Bab 3: Makan Siang

Rasa takut tak lagi menetap, ia hanya memasrahkan diri pada Allah melalui lantunan doa di dalam hatinya. Kepercayaan akan makhluk dunia lain, tak membuatnya jatuh dalam perangkap. Setiap nasehat yang Abi sampaikan akan menjadi tameng agar tetap pada dunia nyata.

Suara bujukan terus mengusik tanpa henti, hingga aliran air wudhu menyentuh membasahi tangan. Di saat itulah semua kembali normal, Najwa terbiasa melakukan kegiatan sama setiap memasuki kamar dan itu hanya untuk menjauhkan diri dari gangguan tak kasat mata. Gadis itu hanya bisa berusaha sebaik mungkin untuk menjaga diri sendiri tanpa membebani orang lain.

"Alhamdulillah, dia pergi. Aroma melati juga sudah pergi," ucapnya bersyukur seraya mengambil handuk untuk mengelap tangan dan kakinya, lalu ia berjalan meninggalkan kamar mandi, kemudian bergegas mengganti pakaiannya yang lebih santai dan nyaman.

Sementara di dapur, seorang wanita duduk termenung menatap keluar jendela. Aroma masakan yang menyebar bahkan tidak mengalihkan perhatiannya. Entah kenapa hati merasa dipenuhi kegelisahan dengan detak jantung yang berpacu begitu cepat. Perasaan takut yang dulu kembali datang.

Rasa mencekam hidup di dunia luas, tetapi ternyata hanya bisa menikmati penjara kehidupan karena makhluk gaib. Rasa itu seakan mengatakan bahaya semakin mendekat hanya saja sang suami selalu mencoba untuk menghindari pembahasan yang sensitif menyangkut masa lalu.

Rasa gelisah semakin menyulut ingatan waktu yang telah berlalu hingga sentuhan tangan terasa menggenggam pundak kanannya. "Wawa, kamu udah pulang, Nak?"

"Iya, Bunda. Kenapa melamun, nanti Abi lihat bisa ngambek loh." jawab Najwa meledek sang Bunda yang membalasnya dengan senyuman manis.

Wajah imut nan menggemaskan menurun darinya. Setiap kali melihat Najwa, maka ia merasa seperti tengah bercermin melihat keberadaannya. Kembar identik kecuali warna mata yang mengikuti milik Azzam. Cadar yang biasa menutupi wajah hanya tersingkap setiap berada di dalam rumah.

"Bisa aja kamu, Nak. By the way, gimana sekolah kalian? Semua baik dan aman 'kan?" tanya Bella menatap lekat anaknya yang tampak ceria seperti biasanya.

Namun pertanyaan itu begitu sering dipertanyakan. Apalagi kata *aman* menjadi satu keraguan yang bisa dia rasakan dari sang Bunda tercinta. Seperti biasa hanya seulas senyum bersama anggukan kepala yang menjadi jawabannya. Tidak bisa lebih, apalagi kurang.

Bella mengangkat tangan menyandarkan pada pipi gadis yang kini beranjak remaja. Najwa tidak seperti dirinya yang memiliki jiwa penasaran begitu tinggi, maka rasa takut sebagai seorang ibu bisa diminimalisir. Jujur saja ia pernah berpikir, bagaimana perasaan ibunya dulu?

Dimana sebagai seorang ibu yang selalu mengalah dihadapan seorang putri yang keras kepala dengan rasa penasaran yang mengakibatkan bencana keluarga. Pasti lebih cemas dan khawatir dari rasa yang dia rasakan saat ini. Setelah sekian lama, nyatanya bayangan masa lalu enggan untuk pergi. Satu keyakinan yang ia percayai bahwa semua itu sudah berakhir.

Kini hidupnya kembali normal dan memiliki keluarga kecil yang saling mengasihi. Setiap sujud menyisipkan doa agar terhindar dan dijauhkan dari semua marabahaya. Rasa syukur tidak pernah pudar karena setelah semua siksaan yang menjauhkan ia dari segalanya. Allah memberi ganti yang lebih baik.

Tanpa sadar Bella melamun di hadapan Najwa, membuat remaja itu mengecup pipi sang Bunda agar kembali pada dunia nyata. "Aman terkendali, Bunda. Sini biar kakak yang siapin makanan ke meja makan. Emir masih main bareng anak-anak, jadi Bunda aja yang panggil."

"Makasih, Nak. Bunda ke depan dulu," pamit Bella dengan langkah kaki beranjak meninggalkan tempatnya, sedangkan Najwa sibuk melantunkan suratan pendek yang akan menjadi hapalan malam nanti.

Meski ia sudah khatam Al-Quran. Abi selalu mengulangi dari awal lagi hingga setiap surat menjadi pemahaman dan bekal kehidupan. Termasuk Emir, karena keduanya tidak dibedakan. Meskipun seperti itu, tetap saja harus ikut belajar dengan anak pondok pesantren yang seusia sesuai dengan kelas masing-masing. Maka dari itu memiliki kegiatan sehari-hari yang cukup padat.

Sepuluh menit telah berlalu, kini ke empat anggota keluarga sudah berkumpul duduk di kursi masing-masing bersiap menikmati hidangan makan siang ala rumahan. Hanya saja tidak bersama kakek yang memang tengah melakukan ibadah suci ke tanah Mekkah untuk melaksanakan umroh yang ketiga kalinya.

Seperti perjanjian awal, dimana pernikahan Azzam mengakhiri masa kepemimpinan sang ayah dan menyerahkan tanggung jawab pondok pesantren pada penerus yang sudah siap secara lahir dan batin. Apalagi setelah kedua cucu semakin beranjak dewasa dan memiliki kesibukan begitu menyita waktu. Sebagai orang tua mulai merasa kehilangan kebersamaan.

"Mas, mau pake lauk apa?" tanya Bella tanpa menoleh ke arah Azzam, sedangkan yang ditanya masih fokus pada bayangan hitam yang mengintai rumah mereka. "Mas Azzam sayang!"

"Bunda, cuma sayang ama Abi ya? Kok aku gk dipanggil juga." celetuk Emir dengan ringisan menahan diri, ia tahu Abinya sibuk dengan hal lain hingga terpaksa menyenggol kaki sang ayah dengan tendangan ringan, tetapi malah di balas tanpa aba-aba.

Ditatapnya sang suami dan putranya yang tampak saling melindungi. Sebagai seorang istri dan ibu, maka ia paham perbedaan dari perubahan suasana dan emosi dari orang-orang terkasih yang ada di dalam hidupnya. Benar saja, Azzam masih berdzikir dengan tasbih ditangan kanan tak berhenti bergerak. Semilir angin menerobos menghantarkan pesan tak bertuan.

"Wawa, bantu Abi mu!" titah Bella ingin semua segera selesai.

Remaja itu tak menunggu perintah dua kali, perlahan menghirup udara di sekitar begitu dalam seraya memejamkan mata. Fokus pikiran mulai teralihkan menajamkan indra ke enam bersama doa yang ia panjatkan tanpa henti. Pandangan mata batin menyambut kedatangan bayangan gelap bak awan mendung sebelum badai datang menerjang.

Semakin memusatkan diri hingga sekilas cahaya merah menyambar bagaikan kilat ditengah kegelapan bulan purnama total. "Abi, apakah itu mereka?"

Sabarlah, kita hanya bisa membentengi diri. Keluarlah! Buka matamu, Nak. Saat ini tubuhmu masih belum siap, percayakan pada Abi untuk menghalau mereka. ~balas kata hati Azzam, ia tak ingin sang putri terkena kilatan dendam dari para makhluk asral yang ingin memporak-porandakan keluarga mereka.

Tubuh tersentak karena dipaksa untuk kembali sadar. Tatapan matanya masih terus terpatri pada ingatan yang baru saja ia dapatkan. Keringat dingin banjir membasahi tubuh, membuat Bella panik hingga meminta Emir untuk mengambil minyak kayu putih. Makan siang yang berubah menegangkan menyisakan rasa takut berlebihan.

Satu jam kemudian, Azzam datang ke kamar putrinya yang tengah terlelap ditemani Bella. Setelah kejadian tak mengenakkan di meja makan, remaja itu terpaksa harus istirahat karena tiba-tiba terserang demam yang tinggi. Wajah yang imut, tetapi kehidupan menguji dengan kerasnya perbedaan dimensi ruang dan waktu.

"Alhamdulillah demamnya udah turun," Azzam bersyukur karena aura negatif sudah meninggalkan tubuh Najwa yang memang belum siap mendapatkan serangan. "De, makanlah dulu! Emir menunggumu, jangan biarkan anak kita kelaparan dan Wawa biar aku yang jaga."

"Aku akan datang, tapi Mas Azzam harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padaku. Jangan lagi menghindari pertanyaan yang bisa membuat rasa penasaran seorang Bella kembali lagi. Assalamu'alaikum, Mas." Bella pamit meninggalkan kamar bersama pernyataan yang tidak bisa di ganggu gugat lagi.

Bagaimana ia menjelaskan? Ketika secara tidak sengaja kehidupan masa lalu datang kembali untuk mengambil hak yang memang menjadi milik dunia lain. Selama ini berpikir semua baik-baik saja hingga sebuah mimpi datang menghangarkan isyarat masa depan keluarganya. Satu alasan sudah cukup untuk melindungi setiap anggota terkasih yang menjadi warna hidupnya.

"Abi, apakah Bunda tidak tahu jika jantungku memiliki setengah dari batu permata merah milik Dia?" tanya Najwa mengalihkan perhatian Azzam hingga menerawang ke dinding kosong yang ada di depan mata.

Terpopuler

Comments

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari

Tidak bisa di bayangkan jika hal ini sering terjadi, tentu akan membuat diri merasa sangat risih. Untung juga makhluk itu sudah pergi

2023-04-20

1

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Asrita Sirnia

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Asrita Sirnia

Kasian sekali nasib Najwa saat ini, moga ia bisa tabah dan kuat menjalani garis takdir yang tak pernah ia harapkan sebelumnya.

2023-04-20

1

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Acrika Gifasya

✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Acrika Gifasya

Harus kuat juga menghadapi mereka, kita tidak boleh lemah sama sekali agar tak terbawa dengan suasana yang makhluk tersebut buat.

2023-04-20

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Najwa Anak Iblis
2 Bab 2: Wawa yang Kekeh, Lelembut
3 Bab 3: Makan Siang
4 Bab 4: Dua Bersaudara
5 Bab 5: Ruang Kehampaan
6 Bab 6: Bertindak sebagai Ayah
7 Bab 7: Ternyata Dia..
8 Bab 8: Kembali Pulang
9 Bab 9: OBROLAN
10 Bab 10: Pengakuan Najwa
11 Bab 11: Danyang? Makhluk Neraka
12 Bab 12: Abil Vs Azzam
13 Bab 13: IZIN DARI AZZAM
14 Bab 14: PENYAMBUTAN UNTUK ABIL
15 Bab 15: KESURUPAN
16 Bab 16: Antara Abil dan Najwa
17 Bab 17: Antara Rindu, Cinta dan Kewajiban
18 Bab 18: Lucifer Albiana Gael
19 Bab 19: Makam, Cafe
20 Bab 20: Di Ruangan Owner
21 Bab 21: Keraguan?
22 Bab 22: Di Tepi Sawah
23 Bab 23: Tak Terima
24 Bab 24: Gagal Marah
25 Bab 25: Bukan Kerasukan
26 Bab 26 : TERROR SHOLAT ISYA
27 Bab 27: Kitab? Rumah Sakit
28 Bab 28: Dua tempat Berbeda
29 Bab 29: Kosong?
30 Bab 30: Ela Cucu Simbah
31 Bab 31: Pembelaan berujung Hukuman
32 Bab 32: Masih Berusaha
33 Bab 33: Ternyataa...
34 Emergency Time
35 Bab 34: Gala adalah?
36 Bab 35: Kosong? Menolong
37 Bab 36: Lukisan Perjanjian
38 Bab 37: Cerita Singkat
39 Bab 38: Kepergian Abi
40 Bab 39: Kehilangan Orang Terkasih
41 Bab 40: Penantian Acara
42 Bab 41: Si Bapak
43 Bab 42: Siapa?
44 Bab 43: Sosok...
45 Bab 44: Makhluk Cakil
46 Bab 45: Penjelasan Lucifer
47 Bab 46: Kembali?
48 Bab 47: Tak Bisa Kembali
49 Bab 48: Abraham Lincoln? Nasehat Ayah
50 Bab 49: Lukisan Keramat
51 Bab 50: Satu Tindakan untuk Kebenaran
52 Bab 51: Kebenaran untuk Emir
53 Bab 52: Daun Bidara
54 Bab 53: Cinta Arunika
55 Bab 54: Mushola
56 Bab 55: End_Terjebak
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1: Najwa Anak Iblis
2
Bab 2: Wawa yang Kekeh, Lelembut
3
Bab 3: Makan Siang
4
Bab 4: Dua Bersaudara
5
Bab 5: Ruang Kehampaan
6
Bab 6: Bertindak sebagai Ayah
7
Bab 7: Ternyata Dia..
8
Bab 8: Kembali Pulang
9
Bab 9: OBROLAN
10
Bab 10: Pengakuan Najwa
11
Bab 11: Danyang? Makhluk Neraka
12
Bab 12: Abil Vs Azzam
13
Bab 13: IZIN DARI AZZAM
14
Bab 14: PENYAMBUTAN UNTUK ABIL
15
Bab 15: KESURUPAN
16
Bab 16: Antara Abil dan Najwa
17
Bab 17: Antara Rindu, Cinta dan Kewajiban
18
Bab 18: Lucifer Albiana Gael
19
Bab 19: Makam, Cafe
20
Bab 20: Di Ruangan Owner
21
Bab 21: Keraguan?
22
Bab 22: Di Tepi Sawah
23
Bab 23: Tak Terima
24
Bab 24: Gagal Marah
25
Bab 25: Bukan Kerasukan
26
Bab 26 : TERROR SHOLAT ISYA
27
Bab 27: Kitab? Rumah Sakit
28
Bab 28: Dua tempat Berbeda
29
Bab 29: Kosong?
30
Bab 30: Ela Cucu Simbah
31
Bab 31: Pembelaan berujung Hukuman
32
Bab 32: Masih Berusaha
33
Bab 33: Ternyataa...
34
Emergency Time
35
Bab 34: Gala adalah?
36
Bab 35: Kosong? Menolong
37
Bab 36: Lukisan Perjanjian
38
Bab 37: Cerita Singkat
39
Bab 38: Kepergian Abi
40
Bab 39: Kehilangan Orang Terkasih
41
Bab 40: Penantian Acara
42
Bab 41: Si Bapak
43
Bab 42: Siapa?
44
Bab 43: Sosok...
45
Bab 44: Makhluk Cakil
46
Bab 45: Penjelasan Lucifer
47
Bab 46: Kembali?
48
Bab 47: Tak Bisa Kembali
49
Bab 48: Abraham Lincoln? Nasehat Ayah
50
Bab 49: Lukisan Keramat
51
Bab 50: Satu Tindakan untuk Kebenaran
52
Bab 51: Kebenaran untuk Emir
53
Bab 52: Daun Bidara
54
Bab 53: Cinta Arunika
55
Bab 54: Mushola
56
Bab 55: End_Terjebak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!