Part 2 - Persiapan Pernikahan

~Hati yang masih gundah~

Keluarga Mentari sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Pernikahan Mentari dengan seorang pria yang terkenal ketampanannya sebentar lagi.

Mentari harus dipingit karena sebuah tradisi yang mengharuskannya seperti itu.

Mentari tidak boleh pergi keluar rumah. Dia harus tetap berdiam diri di rumah dan tidak menemui siapapun.

Mentari seharian berada di rumah pernikahannya dua hari lagi akan segera di selenggarakan.

Mentari akan menikahi pria dari keluarga yang cukup kaya. pemuda itu berparas tampan bertubuh tinggi ideal layaknya artis-artis ibukota, tapi entah kenapa tidak menginginkan pernikahan ini meskipun ia tahu suaminya kaya dan sangat tampan.

"masih aja pengantin murung kayak gitu." bulan menghampiri Mentari yang berada di dalam kamar.

"Kak aku bener-bener nggak mau nikah aku benar-benar belum siap untuk menghadapi yang namanya rumah tangga." Mentari mencebik.

"Sudah aku yakin kamu akan dibuat bahagia olehnya aku yakin masa depanmu dengan dia akan cerah jadi sekarang belajarlah untuk menerima pernikahanmu dan pria itu." Bulan memeluk Mentari.

Mentari sangat beruntung memiliki Kakak seperti Bulan. Mentari dan Bulan adalah sama-sama anak tunggal dari keluarga mereka masing-masing. Hanya karena Bulan lebih tua daripada Mentari maka Bulan dan Mentari seperti adik kakak kandung sebenarnya.

"Kak bulan tidak pergi ke pasar?" tanya Mentari.

"Tidak," jawabnya

Bulan hari ini tidak pergi ke pasar. Karena pamannya meminta dia untuk menemani Mentari di rumah.

"Kak, sebelum Aku menikah. Aku ingin kita tidur berdua dan menghabiskan waktu bersama. Aku yakin kita akan banyak kehilangan momen kebersamaan setelah aku menikah." Mentari terlihat sedih lagi.

"Hei, kita ini kan masih satu kampung rumahnya. Jadi kapanpun kita mau bertemu, itu tinggal bertemu saja. Dan kapanpun kamu rindu denganku. Kamu tinggal bilang lagi pula ini bukan zaman dahulu kala yang tidak ada telepon genggam. sekarang Semua serba canggih Mentari." Bulan mengelus rambut adik sepupunya.

"Jadi Apa yang sebenarnya kamu khawatirkan? aku yakin bukan karena kita tidak bisa bertemu setelah kamu menikah pasti ada yang lain'kan?" Lanjut Bulan.

Mentari menaik turunkan kepalanya. Namun, belum bisa menceritakan apa kekhawatiran yang sebenarnya dia rasakan.

"Tari kita hidup bersama sudah sejak kita masih duduk di bangku Sekolah menengah pertama. Kamu tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku. Bukankah kamu sudah menganggapku sebagai kakak kandungmu sendiri?" tanya Bulan.

Mentari bukan menjawab pertanyaan bulan dia malah memeluk bulan dan genangan air mulai keluar dari sudut matanya.

"Aku ... aku takut kalau dia bukan pria baik." Mentari mengusap air yang membasahi pipinya.

"Tari, orang tuamu tidak akan mungkin memberikan kamu kepada pria yang tidak baik. Aku yakin keputusan yang mereka ambil ini sudah mereka pikirkan baik-baik dan mereka sudah tahu bibit, bebet dan bobot dari pria itu dan juga keluarganya." Bulan terus membuat adik sepupunya yakin dengan keputusan orang tua.

Mentari juga sebenarnya yakin kalau kedua orang tuanya tidak akan pernah menjerumuskannya. Mana ada orang tua yang ingin kehidupan anaknya hancur.

Mentari mulai memantapkan hatinya. Dia berusaha menerima dan berpikir yang baik-baik tentang pria itu dan pernikahannya nanti.

Bulan meninggalkan Mentari di kamarnya sendiri. Hati Mentari juga sudah lebih tenang dan lapang. Malam nanti mungkin Mentari bisa tidur sedikit lelap daripada hari-hari biasanya. Karena hatinya yang masih gundah gulana.

Mentari keluar dari kamarnya. Lia lihat bulan sudah tidak ada di rumah.

"Mungkin kak bulan sudah pergi. Sebaiknya aku ke pasar untuk menggantikan kak bulan. Pasti bapak sibuk di pasar."

Mentari bersiap untuk pergi ke pasar. Dia akan menemani bapaknya yang sejak subuh tadi sudah pergi untuk mengais rezeki.

Selama perjalanan menuju pasar, beberapa warga menyapa Mentari. Mentari cukup populer di antara kalangan remaja lainnya.

Mentari memang bukan seorang anak dari juragan kaya ataupun dari keluarga yang terlahir dengan ekonomi menengah atas.

Mentari cukup populer. Karena Mentari termasuk anak yang cerdas, cantik dan juga sangat ramah.

Mentari juga anak seorang nelayan yang sangat rajin. Bapaknya mentari bernama Tikno yang dikenal sebagai nelayan yang rajin dan juga jujur. Sebagai seorang nelayan Dia banyak membantu nelayan lainnya dan juga warga sekitar yang membutuhkan makanan atau ikan. Banyak orang yang senang membeli ikan dari Tikno. Selain ikannya segar harganya pun cukup murah.

"Hei, Mentari. Anak gadis yang mau menikah, tidak boleh keluyuran keluar rumah."

Teriak salah satu warga yang kemungkinan usianya sama dengan ibunya Mentari.

"Iya, wak. Aku hanya pergi ke pasar sebentar. Membantu bapak karena Kak Bulan sedang pergi."

Mentari berjalan kembali. Dia tak menghiraukan tentang pendapat orang lain. Bukan karena tidak percaya dengan adat tersebut. Namun, bagi Mentari membantu orang tua adalah kewajibannya sebagai seorang anak.

Mentari sampai di lapak bapaknya. Dia memegang beberapa ikan yang sedang dijajakan oleh bapaknya di atas meja lapak.

"Sudah mau habis Pak ikannya?" tanya Mentari kepada bapaknya.

"Lho, Tar. Kok kamu di sini?" Tikno terkejut ketika melihat putrinya berada di pasar.

"Untuk menggantikan Kak Bulan, Pak."

"Ke mana memang kakakmu itu?"

"Kata Kak Bulan, dia ada urusan sebentar keluar. Dia ingin bertemu dengan temannya mungkin,"jawab Mentari sebelum mengambil alih lapak.

"Biar Tari yang jaga, Pak."Mentari masuk ke dalam lapak bapaknya dan mulai menata kembali ikan yang ada di ember untuk ditaruh di atas meja.

"Benar kamu tidak apa-apa jaga lapak?" tanya Tikno.

"Nggak apa-apa, Pak. Sudah biasa juga aku menjaga pasar bergantian dengan Kak Bulan."

Mentari dan bulan memang kerap kali bergantian menjaga lapak di pasar milik kedua orang tua Mentari.

"Bukan itu maksud bapak. Kamu kan mau menjadi pengantin. Seharusnya calon pengantin itu tidak boleh keluar-keluar rumah."

Tikno berpendapat sama dengan warga lainnya.

"Tidak apa-apa Pak. Menurut Mentari lebih baik membantu orang tua daripada diam saja di rumah tidak bermanfaat."

Selesai menata ikan-ikan di atas meja lapak. Mentari duduk dan mengibas-ngibaskan kemoceng untuk mengusir lalat yang hinggap.

"Kalau begitu Bapak pergi dulu ke pantai."

Mentari menyalami bapaknya. Dia melihat bapaknya berjalan menjauh dari lapak. Sebenarnya dia sudah tidak tega lagi melihat bapaknya harus bekerja menjadi seorang nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan bukanlah pekerjaan yang ringan. Sering terjadi resiko yang tidak terduga kepada para nelayan yang sedang mencari ikan.

Mentari terkadang khawatir ketika bapaknya harus pergi mencari ikan di lautan. Orang sering bilang jika hilang di tengah laut. Maka tak akan pernah bisa kembali ke daratan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!