Part 4 - Hari bahagia menjadi duka

Semua orang berkerumun di tempat di mana keluarga calon mempelai pria berkumpul. semua orang terkejut melihat pemandangan yang begitu mengerikan.

mentari dan keluarganya mendekat ke arah orang-orang berkerumun.

"Ada apa ini?" tanya ibu Mentari kepada salah satu sanak saudara dari pria yang akan dinikahi oleh putrinya.

"itu calon prianya meninggal dunia." tutur wanita itu dengan air mata yang mengalir di wajahnya.

Mentari dan keluarganya tidak menyangka hal ini akan terjadi. Mentari dan ibunya segera masuk ke dalam ruangan dan melihat sendiri apa yang terjadi kepada calon suami dari Mentari.

" calon besan ada apa ini?" tanya ibu Mentari kepada ibu kandung calon suami Mentari.

" anakku. kamu lihat anakku meninggal dunia!" Ibu dari pria itu bicara yang penuh rasa kesal.

" Kenapa bisa jadi seperti ini? apakah sebelumnya dia sakit? atau menderita penyakit?" Mentari bertanya kepada calon ibu mertuanya itu.

" sakit? penyakit? Apa maksud ucapanmu Mentari? kamu pikir keluarga kami tukang sakit-sakitan? kamu tahu? Ini semua karena dirimu yang membawa sial!"

sontak Mentari dan ibunya terkejut mendengar penuturan dari calon besan itu. mereka berdua tidak mengerti apa yang dimaksud oleh wanita tersebut, Kenapa dia menyebutkan bahwa Mentari pembawa sial.

" Apa maksud anda bicara seperti itu kepada anakku? anakku ini bukan pembawa sial!" Ibu Mentari menjadi emosi.

" Apa maksud ibu?" tanya Mentari dengan hati-hati.

"Aku dengan beberapa hari lalu kamu sering keluyuran keluar rumah. Kamu tahu kan seorang anak perempuan itu harus dipingit. Kalau tidak akan membawa kesusahan atau musibah yang terjadi atau kesialan. Dan sekarang kamu lihat putraku telah tiada ini karena kamu wanita pembawa sial."

"Tolong tenangkan diri Anda. Putri saya bukan pembawa sial. Dia seorang anak yang baik. Dia keluar rumah hanya untuk menjaga lapak bapaknya." Ibu Mentari menyanggah seluruh pernyataan besarnya itu.

"Dengar, aku juga mendengar bahwa kamu adalah penyebab dari kecelakaan yang menimpa kedua orang tua dari Bulan. Benar bukan?"

Mentari terkejut ketika mendengar pernyataan itu. Dia belum pernah mendengar cerita tentang kecelakaan yang menimpa kedua orang tua bulan itu karena dia.

"Apa maksudnya? Apa kecelakaan yang menimpa Uwak adalah kesalahanku? Tapi kenapa menjadi kesalahanku?"

Mentari menjadi bersedih. Dia tidak pernah menyangka ada orang yang bicara kalau kecelakaan yang menimpa uwaknya adalah kesalahannya.

"Sudah Mentari jangan kamu pikirkan masalah itu. Itu semua bukan kesalahanmu. Itu semua murni kecelakaan." Bulan menenangkan Mentari.

" benar sayang, sudah kamu Jangan dipikirkan lagi. sebaiknya kita mengurus jenazah saja. Kasihan dia sudah menunggu lama dan menyaksikan pertengkaran kita yang tidak masuk akal ini."

mereka semua akhirnya mendengarkan perkataan dari ibu Mentari. beberapa pria menggotong tubuh calon mempelai pria ke sebuah masjid yang tak jauh dari gedung.

" apa kita akan segera memandikan dan menyolatkan jenazah?" tanya salah satu anggota pengurus Masjid.

" seharusnya sudah tidak ada lagi saudara yang ditunggu jadi kita percepat saja proses pemakamannya." seorang pria yang merupakan ayah kandung pria itu.

sedangkan di sudut yang lain Seorang Wanita Masih menangisi dan meratapi nasib dari putranya.

" Andai saja aku mendengarkan perkataan mereka. dan lebih baik menahan malu karena membatalkan pernikahan daripada harus kehilangan seorang Putra." Ibu dari pria itu terus-terusan menyalahkan mentari yang disebutnya sebagai pembawa sial.

" Bu Apakah Mentari benar-benar pembawa sial?" tanya Mentari kepada ibunya dengan wajah yang muram.

" Tari kamu tidak boleh bicara seperti itu. tidak ada satupun orang yang bisa membawa sial untuk kehidupan orang lain." bulan yang berada di belakang Mentari langsung berusaha menenangkan hati adik sepupunya itu.

" tapi ka bulan dengar sendiri'kan apa kata dari calon ibu mertuaku itu?" Mentari semakin bersedih.

" sudah Mentari, bulan. Kalian tidak perlu lagi membahas akan hal itu. dan kamu Mentari jangan pernah berpikir buruk tentang dirimu sendiri. anak adalah sebuah Anugerah bukan pembawa Petaka," kata ayah Mentari.

Dalam benak Mentari dia masih terus bertanya-tanya. Ingin rasanya mengelak, tapi rasa penasaran itu ada.

"Tuhan Apa benar semua yang dikatakan oleh wanita itu? Apa Aku adalah penyebab kematian dari uwakku. Yaitu kedua orang tua dari kakak sepupuku bulan. Jika itu benar adanya. Maka aku adalah penyebab dari awal kesedihan Kak bulan."Mentari terus bertanya-tanya dalam benaknya.

Mentari tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Jika bertanya kepada ibu dan bapaknya sudah pasti keduanya akan menutupi. Jika bertanya kepada bulan maka dia akan membuka luka lama.

Jenazah siap dimakamkan. para warga yang selesai menyolati jenazah. satu persatu mulai mengangkat keranda dan menuju ke area pemakaman.

Lantunan lafaz lailahaillallah terus disuarakan dan dikumandang Selama perjalanan menuju makam.

Isakan tangis juga terdengar saling bersahutan. Mereka yang merasa ditinggalkan bersedih dan tak bisa menahan air mata.

Para penggali makam sudah menunggu jenazah dikebumikan. Keranda diturunkan dan dibuka.

Jenazah dikeluarkan dan diangkat untuk dikebumikan.

"Beni,"

Wanita yang melahirkan dan membesarkan pria itu tak kuasa menahan tangis. Iya menggerum di bibir makam.

"Sabar yang sabar. Ini semua sudah takdir."

Salah satu kerabatnya menenangkan, tapi pandangan mata tajamnya tetap mengarah pada keluarga Mentari.

Mentari yang tatapannya bertabrakan dengan wanita itu. Langsung menarik kembali pandangannya dan tertunduk.

Biar tidak kuasa melihat pandangan seorang wanita yang kehilangan putranya dan meyakini bahwa dia adalah penyebab kematian putra wanita itu.

Mentari masih tidak habis pikir dan masih belum bisa percaya akan hal yang terjadi pada hari ini.

"Mentari setelah ini kamu pulang dengan kakakmu bulan."

Ibu Mentari meminta anaknya untuk pergi bersama bulan ke rumah terlebih dahulu.

Mentari menggeleng. Dia menolak untuk pulang lebih dulu dan lebih memilih untuk pulang bersama dengan kedua orang tuanya.

"Tari benar Apa Kata Bibi. Lebih baik kita pulang terlebih dahulu. Biarkan para orang tua yang menyelesaikan permasalahan ini."bulan dengan bijaksana menasehati adik sepupunya.

"Biarkan Mentari di sini Bu. Mentari akan menemani bapak dan ibu. Mentari tidak mau mereka bersikap kasar dan seenaknya."

Mentari tetap bersikeras untuk bersama kedua orang orang tuanya.

"Tari." Bulan melihat kepada adik sepupunya itu.

Mentari seakan mengerti maksud dari panggilan dari bulan.

Dia melihat beberapa orang bubar setelah selesai prosesi pemakaman.

Ada juga mereka yang masih mengelilingi makam untuk berduka.

Mentari melihat pandangan beberapa orang kepada keluarganya. Mereka memandang dengan hina dan juga penuh amarah.

Mentari sebenarnya takut, tapi dia tetap harus berada di sisi kedua orang tuanya.

Bagi mentari jika dia yang dihina tak masalah. Namun, jika kedua orang tuanya dia tak terima.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!