Sial

Di sedan merah yang melaju ke daerah Timoho, Hetty menatap keramaian lalu lintas kota Jogjakarta yang telah berubah. Keramaiannya lebih serius dari tahun-tahun yang ia lewati sebagai kekasih simpanan Pranata.

Benaknya bergemuruh, ia bertanya-tanya kenapa sedan ini ada pada Kendranata sementara hari-hari biasanya mobil ini slalu terparkir di halaman rumah Rastanty, kadang di pakai untuk menjemur pakaian dan kerak nasi.

Meski begitu benaknya langsung digenapi jawaban, sesuatu sudah terjadi antara mereka. Tapi kapan?

“Mama, mimi...” Tangan mungil Bramasta menarik kerah blouse dusty pink ibunya setelah lelah menangis dan bermain stir mobil dan mendusel nyaman di pangkuan ibunya.

Nggak mungkin aku menyusui Brama sekarang. Jantungku saja masih belum aman apalagi harus... Hetty membuang wajahnya yang merona ke pemandangan di luar mobil.

Nata.

“Mama, mimi cucu...” Dengan lihai tangan bocah yang paham dimana letak sumber makanan pertamanya sewaktu bayi menepuk-nepuk dada ibunya.

Gimana ini, kenapa slalu saja aku ditempatkan di posisi sulit.

Kendranata mengamati sekilas Bramasta yang mulai merengek-rengek sampai kakinya menendang persneling mobil.

“Kenapa kau diamkan saja Brama kehausan? Apa kemarin-kemarin kau juga membiarkan dia begitu?” Kendranata berdehem.

Hetty menoleh. Tatapannya yang malu berubah menjadi mata elang yang siap menerkam mangsanya tanpa ampun. Lupa akan Pranata, lupa siapa orang di depannya. Sihir pesona itu terputus sekejap saja. Ia kembali pada kenyataan bahwa ada ketakutan yang mengintai sengit di sana-sini.

“Aku tidak bisa menyusuinya di depanmu, biarkan saja dia haus sebentar! Sekilo lagi sampai rumah. Lagian...”

Kendranata mendadak menepikan mobilnya seraya tergesa melepas sabuk pengaman, membuka jaket yang ia pakai.

“Aku tidak akan pernah mau mengintip bekas Pranata sekalipun itu indah, tapi jaket ini akan membantumu merontokkan pikiran naif mu dan tangisan Brama!”

Kendranata mencondongkan tubuhnya, menempelkan tatapannya di sorot mata Hetty yang menelusuri kejujuran mulut pedasnya.

Kendranata tersenyum pada polah Bramasta yang lagi-lagi ingin menggapainya dengan tangan mungilnya.

“Mimi dulu, ya—” katanya lembut. Ia mengikat lengan jaket di tengkuk Hetty seraya menyelipkan masing-masing resleting yang terpisah di kedua bahu Hetty dengan ekspresi sinis.

Niat hati ngerusuh kebahagiaan Rasta dan Dominic malah kena karma langsung.

Kendranata mendengus. “Kau bisa mulai memberinya mimi.”

Hetty mengeluarkan napasnya yang tertahan dengan kasar. Lega, Kendranata kembali menjauh dari wajahnya.

“Terima kasih, ini sangat membantu. Tapi aku tidak setuju kamu menuduhku membiarkan Brama kehausan kemarin-kemarin. Aku memberinya ASI eksklusif sampai dia berusia enam bulan dan asal kamu tahu, aku membelikannya susu formula paling mahal dan makanan organik tanpa sedikitpun bantuan dari keluargamu!”

Tangan kanannya melepas kancing kemeja dengan kesal. Perih di dadanya menjeluak lewat suara. Ia menyusui Bramasta sambil mengepalkan tangan sementara Kendranata tak acuh bila wanita itu memuntahkan kepahitan hidupnya. Wong hidupnya juga pahit, hanya saja pria sekeren Kendranata mana mungkin menggembar-gemborkan kemelut hidup dan cemas lewat suara seperti wanita disampingnya yang menangis diam-diam.

“Sabar.” Kendranata mengulurkan tisu tanpa memindahkan tatapannya dari jalanan. Ia mengingat-ingat rumah Hetty yang pernah sekali dua kali dia pantau langsung.

“Rumahmu mana?” tanya Kendranata akhirnya, sudah banyak rumah-rumah gedong baru yang mendiami tanah-tanah kosong dua tahun lalu serta buka-tutup jalan.

Duduk gelisah dengan ribuan pertanyaan, uluran tisu yang jatuh ke jaket Hetty ambil. Ia membersit hidungnya yang mancung alih-alih menghapus air matanya.

”Lurus terus belok ke kiri, paling ujung. Warna abu-abu.”

“Pindah?”

Hetty menoleh, ia menjureng menatap Kendranata. Merasa yakin dia tahu rumah orang tuanya yang sudah di pugar dan sekarang kebingungan.

“Bukan pindah, tapi rumahku sendiri.”

Kendranata mengikuti petunjuk yang diberikan Hetty, tak keliru dia sampai ke rumah abu-abu yang memiliki ayunan bercat biru dan putih di depannya.

Mira dan Pak Yadi pun telah menunggu di depan gerbang dengan cemas.

”Boleh nunggu sebentar? Brama belum selesai mimi...” ucap Hetty malu. “Dia mau tidur siang.”

Kendranata berdehem malas seraya membuka kaca mobil di sisi Hetty sewaktu Mira mendekat seraya melongok ke dalam.

Sebentar saja, Kendranata yakin, Mira yang begitu menyayangi cucu dan anak semata wayangnya di hampiri seluruh kegelisahan yang getir padanya.

”Siang tante.” sapanya formal dan sangat terdengar malas-malasan.

“Siang.” jawab Mira dingin.

“Ma—” timpal Hetty sambil menggelengkan kepala. “Brama mau tidur siang, jangan berisik.”

Mira mendelik begitu juga Kendranata. Lelaki di dalam sedan merah itu memalingkan wajah sambil tersenyum kecil di saat Mira menanyakan keadaan wanita di sampingnya.

Pranata... Pranata... Rastanty kamu eman-eman, Hetty kamu ajak senang-senang. Emang edan kamu dua-duanya kamu sakiti, sudah begitu ninggal ibu yang sakit-sakitan. Komplit Pra... seperti kamu nggak rela aku hidup mulia.

Hetty menyentuh bahu Kendranata ragu-ragu karena lelaki itu setengah melamun.

“Brama udah selesai, terima kasih jaketnya.”

Kendranata menerima jaketnya kembali seraya memakainya. Cepat, ia sadar Mira dan Pak Yadi sudah masuk ke mobil sementara Bramasta yang sudah terlelap terlihat masih menggerakkan mulutnya.

”Saya yakin masih ada pembicaraan lebih lanjut setelah kita bertemu, Hetty.”

Hetty menelan saliva-nya dengan susah payah. Sebab kini Kendranata menatapnya, menunggunya mengatakan sesuatu.

“Jangan ambil Bramasta dariku, keluargamu tidak pernah menganggapnya ada!” ucap Hetty memperingati sembari mengeratkan dekapannya.

Seringai di bibir Kendranata terlihat, ia mencondongkan tubuhnya. Berusaha memahami bahwa Hetty cemas alih-alih seperti Rastanty yang kemarin terkagum-kagum dengan keberadaannya.

”Saya juga tidak yakin keluargaku mempunyai keinginan untuk menemui bocah ini. Bagi kami hamil di luar nikah itu aib besar yang memalukan. Saya rasa Bramasta aman di sini.”

Hetty mendorong pintu mobil dengan rahang mengeras. “Bagus kalau begitu, aku jauh lebih tenang jika tadi kami tidak bertemu kamu. Keluargamu jahat sekali!”

Kendranata mendengus kasar. “Tidak adakah satu perempuan di dunia ini yang tidak membanting pintu mobil sewaktu marah? Pertemuan aku dengannya, Gusti.” Ia membenturkan kepalanya di sandaran kepala dan tak sengaja niatnya untuk gegas kabur dari sana menangkap Hetty yang kesusahan membuka gembok pintu gerbang sambil menggendong Bramasta.

“Baiklah... baiklah. Tidak ada Pranata, anak dan bekas pacarnya pun masih sanggup membuat masalah di kehidupanku meluas!”

Gegas dia keluar dari mobil, mengejutkan Hetty yang kembali meneteskan air mata.

“Kau tidak punya pembantu?” Kendranata meraih kunci dari genggaman Hetty seraya membuka pintu gerbang.

Hetty mengusapkan dagunya yang basah oleh air mata ke bahunya yang terangkat.

“Kamu kira hamil di luar nikah dan di usir dari rumah sama bapak yang di bangga-banggakan kembaranmu lebih mudah daripada membuang aib sebelum benar-benar tersebar luas?”

Mak Clekit. Fakta baru itu melenyapkan kesempatan Kendranata menjauh, dia menatap iba Hetty lalu menghela napas. Sial.

...ರ⁠╭⁠╮⁠ರ...

Terpopuler

Comments

aqeila febrian

aqeila febrian

sebenernya ak juga penasaran sama kisah cinta segitiga pranata hesty dan rastanty

2023-07-19

0

Ersa

Ersa

pancen kembaranmu kuwi kakehan polah & Wis gak Ono wae ninggalke akeh masalah.

2023-05-01

0

Ersa

Ersa

kapok kowe ...masiyo Ng novel Rasty-Domi kowe ki nyebelke tenan tapi kan kowe tokoh utama yo nang novel iki

2023-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!