Memeluk Mentari

Memeluk Mentari

Part 1 - Mentari

Mentari pergi ke sebuah pantai dekat rumahnya. Mentari adalah gadis pantai yang sangat populer dikalangan pemuda.

Wajahnya yang cantik, tingginya yang semampai, dan dia adalah seorang wanita yang mandiri.

Mentari tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga kakak sepupunya.

Bulan adalah anak dari kakak ayah mentari yang meninggal dunia ketika sedang menambak ikan. Angin kencang membuat perahu nelayan terombang-ambing sehingga menenggelamkan para nelayan. Bukan diangkat anak oleh keluarga mentari karena ibunya melarikan diri dengan pria lain.

Mentari dan bulan sangatlah akur. Dia berdua sudah seperti kakak adik sungguhan. Mereka berdua sangat akrab dan saling support.

"Tar, besok kamu gantikan aku di pasar ya. Aku ada keperluan lain." Bulan bicara kepada Mentari.

"Kak Bulan mau kemana?" tanya Tari.

"Ada deh." Bulan tersenyum tipis.

Mentari selesai mencuci beras lalu dia menanak nasi di kompor. Mentari anak yang sangat rajin. Dia selalu membantu pekerjaan rumah sebelum pergi berjualan ke pasar.

"Tari. Ingat satu Minggu lagi kamu akan menikah. Jangan pergi jauh-jauh, kata orang tua dulu pamali." Ibu dari Tari memperingati putrinya.

"Iyah ibu." Mentari menjawab dengan perasaan yang berat.

Dia sebenarnya tidak ingin menikah muda dan lagi pula ada Bulan kakak sepupunya yang belum menikah.

Bulan sudah berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Mentari masih dua puluh tahun. Usia mereka berdua terpaut lima tahun. Bulan kesulitan mendapatkan calon suami karena kulitnya yang sawo matang dan parasnya yang tak elok. Bulan juga terkenal judesnya sama seperti ibunya.

"Kak, aku sebenarnya belum siap untuk menikah." Keluh sang adik kepada kakaknya.

"Sudah menikah saja. Usiamu sudah matang untuk menikah." Nasehat Bulan.

"Tapi, kamu saja belum menikah. Masa Iyah aku yang lebih muda menikah duluan." Mentari terlihat menjadi murung.

Bulan mengangkat dagu adik sepupunya. Dia menatap lekat ke arah Mentari.

"Menikah itu takdir. Takdir itu sudah ditentukan oleh tuhan yang menciptakan kita semua. Mungkin aku belum ditakdirkan untuk menikah sekarang. Mungkin tuhan sedang mempersiapkan pangeran berkuda putih untukku." Bulan mengulas senyuman membuat mentari juga tersenyum.

Sungguh suasana keluarga yang sangat harmonis. Mereka saling merangkul dan saling sayang.

****************

Selesai dengan pekerjaan rumah, Mentari bergegas untuk pergi ke pasar menggantikan ayahnya dan juga Bulan yang seharusnya hari ini jadwalnya menjaga lapak dagangan.

Ibu Mentari sudah pergi duluan untuk menjaga warung seafood miliknya. Mentari dan juga Bulan masing-masing memiliki jadwal yang bergantian untuk menjaga lapak di pasar dan membantu di warung seafood.

"Yah, sini aku yang gantikan." Mentari mengambil alih dagangan.

"Kemana kakakmu?" tanya Tikno ayah mentari.

"Kak Bulan katanya ada urusan Pak." Mentari menjawab sambil menghitung pendapatan lapak hasil ayahnya berjualan.

"Tiga ratus ribu. Bapak mau bawa atau Tari satukan dengan hasil penjualan berikutnya?" tanya Mentari.

"Simpan saja. Satukan dengan hasil dagangmu. Nanti kalau sudah habis segera pulang. Kalau belum habis tidak perlu buka sampai sore. Ingat kamu mau menikah." Tikno mengambil eber besar yang sudah kosong dan membawanya.

Mentari senang berada di pasar. Selama di pasar dia bisa berinteraksi dengan sesama pedagang sekitar lapaknya.

Mentari juga sangat suka menawarkan ikan-ikan yang di jualnya. Ikan jualan keluarga Tikno sangat laku. Tikno sudah terkenal selalu menjual ikan segar hasil tangkapannya.

Tikno setiap hari selalu pergi menangkap ikan. Tikno adalah nelayan pemanen ikan. Sebelum subuh dia akan kembali ke pantai untuk mengambil ikan hasil tangkapannya lalu membawanya pulang dan selesai shalat subuh dia akan pergi ke pasar untuk menjajakan ikan hasil tangkapannya.

****************

Bulan pergi ke suatu tempat dan bertemu dengan salah satu sahabat lamanya.

"Sudah hampir tiga bulan kamu tidak menemuiku atau main ke rumahku sekedar singgah," kata seorang wanita.

"Iyah aku sedang sibuk akhir-akhir ini membantu persiapan lamaran dan sekarang membantu persiapan pernikahan." Cerita Bulan.

"Wah, kamu akan menikah Lan?" tanya temannya.

"Bukan aku, tapi mentari. Seorang pemuda salah satu anak Juragan Mukti memintanya sebagai seorang istri. Keluarga mereka tiga bulan lalu melamar Tari dan Minggu depan mereka akan menikah." Bulan terlihat muram.

"Kenapa? Apa kamu cemburu?" tanya gadis yang dikenal bernama Susi.

"Tidak, Sus. Hanya saja aku merasa mentari sangat beruntung. Dia memiliki semua yang aku impikan. Keluarga yang utuh. Orang tua yang baik dan takdir baik yang selalu menghampirinya."

Bulan bercerita sambil memandang langit yang terik sehingga matanya merem melek tak tahan dengan panasnya dan sinarnya yang terang. Mata tak pernah bisa melihat cahaya yang terlalu terang. Mungkin begitu jugalah nasibnya yang tak pernah bisa melihat masa depan yang cerah untuknya. Setiap kali ada pasti akan sirna tak lama kemudian.

Bulan dulu pernah hampir di kamar oleh seorang pria muda yang usianya hampir sama dengannya. Namun, bibi dan pamannya tidak setuju. Pria itu ternyata menikah hanya sebagai status saja karena pria itu tidak normal dan keluarganya tidak mau kalau nama mereka tercoreng.

"Bulan ini pesanan mu. Aku buatkan sesuai dengan permintaanmu. Memangnya untuk apa ini?" tanya Susi sambil memberikan kardus berisikan pesanan Bulan.

"Buat pajangan saja. Ada yang pesan juga jadi ku pikir ambil saja'kan aku jadi dapat uang." Bulan membuka kotak pesanannya dan dia tersenyum senang.

"Aku pamit dulu, Sus." Pamit Bulan.

"Iyah, Lan. Hati-hati di jalan. Jangan sampai pesananmu jatuh itu akan membuat orang lain jantungan melihatnya." Pesan Susi.

"Tenang saja, Sus." Bulan menenteng kardus dan berjalan pulang ke rumah bibi dan pamannya.

****************

Mentari selesai berjualan. Ikan yang dia jual ludes habis diborong seorang juragan beras yang katanya akan mengadakan pesta besar-besaran.

Melati membersikan lapaknya lalu berjalan pulang ke rumah.

"Sudah habis, Tar?" tanya seorang ibu-ibu yang berjualan sayuran.

"Sudah habis, Bu. Ini Tari mau pulang dulu." Tari menjawab pertanyaan ibu yang menyapanya.

" Ya sudah hati-hati. Dalam untuk ibumu, sudah lama dia tidak main ke pasar sejak kamu dilamar oleh anak juragan Mukti."

Entah ibu itu menyindir atau bagaimana. Tari hanya tersenyum saja.

Juragan Mukti adalah keluarga kaya yang merupakan pemilik wilayah hunian ikan-ikan. Ayah Mentari salah satu nelayan yang menangkap ikan di wilayahnya dan mereka saling kenal di sana.

Mentari melanjutkan perjalanannya menuju pulang ke rumahnya.

Mentari berjalan kaki untuk mencapai rumahnya.

"Mentari." Terdengar seorang wanita memanggilnya.

Ternyata yang memanggil dia adalah sahabatnya Reta.

"Hai, Ta. Kamu dari mana?" tanya Mentari.

"Dari rumah bibiku. Aku dengar kamu mau menikah, Tar?" tanya Reta.

"Benar, Ta. Aku akan segera menyusulnya kepelaminan." Tari tersenyum tipis.

Mentari setiap ada yang bertanya tentang pernikahannya. Dia merasa berat untuk menjawabnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!