Arka Wijaya

"Kamu baik-baik saja?" tanya seorang pria berdiri tepat di depan Cinta yang saat ini terduduk lemas dia atas aspal, pria tersebut pun berjongkok lalu membantunya untuk berdiri tegak.

"Arghh ... Sakit," ringis Cinta mencoba untuk tetap berdiri meskipun kedua lututnya terasa sakit.

"Apa kaki kamu terluka? Maaf, saya tidak sengaja tadi, kita ke Rumah Sakit sekarang ya."

"Sepertinya lutut aku terluka, sakit sekali.''

"Ya udah, kita periksa dia sana, atau kita langsung ke Rumah Sakit saja?"

Cinta menggelengkan kepalanya. Darimana dia bisa mendapatkan uang untuk biaya Rumah Sakit? Sementara dirinya harus menghemat uang agar bisa bertahan demi mencari keberadaan sang ayah yang dia sendiri tidak tahu berada di mana sekarang.

Pria tersebut pun memapah tubuh Cinta yang saat ini berjalan dengan tertatih-tatih. Keduanya duduk di halte bus. Cinta menaikan celana panjang yang dikenakannya. Benar saja, kedua lututnya nampak terluka. Darah segar pun mengalir dengan begitu derasnya kini.

"Lutut kamu berdarah. Kita harus ke Rumah Sakit. Kalau tidak, luka kamu ini bisa infeksi lho," ucap laki-laki tersebut.

"Tidak usah, aku tidak apa-apa ko. Luka ini akan sembuh dengan sendirinya nanti."

"Tidak bisa. Saya yang telah menyerempet kamu, maka saya harus bertanggung jawab. Masalah biaya, kamu tidak usah khawatir. Saya akan menanggung semua biaya pengobatan kamu.''

Cinta diam seraya menatap luka di kedua lututnya. Seketika dirinya pun teringat akan pesan ibu Fatimah yang memintanya untuk berhati-hati kepada orang yang tidak dia kenal. Cinta menatap wajah laki-laki tersebut. Jika di lihat dari raut wajahnya, laki-laki ini sepertinya bukanlah laki-laki jahat.

Teduh dan dewasa, laki-laki ini bahkan terlihat tampan dengan mengenakan stelan jas hitam lengkap dengan dasi berwarna merah. Dia juga sepertinya bukanlah orang sembarangan.

"Gimana? Apa kamu bersedia saya bawa ke Rumah Sakit? Saya bukan orang jahat ko, ini kartu nama saya." Laki-laki tersebut menyerahkan selembar kartu nama berukuran kecil dan langsung di terima oleh Cinta.

Arka Wijaya.

Direktur PT Putra Sejahtera.

Seperti itulah tulisan yang tertera di dalam kartu nama tersebut. Cinta pun membacanya dengan seksama lalu kembali menatap wajah laki-laki bernama Arka tersebut.

"Saya hanya ingin bertanggung jawab. Kalau luka kamu tidak di obati dengan benar, bisa infeksi nanti. Lukanya memang akan mengering seiringan dengan waktu, tapi membutuhkan waktu yang lama. Saya mohon kamu bersedia untuk saya bawa ke Rumah Sakit ya," bujuk Arka kemudian.

Cinta akhirnya menganggukkan kepalanya. Tidak ada pilihan lain lagi baginya selain menerima tawaran tersebut. Gadis berusia 18 tahun itu pun memutuskan untuk mempercayai Arka.

"Ya sudah, saya bantu kamu masuk ke dalam mobil."

Cinta kembali menganggukkan kepalanya. Dia pun kembali berdiri dengan di bantu oleh Arka yang juga memapahnya untuk masuk ke dalam mobil yang di parkir sembarang di tepi jalan.

Ceklek!

Blug!

Pintu mobil pun di buka dan di tutup kemudian setelah Cinta duduk manis di dalamnya. Arka segera berlari ke arah samping dan masuk ke dalam mobil tersebut. Sedetik kemudian, mobil pun melaju meninggalkan tempat itu menuju Rumah Sakit.

Di perjalanan.

"Nama kamu siapa?" tanya Arka tanpa menoleh, matanya nampak lurus menatap ke depan.

"Namaku Cinta, Tuan.''

"Cinta ... Nama yang bagus. Eu ... Maaf kalau saya banyak bertanya, apa kamu pendatang baru di kota ini? Kamu terlihat kebingungan tadi."

"Iya, Tuan. Aku memang baru sampai dari kampung. Selama ini aku tinggal di panti asuhan,'' jawab Cinta dengan begitu polosnya.

"Apa kamu datang kemari untuk mencari pekerjaan?"

"Tidak, aku datang ke sini untuk mencari ayah aku, Tuan."

"Ayah?"

Cinta menganggukkan kepalanya seraya menatap ke arah samping, menatap jalanan dimana kendaraan hampir memadati jalan raya tersebut.

"Kamu tahu dimana alamat ayah kamu itu?"

Cinta kembali menggelengkan kepalanya dengan wajah datar.

"Astaga, Cinta. Kamu jauh-jauh datang ke kota untuk mencari ayah kamu, tapi kamu sama sekali tidak tahu alamat ayah mu dimana? Apa kalian berpisah sedari kecil?'' tanya Arka seketika merasa iba mendengar apa yang baru saja diceritakan oleh gadis bernama Cinta yang sepertinya masih berusia sangat muda.

"Seperti itulah kira-kira, ayah menitipkan aku di panti asuhan dari semenjak aku berusia 7 tahun. Beliau berjanji akan kembali menjemput aku, tapi sampai saat ini ayah sama sekali tidak pernah kembali bahkan hanya untuk sekedar nengokin aku di panti,'' lirih Cinta kedua matanya seketika mulai berkaca-kaca.

"Hmm ... Kasihan sekali kamu, Cinta. Eu ... Kalau kamu mau, saya bisa membantu kamu untuk mencari keberadaan ayah kamu. Itu juga kalau kamu tidak merasa keberatan.''

Cinta kembali diam seolah sedang berfikir. Lagi-lagi dia mengingat ucapan ibu Fatimah untuk lebih berhati-hati terhadap orang asing. Gadis itu pun menarik napas berat lalu menghembuskannya kasar. Dia belum menjawab tawaran laki-laki bernama Arka Wijaya tersebut.

Mobil yang dikendarai oleh Arka pun akhirnya tiba di tempat tujuan. Sebuah Rumah Sakit besar tentu saja. Perlahan mobil tersebut pun mulai melipir lalu berhenti di area parkir kemudian.

Ckiiit!

Mobil pun berhenti, Arka keluar dari dalam mobil dan segera berlari ke arah samping untuk membantu Cinta keluar dari dalam mobil miliknya. Perlahan tapi pasti, pintu mobil pun di buka dan Cinta benar-benar keluar dari dalam sana dengan di bantu dan di papah oleh Arka untuk masuk ke dalam Rumah Sakit tersebut.

Di dalam Rumah Sakit.

"Apa lukanya akan baik-baik saja, Dok?" tanya Arka, sesaat setelah sang Dokter memberikan pertolongan pertama dan membalut luka di kedua lutut Cinta.

"Lukanya tidak apa-apa, Tuan. Hanya saja, untuk beberapa hari ini sepertinya adik anda harus banyak beristirahat. Jangan terlalu banyak bergerak juga," jawab sah Dokter.

'Adik? Kenapa Dokter ini bilang bahwa aku ini adiknya, Tuan Arka,' (batin Cinta).

"Baik, Dok. Terima kasih, tapi dia bukan adik saya, Dok,'' ucap Arka berbicara jujur apa adanya.

"O ya? Hahahaha! Maaf, saya pikir dia adik anda. Wajah kalian mirip soalnya.'' Tawa sang Dokter terdengar nyaring.

"Masa? Astaga, Dokter bisa saja. Hmm ... Kalau lukanya sudah selesai di obati, boleh saya bawa dia pulang sekarang?''

"Tentu saja boleh. Saya akan meresepkan obat luar dan obat dalamnya juga supaya lukanya bisa cepat mengering.''

''Baik, Dokter.''

Cinta hanya diam mematung di tempatnya. Pulang? Cinta seketika mengerutkan kening. Kemana dia harus pulang sementara dirinya sama sekali tidak memiliki tempat untuknya berteduh saat ini. Apa dia terima saja tawaran Arka tadi?

BERSAMBUNG

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!