ketika keuangan panti sedang bermasalah.
Arka yang saat ini menatap wajah Cinta pun nampak tersenyum kecil. Lagi-lagi hatinya merasa senang melihat kebahagiaan yang terus-menerus diperlihatkan oleh gadis ini.
"Kenapa malah bengong? Silahkan duduk, kamu harus banyak makan, biar kamu cepat besar,'' celetuk Arka seketika membuyarkan lamunan Cinta tentu saja.
"Hah? Hehehehe! Tapi, Tuan--. Eh ... Maaf, tapi Mas Arka, makanan sebanyak ini hanya untuk kita berdua?"
"Ya iya 'lah, tapi lebih tepatnya bertiga sama bibi yang memasaknya juga. Masakan dia enak lho.''
"Hmm ... Jujur saja, aku belum pernah melihat makanan sebanyak ini. Rasanya aku jadi teringat anak-anak panti. Andai saja aku bisa berbagi makanan ini dengan mereka,'' lemah Cinta, mulai menarik kursi lalu duduk.
"Kapan-kapan kita berkunjung ke panti, gimana? Mas akan bawakan makanan enak juga hadiah untuk saudara-saudara kamu di sana?"
"Hah? Mas Arka serius?"
"Tentu saja, tapi sekarang kamu makan dulu. Nanti makanannya keburu dingin lho."
Cinta menganggukkan kepalanya juga tersenyum lebar. Dia mengisi piring dengan nasi putih lengkap dengan berbagai macam lauk-pauk yang tersedia di sana. Gadis itu pun makan dengan begitu lahapnya, sedangkan Arka, dia hanya memandangi wajah Cinta lekat.
'Apa ini pertama kalinya Cinta makan makanan seperti ini? Astaga, makannya lahap sekali,' (batin Arka).
"Mas Arka ko gak makan? Ini enak sekali, Mas. Sumpah, aku baru pertama kali ini makan makanan seenak ini,'' ucap Cinta dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Rasanya, melihat kamu makan saja perut saya sudah kenyang lho ini. Kamu makannya lahap banget.''
"Uhuk!" Cinta seketika terbatuk, karena mulutnya benar-benar penuh dengan makanan membuatnya seketika tersedak.
Sontak, Arka pun bangkit dan segera memberinya air putih.
"Pelan-pelan makannya. Astaga, Cinta,'' ucap Arka memberikan air putih dan segera diterima oleh Cinta saat itu juga.
Glegek! Glegek! Glegek!
Satu gelas penuh berisi air putih pun seketika kosong hanya dengan sekali tegukan saja.
"Terima kasih, Mas Arka," ucap Cinta meletakkan gelas tersebut di atas meja.
"Sama-sama, Cinta. Pelan-pelan saja makannya."
Cinta menganggukkan kepalanya lalu kembali melanjutkan menyantap makanan yang sangat lezat menurutnya itu.
'Ya Tuhan, di saat saya tidak pernah bersyukur dengan nikmat yang telah engkau berikan. Di saat saya tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah engkau anugerahkan, ternyata masih banyak orang-orang di luaran sana yang akan sangat merasa bahagia hanya dengan memakan makanan yang menurut saya biasa saja seperti ini,' (batin Arka).
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments